PERDAGANGAN BEBAS DAN
EKONOMI ISLAM
Perdagangan bebas
adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada Harmonized Commodity
Description and Coding System (HS) dengan ketentuan dari World Customs
Organization yang berpusat di Brussels, Belgia, berupa penjualan produk antar
negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya, seperti
kuota, muatan lokal, peraturan administrasi dan peraturan antidumping.
Pasar bebas pada dasarnya adalah agenda utama dari
liberalisasi ekonomi. Paham ini sepenuhnya menyerahkan kegiatan perekonomian
kepada individu dan mekanisme pasar yang ada. Dalam hal ini peran pemerintah
menjadi tidak berarti dalam sektor ekonomi yang dijalankan. Tujuannya untuk
menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan antarnegara dan untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya. Motif mencari keuntungan merupakan ide lain
dari kapitalisme. Sistem ekonomi kapitalis dipengaruhi oleh
semangat mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dengan sumber daya yang
terbatas. Usaha kapitalis ini didukung oleh nilai-nilai kebebasan untuk
memenuhi kebutuhan. Perdagangan bebas akan menciptakan
ketergantungan ekonomi sebuah negara terhadap negara asing. Selanjutnya
ketergantungan akan melahirkan penjajahan baru, imperialisme ekonomi.
Liberalisasi
perdagangan adalah alat negara-negara maju untuk membuka pasar untuk
produk-produk manufaktur dan investasi negara-negara maju di negara-negara
berkembang. Kebijakan ini tidak hanya memperlemah perekonomian dalam negeri,
akibat tidak bisa bersaingnya produk-produk dalam negeri dengan produk-produk
impor, tetapi juga akan melarikan kekayaan negara-negara berkembang ke
negara-negara maju (efek dependensia). Negara-negara berkembang akan terus
menjadi konsumen utama dari komoditas dan investasi negara-negara maju.
Akibatnya, negara-negara berkembang semakin sulit membangun fondasi ekonomi
yang tangguh, akibat ketergantungan yang besar terhadap negara-negara industri.
Dengan demikian, negara berkembang tidak akan pernah bergeser menjadi negara
industri yang kuat dan berpengaruh.
Sony Warsono bin Hardono, menjelaskan bahwa ekonomi Islam
berlandaskan pada beberapa prinsip. Pertama,
kejujuran (Ash-Shidq). Kejujuran
adalah ruh dari ekonomi syariah. Kejujuran menjadi bukti adanya kometmen akan
pentingnya perkataan, tindakan dan semua yang terkait dengan perikatan dalam
sistem ekonomi syari’ah. Kedua, kesetaraan (Al-Musawah).
Prinsip kesetaraan menegaskan bahwa setiap pihak berada pada posisi yang sama
dalam mu’amalat. Ketiga, keadilan dan kebenaran (Al-‘adhilah). Keadilan dan kebenaran
sangat penting karena ketiadaan rasa keadilan akan mempengaruhi hasil dari
transaksi tersebut. Dalam hal perdagangan bebas, ekonomi Islam menawarkan
solusi alternatif atas ketidakadilan sistem pasar bebas dalam sistem
kapitalisme. Kehadiran ekonomi Islam akan lebih memberikan keadilan bagi
masyarakat karena prinsip dasar dalam ekonomi Islam adalah keadilan (al-‘adhilah).
Sesunguhnya Islam telah menawarkan kepada umat suatu sistem
ekonomi yang dapat membangun kemandirian negara sekaligus menjamin
berkembangnya industri-industri dalam negeri serta sektor ekonomi lainnya.
Sistem Ekonomi Islam mengatur kepemilikan individu, kepemilikan negara dan
kepemilikan umum. Kewajiban negara adalah memastikan tersedianya bahan baku,
energi, modal dan pembinaan terhadap pelaku ekonomi rakyatnya.
Dilihat dari sudut
pandang Islam, praktik perdagangan bebas ini sangat bertentangan dengan Islam
dilihat dari segi:
1. Dengan
diserahkannya urusan perdagangan pada mekanisme pasar, berarti peran negara dan
pemerintah hilang. Padahal menurut Islam negaralah yang wajib berperan dan
bertanggung jawab terhadap seluruh urusan rakyatnya, termasuk urusan
perdagangan.
2. Perdagangan
bebas, di mana seluruh pelaku bisnis bisa bermain di dalam pasar domestik tanpa
hambatan, tanpa lagi dilihat apakah pemain tersebut berasal dari negara kafir
yang memerangi Islam (darul harbi fi’lan) atau tidak, juga jelas bertentangan
dengan Islam. Sebab, hukum perdagangan internasional menurut Islam dilihat dari
sisi kewarganegaraan pelakunya. Berbeda dengan Kapitalisme yang menilai dari
sudut komoditasnya. Menurut Islam, perjanjian perdagangan dengan darul harbi
fi’lan seperti AS dan Israel serta sekutu-sekutunya adalah haram.
3. Tujuan
utama dari kebijakan liberalisasi perdagangan tidak lain agar negara-negara
berkembang di seluruh dunia dapat membuka pasar mereka terhadap barang dan
investasi negara-negara maju (kafir) yang memiliki keuanggulan atas
negara-negara berkembang. Akibatnya negara-negara berkembang akan terus menjadi
konsumen utama dari komoditas dan investasi negara-negara maju. Di sisi lain
kebijakan tersebut membuat negara-negara berkembang semakin sulit dalam
membangun fondasi ekonomi yang tangguh sebab mereka terus bergantung kepada
negara-negara industri. Dengan demikian mereka tidak akan pernah bergeser
menjadi negara industri yang kuat dan berpengaruh.
4. Membolehkan perdagangan bebas dengan
alasan sejalan dengan Islam, karena adanya larangan Islam terhadap penarikan cukai
(al-maks) atas barang import milik warga negara Islam, tidak dapat dibenarkan.
Hal ini karena perdagangan bebas asasnya adalah kapitalisme. Sementara Islam
mengharamkan berbagai hadharah yang tidak bersumber dari aqidah Islam meski
bisa jadi ada kemiripan.
5. Seluruh barang yang halal pada
dasarnya dapat diperniagakan ke negara lain. Meski demikian ekspor komoditas
tertentu dapat dilarang oleh khalifah jika menurut ijtihadnya bisa memberikan
dharar bagi negara Islam. Misalnya ekspor senjata atau bahan-bahan yang bisa
memperkuat persenjataan negara luar, seperti uranium, dll. Sebab, komoditas
semacam ini bisa memperkuat negara luar untuk melakukan perlawanan kepada
negara Islam. Khalifah juga boleh melarang ekspor komiditas tertentu yang
jumlahnya terbatas dan sangat dibutuhkan di dalam negeri, sehingga kebutuhan
dalam negeri bisa terpenuhi.
Perjanjian perdagangan bebas seperti ACFTA merupakan bentuk
penghianatan terhadap rakyat yang seharusnya dilindungi dari ketidakberdayaan
ekonomi. Dengan perjanjian tersebut, sengaja atau tidak, Pemerintah telah
membunuh usaha dan industri dalam negeri baik skala besar apalagi skala kecil,
yang tentu akan berdampak pada makin meningkatnya angka pengangguran, sehingga
sudah seharusnya pemerintah membatalkan.
Negara juga wajib mengatur ekspor dan impor barang sehingga betul-betul
bisa mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat. Impor seharusnya hanya terbatas
pada barang-barang yang bisa memperkuat industri di dalam negeri. Semua itu
dilakukan antara lain dalam melindungi berbagai kepentingan masyarakat. Sebab,
kewajiban negaralah untuk menjadi pelindung bagi rakyatnya.
KESIMPULAN:
Dalam hal perdagangan bebas, ekonomi
Islam menawarkan solusi alternatif atas ketidakadilan sistem pasar bebas dalam
sistem kapitalisme. Kehadiran ekonomi Islam akan lebih memberikan keadilan bagi
masyarakat karena prinsip dasar dalam ekonomi Islam adalah keadilan (al-‘adhilah).
Perdagangan bebas itu tidak baik
sebab hanya Negara-negara yang maju saja yang akan menguasai pasar dan Negara berkembang
akan menjadi Negara yang ketergantungan terhadap komoditas Negara maju.
Mayoritas Negara adikuasa perdagangan bebas adalah AS, Israel dll yang
mayoritas kaum kafir, sehingga Negara islam haram hukunya di kuasai oleh kaum
kafir.
No comments:
Post a Comment