KONSEP TASAWUF (FANA’ DAN BAGA’)
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ilmu Tasawuf
Dosen Pengampu: H. Farhan, M.AG.
Di Susun Oleh:
Estu Wulandari 122231061
Fariska Yosi I 122231065
Jamas endarjuna 122231084
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah, Tuhan yang mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.
Atas berkat rahmat dan hidayah-NYA-lah sehingga pemakalah dapat menyelesaikan
makalah ini. Kehadiran makalah ini diharapkan dapat melengkapi tugas Ilmu
Tasawuf. Materi-materi yang disajikan dalam makalah ini, di samping di saring
dari berbagai referensi yang memuat informasi mengenai konsep tasawuf, terutama
yang berkaitan dengan fana dan baqa.
Makalah
tentang konsep tawasuf ini akan menjelaskan tentang pengertian fana dan baqa
yang sesungguhnya. Di harapkan pembaca makalah ini dapat memahami tiap tiap bab
dari makalah ini.
Kami
mengucapkan terima kasih atas kerjasama team yang akhirnya dapat menyelesaikan
makalah ini .
Surakarta,
23 April 2014
Kelompok
5
DAFTAR ISI
COVER
………………………………………………………………… 1
KATA
PENGANTAR …………………………………………………. 2
DAFTAR
ISI …………………………………………………….…….. 3
BAB I.
PENDAHULUAN …………………………………….……… 4
Latar Belakang ………………………………………………… 4
Rumusan Masalah ……………………………………………... 4
Tujuan …………………………………………………………. 4
BAB II.
PEMBAHASAN …………………………………………….. 5
Pengertian fana dan baqa
…….……………………………….. 5
Menurut beberapa tokoh……………………………………….. 6
Tingkatan fana dan baqa ……………………………………… 7
Tujuan dan kedudukan ……….………………………………. 8
Pandangan menurut al-quran …………………………………. 8
BAB
III. PENUTUP ………………………………………………….. 10
Kesimpulan …………………………………………………… 10
Saran Dan Kritik ……………………………………………… 10
DAFTAR
PUSTAKA ………………………………………………… 11
BAB.1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia
tasawuf adalah dunia rasa yang sarat dengan pengalaman spiritual yang
seringkali berada di luar lingkungan rasional. Perlu disadari bahwa sebelum
terjadinya ittihad, seorang sufi telah mengalami fana’ dan baqa’.
Dalam kondisi demikian tentu tidak bisa dipakai ukuran yang bisa digunakan
untuk menilai suatu ekspresi luar biasa (syathahat) yang keluar dari
mulut seseorang yang dalam keadaan sadar. Hanya sangat disayangkan pengalaman
sufistik seperti itu sering terungkap kepada khalayak hingga dipandang sebagai
ucapan yang menyesatkan karena secara lahiriah melanggar prinsip tanzih dalam
ajaran Islam.
Akhlak
Tasawuf merupakan disiplin ilmu murni dalam Islam. Akhlak dan Tasawuf mempunyai
hubungan yang sangat erat. Sebelum bertasawuf, seseorang harus berakhlak
sehingga bisa dikatakan bahwasanya At tashawwufu nihayatul akhlaq
sedangkan al akhlaqu bidayatut tashawwuf. Dalam tasawuf, digunakan
pendekatan suprarasional yaitu dengan intuisi / wijdan.
B. Rumusan Masalah
·
Pengertian Fana dan Baqa?
·
Konsep Fana dan Baqa menurut beberapa
tokoh?
·
Tingkatan-Tingkatan
Fana dan Hikmahnya?
·
Tujuan dan kedudukan Fana serta Baqa?
·
Fana dan Baqa dalam pandangan al-Qur’an?
C. Tujuan
·
Dapat menjelaskan Pengertian Fana dan Baqa.
·
Dapat menjelaskan Konsep Fana dan Baqa menurut beberapa
tokoh.
·
Dapat menjelaskan Tingkatan-Tingkatan
Fana dan Hikmahnya.
·
Dapat menjelaskan Tujuan dan kedudukan Fana serta Baqa
·
Dapat menjelaskan Fana dan Baqa dalam pandangan al-Qur’an.
BAB.2 PEMBAHASAN
A. Pengertian Fana Dan Baqa
Fana (الفناء) artinya hilang, hancur. Fana
adalah proses menghancurkan diri bagi seorang sufi agar dapat bersatu dengan
Tuhan. Sedangkan Baqa (البقاء) artinya tetap, terus hidup. Baqa adalah sifat yang mengiringi
dari proses fana dalam penghancuran diri untuk mencapai ma’rifat. Seorang sufi
untuk ma’rifat harus bisa menghancurkan diri terlebih dahulu, dan proses
penghancuran diri inilah di dalam tasawuf disebut “Fana” yang diiringi oleh
“Baqa”.[1]
Bagi sufi, Fana adalah tidak
dikenalinya, sifat-sifat seseorang oleh yang bersangkutan sendiri; dan Baqa
adalah pengenalan hal serupa sebagai sifat Tuhan, di dalam Fana, abdi tidak
memiliki kesadaran tentang dirinya, artinya, bagi dirinya sendiri yang
bersangkutan merasa ada; tetapi hanya menyadari sekedar sebagai “yang
mewujudkan, yang diwujudkan, dan perwujudan”.[2]
Dalam
Al Risalatul Qusyairiyaha dinyatakan bahwa Fana adalah menghilangkan
sifat-sifat yang tercela dan Baqa artinya mendirikan sifat-sifat yang terpuji.
Barang siapa yang menghilangkan sifat tercela maka timbullah sifat yang
terpuji. Jika sifat tercela menguasai diri maka tertutuplah sifat yang terpuji
bagi seseorang.[3]
Dari
segi bahasa Al-Fana berarti hilangnya wujud sesuatu, sedangkan Fana menurut
kalangan sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau
dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri. Menurut pendapat lain Fana
berarti bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan dan
dapat pula berarti hilangnya sifat-sifat yang tercela.[4]
B.
Fana Dan Baqa Menurut Para
Tokoh
1)
Al-Qusyairi
Fana adalah gugurnya sifat-sifat tercela, sedangkan Baqa
adalah berdirinya sifat-sifat terpuji.
2)
Junaid al-Baghdadi
Tauhid bisa dicapai dengan membuat diri Fana dari dirinya
sendiri dan alam sekitarnya, sehingga keinginannya dikendalikan oleh Allah.
3)
Ibnu Al Farabi
Fana dalam pengertian mistik adalah hilangnya
ketidaktahuan dan Baqa pengetahuan yang pasti/ sejati yang diperoleh dengan
intuisi mengenai kesatuan esensial dari keseluruhan ini.
Fana dalam pengertian metafisika adalah hilangnya
bentuk-bentuk dunia fenomena dan berlanjutnya substansi universal yang tunggal.
Hal ini ia simpulkan dengan hilangnya sesuatu bentuk pada saat Tuhan
memanifestasikan (tajalli)
diri-Nya dalam bentuk lain.
4)
Abu Bakar M. Kalabadzi
Fana adalah suatu keadaan yang di dalamnya seluruh hasrat
atau keinginan luruh dan hancur darinya, sehingga para Sufi tidak mengalami
perasaan apa-apa, dan kehilangan kemampuan membedakan. Dia telah luruh dari
segala sesuatu, dan sepenuhnya terserap pada suatu yang menyebabkan dia luruh.
Baqa mengandung arti bahwa para Sufi itu meluruh dari sesuatu yang menjadi
miliknya.[5]
5) Abu Sa’id al-Kharraz
Tanda keluruhan sang Sufi adalah keluruhannya dari hasratnya akan dunia ini
dan dunia nanti, kecuali hasratnya akan Tuhan.
6) Abu al-Qasim Faris
Keluruhan adalah keadaan seseorang yang tidak menyaksikan sifatnya sendiri,
tapi menyaksikannya sebagai disembunyikan oleh Dia yang membuat sifat itu
lenyap. Keluruhan sifat manusia jangan ditafsirkan sebagai tidak ada, tetapi
tafsirkan bahwa sifat itu tertutup oleh suatu kesenangan yang menggantikan
realisasi rasa sakit.
Proses penghancuran diri (Fana) tidak dapat dipisahkan dari Baqa (tetap,
terus hidup), maksudnya adalah apabila proses penghilangan suatu sifat
(Maksiat) dari dalam sifat manusia , maka yang muncul kemudian adalah sifat
yang lainya (Taqwa) yang ada pada manusia.[6]
C.
Tingkatan-Tingkatan Fana dan Hikmahnya
Tingkat I. Fana Fi af-alillah
Fana pada tingkat pertama ini, seseorang telah mulai
dalam situasi dimana akal pikiran mulai tidak berjalan lagi, melainkan terjadi
sebagai “ilham” tiba-tiba Nur Ilahy terbit dalam hati sanubari muhadara
atau kehadiran hati beserta Allah dalam situasi mana, gerak dan diam telah
lenyap menjadi gerak dan diamnya Allah.
Tingkat II. Fana Fissifat
Fana pada tingkat II ini, seseorang mulai dalam situasi
putusnya diri dari Alma Indrawi dan mulai lenyapnya segala sifat kebendaan,
artinya dalam situasi menafikan diri dan meng-isbatkan sifat Allah, memfanakan
sifat-sifat diri kedalam kebaqaan Allah yang mempunyai sifat sempurna.
Tingkat III. Fana Fil-Asma
Fana
pada tingkat III ini, seseorang telah dalam situasi fananya segala sifat-sifat
keisanannya. Lenyap dari Alam wujud yang gelap ini, masuk kedalam Alam ghaib
atau yang penuh dengan Nur Cahaya.
Tingkat IV. Fana Fizzat
Fana pada tingkat IV ini, seorang telah beroleh perasaan
bathin pada suatu keadaan yang tak berisi, tiada lagi kanan dan kiri, tiada lagi
muka dan belakang, tiada lagi atas dan bawah, pada ruang yang tak terbatas
tidak bertepi. Dia telah lenyap dari dirinya sama sekali, dalam keadaan mana
hanya dalam kebaqaan Allah semata-mata. Dapat disimpulkan bahwa segala-galanya
telah hancur lebur, kecuali wujud yang mutlak.
Sebagai kesimpulan yang dapat diambil tentang pengertian “Fana”
ilah membersihkan diri lahir batin, memfanakan segala penyerupaan-penyerupaan
Allah dari segala sifat-sifat kekurangan dan kebaharuan.
Hikmah “fana” adalah :[7]
- Pentauhidan Tuhan semurni-murninya dalam arti, tiada wujud yang mutlaq melahirkan Allah.
- Pengenalan Tuhan semurni-murninya, tidak sekedar dengan pengakuan adanya dan satunya saja dengan ucapan kalimah syahadat, tidak sekedar dalil atau pendapat dengan jalan akal pikiran saja, tetapi kita mengenal Tuhan dalam arti “Makrifah”.
D.
Tujuan Dan Kedudukan Fana
Dan Baqa
Setelah mengetahui pengertian Fana dan Baqa, perlu diketahui tujuan Fana
dan Baqa adalah mencapai penyatuan secara ruhaniyah dan bathiniyiah dengan Tuhan
sehingga yang disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya.
Sedangkan kedudukan Fana dan Baqa merupakan hal,
karena hal yang demikian itu terjadi terus menerus dan juga karena
dilimpahkan oleh Tuhan. Fana merupakan keadaan dimana seseorang hanya menyadari
kehadiran Tuhan dalam dirinya, dan kelihatannya lebih merupakan alat, jembatan
atau maqam menuju ittihad (penyatuan Rohani dengan Tuhan). Tatkala Fana
dan Baqa berjalan selaras dan sesuai dengan fungsinya maka seorang Sufi merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan yang mencintai dan dicintai
telah menjadi satu.[8]
E.
Fana Dan Baqa Pandangan
Al-Quran
Fana dan Baqa merupakan jalan menuju
Tuhan, hal ini sejalan dengan firman Allah “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.”( Q. S.
Al-Kahfi: 110)
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Allah swt. telah
memberi peluang kepada manusia untuk bersatu dengan Tuhan secara rohaniyah atau
bathiniyah, yang caranya antara lain dengan beramal shaleh, dan beribadat
semata-mata karena Allah, menghilangkan sifat-sifat dan akhlak buruk (Fana),
meninggalkan dosa dan maksiat, dan kemudian menghias diri dengan sifat-sifat
Allah, yang kemudian ini tercakup dalam konsep Fana dan Baqa, hal ini juga dapat dipahami dari “Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan
tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Q. S.
Al-Rahman: 26-27).
Pada zaman Rasulullah SAW. Kaum Muslimin sentiasa mengharapkan kedatangan wahyu untuk memberi
petunjuk, bimbingan dan teguran. Karena dahulu tiap kali turun Wahyu kepada
Rasulullah SAW, maka yang terjadi adalah sebuah perubahan pada dirinya serta
suasana disekelilingnya. Mereka fana di dalam wahyu hingga tidak
akan ada perkataan yang menguasai mereka melebihi perkataan Allah SWT. Mereka baqa’ di
dalam perintah wahyu yaitu
kehambaan kepada Allah SWT hingga tidak akan ada yang menguasai mereka
melainkan peraturan Allah SWT. Itulah umat Nabi Muhammad SAW. yang fana dalam wahyu dan baqa dalam
ubudiah (kehambaan).[9]
BAB.3 PENUTUP
Kesimpulan
Fana adalah proses menghancurkan diri bagi seorang sufi
agar dapat bersatu dengan Tuhan. Sedangkan Baqa adalah sifat yang mengiringi
dari proses fana dalam penghancuran diri untuk mencapai ma’rifat. Secara
singkat, Fana adalah gugurnya sifat-sifat tercela, sedangkan Baqa adalah
berdirinya sifat-sifat terpuji. Adapun tujuan Fana dan Baqa adalah mencapai
penyatuan secara ruhaniyah dan bathiniyiah dengan Tuhan sehingga yang
disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya. Sedangkan kedudukan Fana dan Baqa
merupakan hal. Dalam sejarah tasawuf, Sufi yang pertama kali
memperkenalkan paham Fana dan Baqa adalah Abu Yazid al-Bustami.
Dalam Al Risalatul Qusyairiyaha dinyatakan bahwa Fana
adalah menghilangkan sifat-sifat yang tercela dan Baqa artinya mendirikan
sifat-sifat yang terpuji. Barang siapa yang menghilangkan sifat tercela maka
timbullah sifat yang terpuji. Jika sifat tercela menguasai diri maka
tertutuplah sifat yang terpuji bagi seseorang
Kritik dan saran
Makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna maka pemakalah harapkan
rekan-rekan maupun dosen memberi Kritik dan saran agar pemakalah dapat
membenahi kekurangan-kekurangan isi makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Khan Sahib
Khaya. 1987. Cakrawala Tasawuf.
Jakarta. CV Rajawali
Sumber
internet:
[1]
http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/21/fana-dan-baqa/
[2]
Khan Sahib Khaya. Cakrawala Tasawuf.
Jakarta. CV. Rajawali.. 1987. Hlm. 91
[3]
http://www.makalahmahasiswa.com/2012/05/fana-dan-baqa-dalama-kajian-tasawuf.html
[4]
http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/21/fana-dan-baqa/
[5]
http://www.makalahmahasiswa.com/2012/05/fana-dan-baqa-dalama-kajian-tasawuf.html
[6]
http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/21/fana-dan-baqa/
[7]
http://aufapunk.blogspot.com/2011/10/fana-dan-baqa.html
[8]
http://www.makalahmahasiswa.com/2012/05/fana-dan-baqa-dalama-kajian-tasawuf.html
[9]
http://abdullahhabib.blogspot.com/2013/04/fana-wal-baqa-fi-al-tasawuf.html
No comments:
Post a Comment