MODEL
PERADILAN DI INDONESIA
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum Dan Abritase Bank Syariah
Dosen
Pengampu: Helmi Haris, S.H.I,M.S.I
Di
Susun Oleh:
Dila
Mei A 122231047
Estu
Wulandari 122231061
Faridha
Nur. A 122231064
Fariska
Yosi I 122231065
JURUSAN
PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS
EKONOMIKA DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI SURAKATRA
2014
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah, Tuhan yang mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya. Atas berkat rahmat dan hidayah-NYA-lah sehingga pemakalah dapat
menyelesaikan makalah ini. Kehadiran makalah ini diharapkan dapat melengkapi
tugas Aspek Hukum Dan Abritase Bank Syariah. Materi-materi yang disajikan dalam
makalah ini, di samping di saring dari berbagai referensi yang memuat informasi
mengenai model atau sususan peradilan di tanah air, terutama yang berkaitan
dengan model peradilan di Indonesia dan bank syariah.
Makalah tentang model peradilan ini
akan menjelaskan tentang pengertian peradilan dan jenis-jenis peradilan di
Indonesia. Di harapkan pembaca makalah ini dapat memahami susunan sekaligus
fungsi-fungsi dari jenis-jenis model peradilan di indonesia.
Kami mengucapkan terima kasih atas
kerjasama team yang akhirnya dapat menyelesaikan makalah ini .
Surakarta,
06 April 2014
Kelompok
3
DAFTAR
ISI
COVER
………………………………………………………………… 1
KATA PENGANTAR
…………………………………………………. 2
DAFTAR ISI
…………………………………………………….…….. 3
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………….……… 4
Latar Belakang
………………………………………………… 4
Rumusan Masalah
……………………………………………... 5
Tujuan
…………………………………………………………. 5
BAB II. PEMBAHASAN …………………………………………….. 6
Pengertian
Peradilan ………………………………………….. 6
Budaya
hokum Indonesia…………………………………….. 7
Susunan
Peradilan Di Indonesia ……………………………… 8
Skema
Peradilan ………………………………………………. 11
BAB III.
PENUTUP ………………………………………………….. 12
Kesimpulan
…………………………………………………… 14
Saran
Dan Kritik ……………………………………………… 14
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………… 15
BAB.1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Peradilan Agama adalah peradilan
perdata sedangkan Peradilan Umum adalah juga peradilan perdata di samping
peradilan pidana. Jadi, dilihat dari segi asas-asas hukum acara, tentulah ada
prinsip-prinsip kesamaannya secara umum di samping secara khusus tentu ada pula
perbedaan antara hukum acara perdata peradilan umum dan hukum acara perdata
peradilan agama.
Hukum acara perdata itu sebenernya
mempunyai dua unsure (objek) yang diaturnya, yaitu: (1) orang yang maju
bertindak ke muka pengadilan karena terjadinya pelanggaran atau peristiwa
perdata yang perlu ditertibkan kembali, (2) pengadilan itu sendiri, yang akan
menertibkan kembali hukum perdata yang telah dilanggar di maksud.
Untuk mempermudah pemahaman, orang
cenderung melakukan klasifikasi terhadap berbagai objek pengamatan. Demikian
pula ketika orang mempelajari hukum sebagai objek. Terdapat pengklasifikasian
klasik oleh Ulpianus, seorang filsuf Yunani, yang membagi hukum menurut ranah
pengaturannya, yaitu hukum publik dan hukum privat.
Hukum publik, ialah hukum yang mengatur
hubungan antara orang dengan masyarakat (negara), antar organ negara dan antara
negara dengan negara atau organisasi internasional. Termasuk ke dalam hukum
publik ini adalah: hukum pidana, hukum tata negara, hukum administrasi dan
hukum internasional publik.
Hukum privat, ialah hukum yang mengatur
hubungan antara orang/ badan hukum dengan orang/ badan hukum lain baik mereka
itu tunduk pada hukum negara yang sama ataupun berlainan. Hukum privat memiliki
karakteristik pribadi, dalam arti — Termasuk ke dalam hukum privat ini adalah:
hukum perdata, hukum dagang dan hukum internasional privat.
B.
RUMUSAN MASALAH
a.
Bagaimana pengertian peradilan?
b.
Bagaimana budaya hukum di Indonesia?
c.
Bagaimana susunan peradilan di Indonesia?
d.
Bagaimana skema system peradilan di Indonesia?
C.
TUJUAN
a.
Dapat menjelaskan pengertian peradilan.
b.
Dapat menjelaskan budaya hukum di Indonesia.
c.
Dapat menjelaskan susunan peradilan di
Indonesia.
d.
Dapat menjelaskan skema system peradilan di
Indonesia.
BAB.2 PEMBAHASAAN
A.
Pengertian Peradilan
Pengadilan adalah
badan hukum atau institusi resmi yang melaksanakan system peradilan berupa
memeriksa, mengadili, dan memuruskan perkara. Sedangkan Peradilan adalah segala
sesuatu atau sebuah proses yang di jalankan di pengadilan yang berhubungan
dengan tugas memeriksa, memutuskan dan mengadili perkara dengan menerapkan
hukum dan/atau menemukan hukum “in
concreto”(hakim yang menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata
yang di hadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk mempertahankan dan
menjamin ditaatinya hukum materiil, dengan menggunakan cara procedural yang
ditetapkan oleh hukum formal. Peradilan adalah sebuah proses dalam rangka
menegakkan hukum dan keadilan atau suatu proses mencari keadilan itu sendiri.[1]
Sistem peradilan
Indonesia dapat di artikan sebagai suatu susunan yang teratur dan saling
berhubungan, yang berkaitan dengan kegiatan pemeriksaan dan pemutusan perkara
yang dilakukan oleh pengadilan, baik itu pengadilan yang berada di lingkungan
peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, maupun peradilan tatausaha
Negara,yang didasari oleh pandangan, teori dan asas-asas di bidang peradilan
yang berlaku di Indonesia. Peradilan yang di selenggarakan di Indonesia merupakan
suatu system yang ada hubunganya satu sama lain, peradilan/pengadilan yang lain
tidak berdiri sendiri, melainkan saling berhubungan dan puncaknya pada Mahkamah
Agung.[2]
B.
Budaya
Hukum Indonesia
Sebagai salah satu contoh, dalam hal ini
penyelesaian sengketa, Indonesia memiliki pola tersendiri sebagaimana
diungkapkan oleh Daniel S. Lev. Ia menyatakan bahwa budaya hukum Indonesia
dalam cara penyelesaian konflik mempunyai karakteristik sendiri yang disebabkan
oleh nilai-nilai tertentu. Kompromi dan perdamaian merupakan nilai-nilai yang
mendapat dukungan kuat dari masyarakat, nilai-nilai tersebut cenderung untuk
memberikan tekanan pada hubungan personal,serta penghindaran terhadap
sengketa-sengketa. Oleh karena itu, pikiran mengenai pengembangan konflik dan
penyelesaiannya tidak mendapat dukungan yang cukup. Mempertahankan perdamaian
merupakan suatu usaha terpuji, sehingga dalam menghadapi konflik terwujud dalam
bentuk, pendekatan lunak.
Disisi lain terjadinya ethnic fighting
yang sering terjadi menunjukkan bahwa budaya orang Indonesia akan berupaya
merendam asa dalam stabilitas semu, sehingga apabila sampai pada titik yang
tidakterkendali akan menjadi letupan dahsyat, dalam bentuk tindak ananarkis dan
hukum sama sekali tidak berfungsi. Sejumlah kasus ethnic fighting
seperti Dayak Madura, Pribumi dan Non-Pri, kasus Ambon serta daerah lainnya.
Dengan kata lain, pemupukan solidaritas komunal disertai fanatisme sempit maka
terjadilah main hakim sendiri.[3]
Sistem peradilan di suatu negara masing-masing
dipengaruhi oleh sistem hukum yang dianut oleh negara tersebut. Menurut Eric L.
Richard, sistem hukum utama di dunia adalah sebagai berikut :
1.
Civil Law, hukum sipil berdasarkan kode sipil
yang terkodifikasi. Sistem ini berasal dari hukum Romawi (Roman Law) yang
dipraktekkan oleh negara-negara Eropa Kontinental, termasuk bekas jajahannya.
2.
Common Law, hukum yang berdasarkan custom,
kebiasaaan berdasarkan preseden atau judge made law. Sistem ini dipraktekkan di
negara-negara Anglo Saxon, seperti Inggris dan Amerika Serikat.
3.
Islamic Law, hukum yang berdasarkan syariah
Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits.
4.
Socialist Law, sistem hukum yang dipraktekkan
di negara-negara sosialis.
5.
Sub-Saharan Africa Law, sistem hukum yang
dipraktekkan di negara Afrika yang berada di sebelah selatan Gunung Sahara.
6.
Far Fast
Law, sistem hukum Timur jauh – merupakan
sistem hukum uang kompleks yang merupakan perpaduan antara sistem Civil Law,
Common Law, dan Hukum Islam sebagai basis fundamental masyarakat.[4]
C. Susunan
Badan Peradilan di Indonesia
UUD 1945 menyebut “Badan Peradilan” dengan
“Kekuasaan Kehakiman” atau “ Badan Kehakiman”, ketiganya sama maksudnya dan searti.kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan:
1. Peradilan
Umum
2. Peradilan
Agama
3. Peradilan
Militer
4. Peradilan
Tata Usaha Negara
Menurut pasal 10 ayat (2) dan
(11) ayat (2) dari UU tersebut, Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negera
Tertinggi dan ia mempunyai organisasi, administrasi dan keuangan tersendiri.
Oleh karena masing-masing lingkungan peradilan tersebut terdiri dari pengadilan
tingkat pertama dan tingkat banding, yang semuanya berpuncak ke Mahkamah Agung (di
bidang teknis fungsional yudikatif), artinya di bidang memeriksa dan mengadili
perkara, maka susunan badan-badan Peradilan di Indonesia adalah sebagai berikut:[5]
1.
Lingkungan Peradilan Umum adalah Pengadilan
Negeri (disingkat PN), Pengadilan Tinggi (disingkat PT), dan Mahkamah Agung (disingkat
MA).
2.
Lingkungan Peradilan Agama adalah Pengadilan
Agama (disingkat PA), Pengadilan Tinggi Agama (disingkat PTA), dan Mahkamah
Agung.
3.
Lingkungan Peradilan Militer adalah Mahkamah
Militer (disingkat mahmil), Mahkamah Militer Tinggi (disingkat mahmilti) dan
Mahkamah Militer Agung (disingkat Mahmilgung) yakni pada Mahkamah Aung.
4.
Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adalah
Pengadilan Tata Usaha Negara (disingkat PTUN), Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara (disingkat PTTUN) dan Mahkamah Agung.
PN,
PA, Mahmil dan PTUN disebut Pengadilan tingkat pertama karena ia adalah
pegadilan sehari-hari yang pertama kali menerima, memeriksa, mengadili dan
menyelesaikan perkara pada lingkungannya masing-masing.
PT,
PTA, Mahmilti dan PTTUN disebut Pegadilan tingkat banding karena ia menerima
perkara bandingan yang berasal dari pengadilan tingkat pertama pada
lingkungannya masing-masing.
Apa
yang diuraikan diatas adalah susunan badan-badan peradilan di bidang
penyelesaian perkara (teknis fungsional yudikatif). Selanjutnya akan diuraikan
susunannya di bidang organisatoris, administratif dan finasial.
Mahkamah
Agung seperti telah disebutkan, ia mempunyai organisasi, administrasi dan
keuangan (finansial) tersendiri, tetapi masing-masing lingkungan dari empat
lingkungan peradilan, maka organisatoris, administratif dan finansialnya berada
dibawah kekuasaan masing-masing departemen yang bersangkutan. Dengan demikian,
susunannya adalah sebagai berikut:
Untuk
lingkungan Peradilan Umum (PN dan PT) ke Departemen Kehakiman, lingkungan
Peradilan Agama (PA dan PTA) ke Departemen Agama, lingkungan Peradilan Militer
(Mahmil dan Mahmilti) ke Departemen Pertahanan dan Keamanan dan ke Panglima
Angkatan Bersenjata (PANGAB), lingkungan Peradilan Tata Usaha Negar (PTUN dan
PTTUN) ke Departemen Kehakiman.
Awal
tahun 1980, nama Badan Peradilan Agama di Indonesia itu terdiri dari tiga
kelompok, yaitu:[6]
1.
Kelompok Peradilan Agama di pulau Jawa Madura
(stbl. 1882-152, jis. 1937-116 dan 610) disebut Pengadilan Agama (terjemah dari
Priesterraad) dan Mhkamah Islam Tinggi (terjemahan dari Hof Voor Islamietische
Zaken).
2.
Kelompok Peradilan Agama di sebagian daerah
Kalimantan Selatan dan Timur (stbl. 1937-638 dan 639) disebut Kerapatan Qadli
(terjemahan dari Kadigerecht) dan Kerapatan Qadli Besar (terjemahan dari Opper
Kadigerecht).
3.
Kelompok Peradilan Agama selin dari 1 dan 2 di
atas (PP Nomor 45 tahun 1957) disebut Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’yiah dan
Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’yiah Provinsi.
Sebutan
yang beraneka ragam itu dengan keputusan dengan menteri Agama (H.Alamsyah Ratu
Negara) Nomor 6 tahun 1980 tanggal 28 januari 1980 diseragamkan menjadi
Pengadilan Agama (untuk tingkat pertama) dan Pengadilan Tinggi Agama (untuk
tingkat banding), tetapi tidak menyeramkan kompetensinya, sebab keputusan Menteri
tidak cukup kuat untuk mengubah kompetensi Peradilan Agama yang dulunya diatur
dengan Ordonantie atau PP Sebutan ini nantinya, diambil over dalam UU Nomor 7
tahun 1989.
D.
Skema
Sistem Peradilan di Indonesia[7]
Keretangan:
1.
PTA -Pengadilan
Tinggi Agama
2.
PT -Pengadilan
Tinggi
3.
PTTUN -Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara
4.
Mahmilti -Mahkamah
militer tinggi
5.
PA -Pengadilan
Agama
6.
PN -Pengadilan
Negeri
7.
PTUN -Pengadilan
Tata Usaha Negara
8.
Mahmil -Mahkamah
Militer
9.
Dept -Departemen
10. Hankam -Pertahanan Dan Keamanan
11. PANGAB -Panglima Angkata Bersenjata
Hubungan ke mahkamah Agung adalah di bidang teknis fungsional
yudikatif.
Hubungan ke departemen adalah di bidang organisator, administrative dab
financisal.
Setiap
lingkungan peradilan memiliki kompetensi absolut masing-masing. Kompetensi
absolut tersebut menentukan yurisdiksi perkara yang dapat diadili oleh
masing-masing lingkungan peradilan.
Lingkungan
Peradilan Umum (yang dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi)
memiliki kompetensi atau kewenangan untuk memeriksa dan mengadili
perkara-perkara pidana dan perdata umum. Di samping itu dalam lingkungan
Peradilan Umum terdapat pula pengadilan yang memiliki kompetensi khusus, yaitu:
·
Pengadilan Niaga, dengan kompetensi memeriksa
dan mengadili perkara-perkara kepailitan, penundaan kewajiban pembayaran utang
dan sengketa Hak Kekayaan Intelektual;
·
Pengadilan Hubungan Industrial, dengan
kompetensi memeriksa dan mengadili perselisihan hubungan industrial (sengketa
perburuhan);
·
Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM), dengan
kompetensi memeriksa dan mengadili perkara-perkara pelanggaran HAM berat;
·
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dengan
kompetensi memeriksa dan mengadili perkara-perkara tindak pidana korupsi yang
disidik dan dituntut oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
·
Pengadilan anak ( UU no.3 tahun 1997)
·
Pengadilan pajak ( UU no.14 tahun 2002)[8]
Lingkungan
Peradilan Agama berdasarkan UU No. 7 Tahun 1989 memiliki kompetensi memeriksa
perkara-perkara talak, gugatan cerai, wasiat, waris dan wakaf bagi mereka yang
beragama Islam. Dalam perkembangannya berdasarkan UU No. 3 Tahun 2006, kompetensi
peradilan agama diperluas meliputi pula zakat, infaq, shadaqah dan segala
sengketa yang timbul dalam hubungan transaksi ekonomi syariah, misalkan
asuransi syariah ataupun transaksi-transaksi perbankan syariah.
Lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara memiliki kompetensi untuk memeriksa dan mengadili
sengketa tata usaha negara yang timbul sebagai akibat diterbitkannya/ tidak
diterbitkannya Keputusan Tata Usaha Negara oleh badan atau pejabat Tata Usaha
Negara. Kewenangan dan struktur badan peradilan Tata Usaha Negara diatur dalam
UU No. 5 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004.
Lingkungan
Peradilan Militer (yang dilaksanakan oleh Mahkamah Militer dan Mahkamah Militer
Tinggi) memiliki kompetensi untuk memeriksa dan mengadili setiap tindak pidana
yang dilakukan oleh warga negara yang masuk dalam dinas kemiliteran. [9]
BAB.3
PENUTUP
KESIMPULAN
Sistem peradilan Indonesia dapat
di artikan sebagai suatu susunan yang teratur dan saling berhubungan, yang
berkaitan dengan kegiatan pemeriksaan dan pemutusan perkara yang dilakukan oleh
pengadilan, baik itu pengadilan yang berada di lingkungan peradilan umum,
peradilan agama, peradilan militer, maupun peradilan tatausaha Negara,yang
didasari oleh pandangan, teori dan asas-asas di bidang peradilan yang berlaku
di Indonesia.
Susunan badan-badan Peradilan di Indonesia adalah
sebagai berikut:
ü
Lingkungan Peradilan Umum adalah Pengadilan
Negeri (disingkat PN), Pengadilan Tinggi (disingkat PT), dan Mahkamah Agung
(disingkat MA).
ü
Lingkungan Peradilan Agama adalah Pengadilan
Agama (disingkat PA), Pengadilan Tinggi Agama (disingkat PTA), dan Mahkamah
Agung.
ü
Lingkungan Peradilan Militer adalah Mahkamah
Militer (disingkat mahmil), Mahkamah Militer Tinggi (disingkat mahmilti) dan
Mahkamah Militer Agung (disingkat Mahmilgung) yakni pada Mahkamah Aung.
ü
Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adalah
Pengadilan Tata Usaha Negara (disingkat PTUN), Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara (disingkat PTTUN) dan Mahkamah Agung.
SARAN DAN
KRITIK
Makalah ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna maka pemakalah harapkan rekan-rekan maupun dosen memberi
Kritik dan saran agar pemakalah dapat membenahi kekurangan-kekurangan isi
makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Roihan A.
Rasyid. 2013. Hukum Acara Peradilan Agama.
Jakarta. Rajawali Pers.
Ade Maman
Suherman. 2004. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum. Jakarta.PT Raja
Grafindo Persada.
Sumber
internet:
·
Hitamandbiru.blogspot.com/2012/07/system-peradilan-di-indonesia.html?m=1
·
Gagasanhukum.wordpress.com/2011/10/03sistem-peradilan-perdata-di-indonesia-bagian-ii/
·
Pn-yogjakota.go.id/pnyk/info-peradilan/pengertian-peradilan.html
·
Anninda.harid.web.id/?p=352
[1]
Pn-yogjakota.go.id/pnyk/info-peradilan/pengertian-peradilan.html
[2]
Anninda.harid.web.id/?p=352
[3]
Ade Maman Suherman. Sistem Hukum. (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada).Hlm:
16
[5]
Roihan A. Rasyid. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta. Rajawali Pers. 2013.
Hlm.10-11
[6] Ibid.
hlm. 12-18
[7]
Ibid. hlm. 16
[8]
Hitamandbiru.blogspot.com/2012/07/system-peradilan-di-indonesia.html?m=1
[9]
Gagasanhukum.wordpress.com/2011/10/03sistem-peradilan-perdata-di-indonesia-bagian-ii/
No comments:
Post a Comment