TAFSIR AL-WAKALAH
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Tafsir
Dosen: Muh. Julijanto, M.Ag
Di Susun Oleh:
Fariska Yosi Iryanti
(122231065)
Dila Mei A (122231047)
Firdhaus Budi I (122231067)
PRODI
PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN
EKONOMIKA DAN BISNIS ISLAM
FAKULTAS
SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2013/2014
KATA PENGANTAR
Allhamdulillah,
patut dipanjatkan puji syukur ke hadirat Illahi atas selesainya penulisan
makalah ini. Kita yakin, tanpa taufik dan hidayah-Nya, tak mungkin tulisan ini
dapat dirampungkan. Shalawat dan salam di persembahkan kepada Nabi Besar
Muhammad saw, semoga beliau senantiasa dirahmati Allah.
Makalah ini mencoba mendalami
pemahaman tentang Al-Wakalah. Dan makalah ini diharapkan dapat menghadirkan pemahaman
yang tepat dan komprehensif tentang Al-Wakalah sebagaimana dideskrpsikan di
dalam Al-Quran dan Al-Sunnah.
Demikian, semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam rangka memperkaya khazanah
intelektual islami kita berkenaan dengan Al-Wakalah dalam Al-Quran dan Al-hadist
terutama dalam Al-Quran.
Surakarta, Desember
2013
Pemakalah
DAFTAR ISI
Cover ………………………………………………………………………….1
Kata Pengantar ……………………………………………………...…..2
Daftar Isi ……………………………………………………………...…..3
BAB I ……………………………………………………………………...…..4
Pendahuluan ………………………………………………………………….4
BAB II ………………………………………………………………………….5
Pembahasan ………………………………………………………………….5
Pengertian
dari Al-Wakalah ………………………………………….5
Rukun
dan syarat Al-Wakalah ………………………………….7
Wakalah
dalam perbankan ………………………………………….9
Jenis-jenis
produk Wakalah dalam perbankan …………..……………9
BAB III …………………………………………………………………12
Penutup ………………………………………………………………....12
Kesimpulan …………………………………………………………12
Daftar Pustaka …………………………………………………………………13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia adalah
makhluk yang dibebani oleh berbagai kewajiban dan hak. Dalam penunaian
kewajiban, seseorang dituntut supaya menunaikan kewajibannya itu secara
langsung, sebab hal itu termasuk ke dalam tanggung jawabnya. Demikian pula
halnya dalam penerimaan hak-hak. Manusia perpibradi diminta pula secra langsung
menerima hak-hak yang dia miliki. Keperluan akan hal semacam ini semakin terasa
urgensinya, terutama dalam lapangan muamalat yang menuntut peran aktif setiap
pemilik hak atau setiap pemikul tanggung jawab.
Di sisi lain,
manusia selalu berhadapan dengan kenyataan bahwa kadangkala mereka tidak dapat
menunaikan kewajiban atau menerima haknya secara langsung yang disebabkan oleh
halangan-halangan tertentu. A, umpamanya, sudah sepakat dengan B untuk
melakukan transaksi sewa menyewa sebuah rumah pada suatu waktu yang sudah di
tentukan. Sampai saat yang sudah di sepakati, A tidak bisa hadir karena suatu
uzur.
B.
Rumusan
Masalah
·
Jelaskan pengertian dari Al-Wakalah?
·
Jelaskan rukun dan syarat Al-Wakalah?
·
Bagaimana Wakalah dalam perbankan?
·
Jelaskan
jenis-jenis produk Wakalah dan perbankan syariah?
C.
Tujuan
· Dapat
menjelaskan pengertian dari Al-Wakalah.
· Dapat
menjelaskan rukun dan syarat Al-Wakalah.
· Dapat
menjelaskan Wakalah dalam perbankan.
· Dapat
menjelaskan jenis-jenis produk Wakalah dalam perbankan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Al-Wakalah
Dalam agama
Islam dikenal adanya lembaga wakalah yang berfungsi memberi kemudahan kepada
pihak-pihak yang akan melakukan sesuatu tugas di mana ia tidak bisa secara
langsung melakukan tugas itu, yakni dengan jalan mewakilkan atau memberi kuasa
kepada orang lain untuk bertindak atas nama yang mewakilkan atau pemberi kuasa.
Wakalah itu
berarti perlindungan (al-hifzb),
pencakupan (al-kifayah), tanggungan (al-dhaman), atau pendelegasian (al-tafwidh), yang di artikan juga dengan
memberikan kuasa atau mewakilkan.[1]
Al-Quran juga memakai akar kata yang sama pada beberapa ayat.
Al-Wakalah
terkonsep dalam syariah berlandaskan beberapa macam dalil, antara lain :[2]
1.Al-Qur’an
QS Al-Kahfi (18:19):
وَكَذَلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ قَالَ
قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ
قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ
هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ
بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا
“Demikianlah
Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri.
berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada
(disini?)”. mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”.
berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu
berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke
kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan
yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah
ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada
seorangpun.”
QS An-Nisaa
(4:35):
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ
أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ
بَيْنَهُمَا
“Dan jika
kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam
dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua
orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
QS Yusuf 55:
قَالَ
اجْعَلْنِي عَلَىٰ خَزَائِنِ الْأَرْضِ ۖ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ
“Berkata
Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku
adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".”
2.Al-Sunnah:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَزَوَّجَ
مَيْمُونَةَ حَلَالًا وَبَنَى بِهَا حَلَالًا وَكُنْتُ الرَّسُولَ بَيْنَهُمَا
“Bahwasanya
Rasulullah menikahi Maimunah dalam keadaan halal, dan menggaulinya dalam
keadaan halal, dan aku adalah delegasi antara keduanya”.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ : أَرَدْت الْخُرُوجَ إلَى خَيْبَرَ
فَأَتَيْت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقُلْت لَهُ : إنِّي أَرَدْت الْخُرُوجَ إلَى خَيْبَرَ
فَقَالَ إذَا أَتَيْت وَكِيلِي فَخُذْ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ وَسْقًا
“Dari Jabir
ra berkata, aku keluar hendak pergi ke Khaibar, lalu aku datang kepada
Rasulullah saw., aku katakan kepada Beliau, “Sungguh aku ingin keluar ke
Khaibar”. Lalu Beliau bersabda, “Bila engkau datang pada wakilku di Khaibar,
maka ambillah darinya 15 wasaq.” (HR. Abu Daud)”
Dalam wakalah
adanya perjanjian antara satu orang dengan orang lain, isi perjanjian itu berupa
pendelegasian tugas oleh pemberi kuasa kepada yang menerima kuasa untuk dan
atas nama pemberi kuasa melakukan sesuatu tindakan tertentu, dan obyek yang
dikuasakan mestilah berupa sesuatu yang boleh dikuasakan atau diwakilkan.
Wakalah itu merupakan salah satu bentuk tolong menolong dalam melancarkan
berbagai aktivitas manusia.[3]
B.
Rukun
Dan Syarat Al-Wakalah
Adapun syarat
orang yang diwakili ialah dia mestilah seorang yang cakap bertindak, tidak
boleh seorang yang gila ataupun anak-anak. Berkenaan dengan obyek yang dikuasi disyaratkan mestilah
sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain, seperti jual beli, pemberian
upah, dan sejenisnya, yang memang berada dalam kekuasaan pihak yang memberikan
kuasa. Wakil itu sebagai orang yang diberi amanat untuk bertindak atas nama
pemberi kuasa tentang hal-hal yang diwakilkan kepadanya. Karena ia hanya
berfungsi sebagai pemberi amanat, ia berarti bahwa ia tidak diwajibkan menjamin
sesuatu yang diluar batas, kecuali atas kesengajaan.[4]
Rukun wakalah adalah:
a.
al muwakkil (orang yang mewakilkan/
melimpahkan kekuasaan).
b.
al wakil ( orang yang menerima
perwakilan).
c.
al muwakkal fih (sesuatu yang
diwakilkan).
d.
Sighat ( ucapan serah terima)
Sebuah akad
wakalah dianggap syah apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:[5]
1. Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam wakalah:
Orang yang mewakilnya (muwakkil) syaratnya dia berstatus sebagai pemilik urusan/benda dan menguasainya serta dapat bertindak terhadap harta tersebut dengan dirinya sendiri. Jika muwakkil itu bukan pemiliknya atau bukan orang yang ahli maka batal. Dalam hal ini, maka anak kecil dan orang gila tidak sah menjadi muwakkil karena tidak termasuk orang yang berhak untuk bertindak.
Orang yang mewakilnya (muwakkil) syaratnya dia berstatus sebagai pemilik urusan/benda dan menguasainya serta dapat bertindak terhadap harta tersebut dengan dirinya sendiri. Jika muwakkil itu bukan pemiliknya atau bukan orang yang ahli maka batal. Dalam hal ini, maka anak kecil dan orang gila tidak sah menjadi muwakkil karena tidak termasuk orang yang berhak untuk bertindak.
2. Wakil
(orang yang mewakili) syaratnya ialah orang berakal. Jika ia idiot, gila, atau
belum dewasa maka batal. Tapi menurut Hanafiyah anak kecil yang cerdas (dapat
membedakan mana yang baik dan buruk) sah menjadi wakil alasannya bahwa Amr bin
Sayyidah Ummu Salamah mengawinkan ibunya kepada Rasulullah, saat itu Amr masih
kecil yang belum baligh. Orang yang sudah berstatus sebagai wakil ia tidak
boleh berwakil kepada orang lain kecuali seizin dari muwakkil pertama atau
karena terpaksa seperti pekerjaan yang diwakilkan terlalu benyak sehingga tidak
dapat mengerjakannya sendiri maka boleh berwakil kepada orang lain. Si wakil
tidak wajib untuk menanggung kerusakan barang yang diwakilkan kecuali disengaja
atau cara di luar batas.
3. Muwakkal
fih (sesuatu yang diwakilkan), syaratnya:
·
Pekerjaan/urusan itu dapat diwakilkan
atau digantikan oleh orang lain. Oleh karena itu, tidak sah untuk mewakilkan
untuk mengerjakn ibadah seperti salat, puasa dan membaca al-Qur’an.
·
Pekerjaan itu dimiliki oleh muwakkil
sewaktu akad wakalah. Oleh karena itu, tidak sah berwakil menjual sesuatu yang
belum dimilikinya.
·
Pekerjaan itu diketahui secara jelas.
Maka tidak sah mewakilkan sesuatu yang masih samar seperti “aku jadikan engkau
sebagai wakilku untuk mengawini salah satu anakku”.
4.
Shigat: shigat hendaknya berupa lafal
yang menunjukkan arti “mewakilkan” yang diiringi kerelaan dari muwakkilseperti
“saya wakilkan atau serahkan pekerjaan ini kepada kamu untuk mengerjakan
pekerjaan ini” kemudian diterima oleh wakil. Dalam shigat kabul si wakil tidak
syaratkan artinya seandainya si wakil tidak mengucapkan kabul tetap dianggap
sah.
Beberapa hal
yang menyebabkan wakalah itu menjadi batal dan berakhir:[6]
1. Bila
salah satu pihak yang berakad wakalah itu wafat atau gila.
2. Apabila
maksud yang terkandung dalam wakalah itu sudah selasai pelaksaannya atau
dihentikan maksud pekerjaan tersebut.
3. Di
putuskannya wakalah tersebut oleh salah satu pihak yang berwakalah, baik pihak
pemberi kuasa ataupun pihak yang menerima kuasa.
4. Hilangnya
kekuasaan atau hak pemberi kuasa atas sesuatu objek yang dikuasakan.
C.
Wakalah
Dalam Perbankan
Al-Wakalah dapat
di artikan sebagai pelimpahan kekuasaan seseorang kepada orang lain dalam
menjalankan amanat tertentu. Dalam aplikasi perbankan, bank syariah sebagai
penerima mandat, mendapat kekuasa dari nasabah untuk mewakili urusannya. Bank
syariah (wakil) mendapat kuasa dari nasabah (muwakil) untuk melakukan tugas (taukil)
atas nama pemberi kuasa.
Nasabah dan
investor melakukan kontrak dengan bank syariah untuk melaksanakan suatu
pekerjaan atas permintaan nasabah dan investor. Bank syariah mendapatkan fee atas pekerjaan yang dilakukan.
Beberapa pelayanan jasa yang dapat dilakukan dalam akad al-wakalah antara lain;
transfer, kliring, intercity, clearing,
collection, letter of credit dan payment.[7]
D.
Jenis
Jenis Produk Dalam Al-Wakalah
a. Kiriman
Uang (Transfer)
Bentuk pelayanan
jasa yang diberikan oleh bank atas permintaan nasabah untuk mengirim sejumlah
uang tertentu. Jasa pengiriman uang dapat dilakukan dari satu bank ke bank lainya,
dalam wilayah kliring yang sama, dari satu rekening ke rekening lainnya dalam
bank yang sama, cabang yang sama atau dalam bank yang sama tetapi cabang yang
berbeda.
Kiriman uang
dibedakan menjadi dua:[8]
1. Kiriman
uang dengan nominal kecil
Transfer dengan nominal
kecil yaitu transfer senilai kurang dari Rp 100.000.000,-
2. Kiriman
uang dengan nominal besar
Transfer sejumlah besar
yaitu transfer sebesar Rp 100.000.000,- dan/atau lebih
b. Kliring
Merupakan jasa
perbankan yang diberikan dalam rangka penagihan warkat antar bank yang berasal
dari wilayah kliring yang sama. Menurut Taswan, kliring merupakan sarana atau
cara perhitungan utang piutang dalam bentuk surat berharga atau surat dagang
dari suatu bank peserta yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia atau pihak
lain yang ditunjuk.
Warkat yang
dapat dilakukan dalam transaksi kliring antara lain: cek, bilyet giro, dan
surat berharga lainnya. Warkat merupakan alat pembayaran nontunai yang
diperhitungkan atas beban nasabah dan/atau untuk keuntungan rekening nasabah
bank.
c. Inkaso
Merupakan jasa
penagihan yang diberikan oleh bank terhadap warkat kliring dan/atau surat
berharga yang diterbitkan oleh bank yang berada di luar wilayah kliring. Jasa
inkaso memakan waktu kurang lebih lima hari kerja. Bagi pengusaha yang sering
kali memerlukan dana segera, jangka waktu penagihan melalui transaksi inkaso
dinilai sangat lama. Maka Bank Indonesia memberikan jasa yang dapat
menggantikan inkaso, yaitu intercity kliring.[9]
d. Intercity
clearing
Intercity
clearing atau kliring antarwilayah merupakan sarana penagihan
antar warkat maupun surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berasal dari
luar wilayah kliring. Bila inkaso dapat menghabiskan waktulima hari kerja, akan
tetapi dengan intercity clearing,
hasil penagihan memakan waktu satu hari. Pada dasarnya, intercity clearing merupakan pengganti inkaso. Di dalam intercity clearing, meskipun warkat luar
wilayah dapat ditagih di wilayah dimana warkat disebarkan.
e. Letter
of credit
Letter
of credit dapat didefinisikan sebagai jaminan bersayarat yang
diberikan oleh bank yang menerbitkan L/C (issuing
bank/opening bank) untuk membayar wesel yang ditarik oleh beneficiaru
sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam L/C.
f. Payment
Merupakan
layanan jasa yang diberikan oleh bank dalam melaksanakan pembayaran untuk
kepentingan nasabah. Bank akan mendapat fee atas pelayanan jasa yang diberikan.
Beberapa
pelayanan jasa (payment) yang
diberikan oleh bank:
·
Pembayaran telepon.
·
Pembayaran rekening listrik.
·
Pembayaran pajak.
·
Pembayaran uang kuliah.
·
Pembayaran gaji.
Pembayaran
tersebut dapat dilakukan langsung melalui teller,
malalui ATM, kartu kredit, dan dengan memberikan standing instruction kepada bank. Standing instruction merupakan
surat perintah dari nasabah kepada bank untuk melakukan pembayaran sesuai
dengan tagihan dan/atau lainnya yang berlaku untuk selamanya hingga dicabutnya standing instruction tersebut.[10]
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Wakalah itu berarti perlindungan (al-hifzb), pencakupan (al-kifayah),
tanggungan (al-dhaman), atau
pendelegasian (al-tafwidh), yang di
artikan juga dengan memberikan kuasa atau mewakilkan.
Rukun wakalah adalah:
a.
al muwakkil (orang yang mewakilkan/
melimpahkan kekuasaan).
b.
al wakil ( orang yang menerima
perwakilan).
c.
al muwakkal fih (sesuatu yang
diwakilkan).
d.
Sighat ( ucapan serah terima)
Al-Wakalah
dapat di artikan sebagai pelimpahan kekuasaan seseorang kepada orang lain dalam
menjalankan amanat tertentu. Dalam aplikasi perbankan, bank syariah sebagai
penerima mandat, mendapat kekuasa dari nasabah untuk mewakili urusannya. Bank
syariah (wakil) mendapat kuasa dari nasabah (muwakil) untuk melakukan tugas (taukil)
atas nama pemberi kuasa.
Nasabah
dan investor melakukan kontrak dengan bank syariah untuk melaksanakan suatu
pekerjaan atas permintaan nasabah dan investor. Bank syariah mendapatkan fee atas pekerjaan yang dilakukan.
Beberapa pelayanan jasa yang dapat dilakukan dalam akad al-wakalah antara lain;
transfer, kliring, intercity, clearing,
collection, letter of credit dan payment.
DAFTAR PUSTAKA
Helmi Karim. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta. PT Rajagrafindo
Persada.
Ismail. 2011. Perbankan Syariah. Jakarta. Kencana Prenada Media Grup.
[1] Helmi Karim. Fiqh Muamalah. Jakarta. PT Rajagrafindo
Persada. 2002. Hlm. 19-20
[2] http://misykat.lirboyo.net/konsep-dan-dasar-dasar-al-wakalah/
[3] Helmi karim. opcit. Hlm. 21-24
[5] http://weinarbount.blogspot.com/2013/05/al-wakalah.html
[7] Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta. Kencana Prenada Media Grup. 2011. Hlm.
194-195
[8] Ibid. Hlm. 196
[10] Ibid. Hlm.199-201
No comments:
Post a Comment