MAKALAH
PEMIKIRAN FILSAFAT RENE DESCARTES
SUDAH REVISI
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Umum
DOSEN : Dra.Hj Siti Nulaili
Muhadiyatiningsih,M.Hum
Disusun
Oleh
Nama : Fariska
Yosi Iryanti
Nim : 122231065
Progam Study : Perbankan Syariah (PBS_B)
Jurusan : Ekonomi Islam
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI SURAKATRA
TAHUN
AJARAN 2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah, Tuhan yang mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya. Atas berkat rahmat dan hidayahNYAlah sehingga penulis makalah ini
dapat terselesaikan. Kehadiran makalah ini diharapkan dapat melengkapi tugas
dalam filsafat umum. Materi-materi yang disajikan dalam makalah ini, di saring
dari berbagai referensi yang memuat informasi mengenai seorang filsuf yaitu Rene Descartes, terutama
yang berkaitan dengan pemikiran-pemikirannya.
Makalah tentang pemikiran seorang
filsuf ini akan menjelaskan tentang
kepastian dan keraguan dalam kehidupan. Di harapkan pembaca makalah ini dapat
memahami pemikiran dari Rene Descartes.
Saya mengucapkan terima kasih atas
orang-orang yang mendukungan saya, yang
akhirnya dapat menyelesaikan makalah ini.
Surakarta,
28 April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
PEMBAHASAN 4
SUBTANSI
5
PERTARUNGAN
JIWA DAN TUBUH 6
PENUTUPAN 10
KESEMPULAN
10
DAFTAR PUSTAKA 11
PENDAHULUAN
Rene Descartes adalah filsuf abad modern. Dia lahir pada
tanggal 31 maret 1596 di la haye, provinsi Teuraine, Perancis. Descartes kecil
mendapat nama baptis Rene,ia belajar di Jesuit College La Universitas Poitiers,
tetapi Descartes tidak pernah mempraktikannya. Dari 1616 sampai 1628 ,Descartes
banyak melakukan pengalaman dari satu Negara ke Negara lainnya. Ia masuk dinas
ketentaraan yang berbeda-beda. Descartes menetap di Belanda karna dianggapnya Belanda
lebih menyediakan kebebasan intelektual di bandingkan Negara-negara lainnya[1].
Rene Descartes dianggap sebagai bapak filsafat modern. Kata
bapak di berikan kepada Descartes karna dialah orang pertama pada zaman modern
itu yang membangun filsafat yang berdiri atas keyakinan diri sendiri yang di
hasilkan oleh pengetahuan aqliyah.[2]
Dialah orang pertama diakhir abad pertengahan itu menyusun argumentasi yang
kuat,yang distinct, yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat harus akal, bukan
perasaan, bukan iman, bukan ayat suci, bukan yang lainnya. Filsafat yang di
bawakan Descartes mempunyai corak yang berlawanan dengan corak pada abad
pertengahan Kristen.
Dia mengetahui bahwa tidak mudah meyakinkan tokoh-tokoh
gereja bahwa dasar filsafatlah harus lah rasio. Tokoh-tokoh gereja itu tetap
yakin bahwa dasar filsafat haruslah iman sebagaimana tersirat dalam credo ut intelegian dasi anselmus itu.[3]
PEMBAHASAN
Aliran filsafat yang berasal dari Descartes biasanya di
sebut rasionalisme. Dalam memahami aliran ini, kita harus memperhatikan dua
masalah utama yang keduanya diwarisi dari Descartes. Pertama masalah subtandi, kedua
masalah hubungan antara jiwa dan tubuh.
Pemikiran filsafat Descartes berujung pada kelahiran
rasionalisme ini yang cenderung mengabaikan tuhan dan agama, maka perjalanan
pemikiran filsafati al-Ghazali sama sekali berbeda dengan Descartes. Al-ghazali
sampai pada keyakinan yang kuat akan adanya Tuhan dengan melalui jalan tasawuf yang berpuncak pada ma’rifat, yakni pengetahuan intuitif.[4]
Untuk menyelesaikan kedua masalah tersebut memerlukan
sebuah metode. Dan Descartes sudah mendapatkan metodenya yaitu “dengan menyangsingkan
segala-galanya, dan keragu-raguan(skeptisisme) ini harus meliputi seluruh
pengetahuan yang kita miliki, termasuk juga kebenaran-kebenaran yang sampai
kini kita anggap pasti(misalnya bahwa ada suatu dunia material; bahwa saya
mempunyai tubuh; bahwa Allah ada)“.
A. SUBTANSI
Descartes
kemudian kembali berfikir adakah suatu benda yang tidak dapat di ragukan
keberadaannya? Ia mengajukan yiga hal, yaitu gerak, jumlah, dan besaran
(matematika(ilmu pasti)). Akan tetapi ia kembali ragu, karena ia kadang-kadang
salah ketika menghitung. Dengan demikian, ilmu pasti pun ia ragukan, ia
mengambil kesimpulan bahwa ia ragu karena ia berfikir.[5]
Kemudian ia mengungkapkan “aku yang sedang ragu-ragu menandakan aku sedang berfikir
dan karna aku berfikir, maka aku ada(cogito
ergo sum).
Cogito ergo sum dianggap sebagai fase yang paling penting
dalam filsafat Descartes. Aku yang sedang berfikir adalah suatu substansi yang
seluruh tabiat dan hakikatnya terdiri dari pikiran, dan untuk berada tidak
memerlukan suatu tempat atau sesuatau yang bersifat bendawi. Descartes
berpendapat bahwa dalam diri saya terutama dapat ditemukan tiga ide bawaa. Ketiga
ide sudah ada pada diri saya sejak saya lahir yaitu pemikiran, Allah dan
keluasan.
Substansi
jiwa dan materi
Descartes menyimpulkan bahwa selain dari Allah
ada dua Substansi ,pertama, jiwa yang hakikatnya adalah pemikiran. Kedua materi
yang hakikatnya adalah keluasan.[6]
Descartes
memandang manusia sebagai makhluk dualitas.
Manusia terdiri dua substansi: jiwa dan tubuh .jiwa adalah pemikiran dan tubuh
adalah keluasaan.
B. Pertarungan
Jiwa Dan Tubuh
Rene Descartes adalah seorang filsuf yang
mempunyai obsesi menjawab semua pertanyaan tentang bagaimana ilmu-ilmu
non-matematika bisa memiliki kepastian yang sama dengan hasil-hasil yang diraih
oleh geometri analisis. Dalam hal pertarungan antara jiwa dan tubuh dan jawaban
Descartes adalah : “dengan menerapkan cara berpikir geometris pada seluruh
bidang pengetahuan ,tanpa kecuali “ .[7]
Rene Descartes seorang yang mengadakan
pembalikan atas struktur yang di buat oleh Aristoteles dan para pengikutnya, yaitu fungsi jiwa dipandang
sebagai faktor utama yang bisa menjelaskan seluruh fenomena kehidupan. Ia juga
dengan jelas menolak gagasan Aristoteles tenang jiwa atau pikiran sebagai suatu
yang menggerakan raga.[8]
Akan tetapi dikemudian hari terbukti fungsi jiwa tersebut tidak bisa
menjelaskan dirinya sendiri berdasarkan unit-unit yang lebih besar. Organisme-organisme
hidup misalnya, dipercaya mampu bereproduksi, bergerak dan berfikir karena
mereka memiliki jiwa-jiwa vegetative, hewani dan rasional. Namun analisis mereka
tidak beranjak lebih jauh dari itu.[9]
Pada prinsipnya, Descartes ingin menunjukan
kepada kita jalan menuju kepastian . Jalan itu melalui keraguan-keraguan, yakni
meragukan segala hal, dan kemudian mengambil sebagai aksioma apapun yang
terbukti tidak dapat di ragukan lagi. [10]
Dalam bukunya Diskurus tentang metode karya Descartes menggambarkan awal usaha
filosofisnya untuk meragukan semua hal secara sistematis. Pertama-tama
Descartes berasumsi bahwa segala-galanya bisa diragukan, termasuk kesan-kesan
indrawi yan sangat jelas dan terpilah-pilah, serta sifat dasar dunia fisis yang
dulu dianggap sudah jelas dan pasti.[11]
Descartes berkeyakinan bahwa Descartes dapat
menerima keberadaan dirinya yang sedang befikir dengan aman sebagai prinsip
pertama dari filsafat. Dengan demkian tindakan meragukan tersebut justru
memberikan bukti adanya kepastian yang diinginkan oleh Descartes.[12]
Jiwa, kata Descartes tidak pernah tampak secara
langsung dalam kesadaran kita, seperti halnya pengalaman indrawi. Descartes pun
dinamakan dualis karena pembedaan
yang tajam antara dua subtansi jiwa dan tubuh. Descartes mengatakan banyak
gejala penting yang bukan merupakan hasil dari tubuh atau jiwa semata-mata, melainkan
hasil dari banyak bentuk interaksi yang berbeda di antara kedua subtansi
tersebut. itulah sebabnya system filsafatnya sering disebut dualism interaktif.[13]
Dimana tempat yang paling pas untuk interaksi
tubuh dan jiwa?
Descartes beranggapan antara jiwa dan tubuh
pastilah ada konflik. Konflik - konflik demikian tidak pernah terjadi dalam
jiwa itu sendiri. Melainkan selalu terjadi antara jiwa terhadap tubuh. Bagi
Descartes jiwa adalah terpadu, rasional, dan konsisten tetepi juga terbatas kekuatannya
dalam menghadapi tubuh, yang seringkali sukar dikendalikan. Kalau jiwa
memutuskan menentang tubuh, maka pertarungan akan berlangsung di dalam kelenjar
peneal. Dimana tidak ada satu pihak pun yang di untungkan.[14]
Dengan demikian persaingan atau pertarungan
antara tubuh dan jiwa tidak lain adalah esensi dari kondisi manusia yang
sebernanya. Metode-metode yang dikemukakan merupakan langkah awal lahirnya
pemikiran modern. Descartes hadir untuk
menanamkan dasar filsafat yang baru,yaitu akal. Ia mengungkapkan metodenya yang
terkenal tentang keraguan (Cartesian
doubt) atau yang lebih di kenala dengan cagito Descartes.
Akal yang ia gunakan untuk dasar filsafat, ia
jadikan sebagai titik acuan awal pemikirannya yang di tuangkan dalam
karya-karya besarnya yaitu Rules For The Direction Of The Under Standing pada
tahun 1620 dan 1701, Le Monde tahun
1634,Descouvse On Method tahun 1637, Meditation On Jiust Philoshofy tahun
1641 dan Principles Of Pholoshopy tahun
1644.[15]
Tahap-tahap pemikiran Descartes untuk mencari
kebenaran sejati melalui dengan langkah-langkah yang polos dan jernih. Kemudian,
ia meneliti sejumlah besar pendapat yang keliru (menurutnya), yang umumnya
sudah di sepakati orang. Ia meragukan apa saja. Meragukan kepercayaan, meragukan pendapat yang sudah
berlaku dan lain-lain. Ia berfikir setiap benda yang ia tahu memalui panca
indranya adalah benar-benar di ragukan keberadaannya. Bahkan ia meragukan
apakah tangan dan tubuh itu adalah miliknya.[16]
Menurut Descartes ada 4 keadaan yaitu (mimpi,
halusinasi, ilusi ,roh halus) juga dalam jaga ada sesuatu yang muncul. Yang
selalu muncul adalah gerak, jumlah dan volume. Kemudian dia juga ragu, yang
ketiga macam itu adalah matematika. Dan matematika dapat salah.
Descartes mencontohkan keadaannya sedang
duduk dan berpakain rapi, ia meragukan keadaan tersebut karena ia pernah
mengalaminya ketika bermimpi. Prinsipnya, Descartes berpendapat bahwa tidak ada
perbadaan yang jelas antara sadar (keadaan ) dan sedang bermimpi. Argumennya
tentang eksistensi Tuhan di mulai dengan kesadaran akan dirinya sendiri sebagai
yang ada, yang keraguan tidak sempurna, tetapi mampu membuat gagasan tentang Tuhan
sebagai wujud yang sempurna. Gagasan sempurna ini, menurutnya hanya dapat berasal
dari wujud yang sempurna. Oleh karna itu Tuhan pasti ada sebagai sumbernya.
Filsafat menurut Rene descartes adalah kumpulan
semua pengetahuan dimana Tuhan,alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan.[17]
Descartes
percaya kebenaran dapat di cari berdasarkan penalaran proposi-proposi
(pernyataan-pernyataan) yang terlepas dari pengalaman indrawi sebagaimana di praktikan dalam matematika. Semuanya di
peroleh dengan menggunakan akal pikiran . Pikiran seperti ini tidak
mengherankan dari seorang descartes, sebab pada mulanya ialah seorang
matikawan.[18]
PENUTUPAN
KESIMPULAN
Kempulan
yang dapat di ambil, Descartes meneliti sesuatu berangkat dari keraguan, dari
keraguan tersebut, ia mengetahui bahwa dasar pemikiran yang harus dipakai
adalah akal hingga ia mendapatkan kepastian yang memuaskan dirinya, Akan tetapi,
rasionalisme yang ia kembangkan, meskipun berawal dari objektivitas telah
menimbulkan subjektivitasme dan relativitasme.[19]
Sifat subjektif, individualistis, humanis
ini yang mendorong perkembangan filsafat modern. Keraguan Descartes hanya di
tunjukan untuk menjelaskan pembeda sesuatu yang dapat di ragukan dari suatu
yang tidak dapa dasat diragukan. Ini lah titik awal kemenangan akal atas iman
pada zaman modern. Yang menjadi dasar filsafat Descartes adalah “ karna aku
berfikir itulah yang benar-benar ada, tidak di ragukan.”
Descartes
percaya kebenaran dapat di cari berdasarkan penalaran proposi-proposi
(pernyataan-pernyataan) yang terlepas dari pengalaman indrawi sebagaimana di praktikan dalam matematika. Semuanya di
peroleh dengan menggunakan akal pikiran . Pikiran seperti ini tidak mengherankan
dari seorang descartes, sebab pada mulanya ialah seorang matikawan.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin,Zainal.2011.Filsafat Manusia Memahami Manusia Melalui
Filsafat. Bandung:Pt Remaja Rosdakarya Offset.
Praja.PROF.DR.Juhaya
S.2008.Aliran-Aliran Filsafat & Etika
.Jakarta : Kencana-Prana Media.
Rachmat,ET
AL.Dr Aceng.2011.Filsafat Ilmu Lanjutan.Jakarta:Kencana
–Prana Media Group.
Sofyan,M.Si.Drs.Ayi.2010.Kapita Selekta Filsafat.Bandung:CV.Pustaka
Setia.
Drs.Surajiyo.2008.Ilmu Filsafat Suatu Pengantar.Jakarta:PT
Bumi Aksara
Sumber internet:
http://filsafatrenedescartes.blogspot.com/
29-03-2013
[1]Ayi
Sofyan.Kapita Selekta Filsafat.(Bandung:CV.Pustaka
Setia.2010),h.136
[4] Juhaya S Praja.Aliran-Aliran Filsafat & Etika (Jakarta
: Kencana-Prana Media.2008),h.95-96
[5] Ayi
Sofyan.op cit,h.138
[6]
Juhaya S
Praja.op cit. h.99
[7] Zainal Abidin.filsafat manusia Memahami Manusia Melalui
Filsafat (Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2011),h.52-53
[8] Ayi
Sofyan.log cit.
[10] Ibid.log cit.
[11]
Ibid.op cit.h.62
[12]
ibid,log cit.
[13]
ibid.op cit.h.63-64
[14]
ibid.op cit,h.67
[15] Ayi
Sofyan.op cit.,h.137
[16] Ibid..log cit.h.137
[17] Surajiyo.ilmu
filsafat suatu pengantar(Jakarta:pt bumi aksara.2008),h.2
[18]
Aceng Rachmat.Filsafat Ilmu Lanjutan(Jakarta:Kencana
–Prana Media Group. 2011),h.169
[19] Ayi
Sofyan.op cit.h.139
No comments:
Post a Comment