AL-WAKALAH
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits
Dosen Pengampu : M. Luthfil Anshori
Disusun Oleh :
Evi Novitasari :122231062
Faradilla Novita Asri :122231063
Fariska Yosi Iryanti :122231065
PROGRAM
STUDI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS
SYARIAH & EKONOMIKA BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2013/2014
KATA PENGANTAR
Allhamdulillah,
patut dipanjatkan puji syukur ke hadirat Illahi atas selesainya penulisan
makalah ini. Kita yakin, tanpa taufik dan hidayah-Nya, tak mungkin tulisan ini
dapat dirampungkan. Shalawat dan salam di persembahkan kepada Nabi Besar
Muhammad Saw,
semoga beliau senantiasa dirahmati Allah.
Makalah ini mencoba mendalami
pemahaman tentang Al-Wakalah.
Dan makalah ini diharapkan dapat menghadirkan pemahaman yang tepat dan
komprehensif tentang Al-Wakalah
sebagaimana dideskrpsikan di dalam Al-Quran
dan Al-Sunnah.
Demikian, semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam rangka memperkaya khazanah intelektual islami kita
berkenaan dengan Al-Wakalah
dalam Al-Quran dan Al-hadist terutama dalam Al-Hadist.
Surakarta,
November 2013
Pemakalah
DAFTAR ISI
Cover .............................................................................................1
Kata Pengantar .............................................................................................2
Daftar Isi .............................................................................................3
Bab I .............................................................................................4
Pendahuluan .............................................................................................4
Bab II .............................................................................................5
Pembahasan .............................................................................................5
Pengertian Al-Wakalah .....................................................................5
Aplikasi Al-Wakalah dalam perbankan .............................................7
Jenis-jenis akad Al-Wakalah .......................................................12
Penyebab batalnya Al-Wakalah .......................................................15
Bab III ...........................................................................................16
Penutupan ...........................................................................................16
Kesimpulan ...........................................................................................16
Daftar Pustaka ...........................................................................................17
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
adalah makhluk yang dibebani oleh berbagai kewajiban dan hak. Dalam penunaian
kewajiban, seseorang dituntut supaya menunaikan kewajibannya itu secara
langsung, sebab hal itu termasuk ke dalam tanggung jawabnya. Demikian pula
halnya dalam penerimaan hak-hak. Manusia perpribadi diminta pula secara
langsung menerima hak-hak yang dia miliki. Keperluan akan hal semacam ini
semakin terasa urgensinya, terutama dalam lapangan muamalat yang menuntut peran
aktif setiap pemilik hak atau setiap pemikul tanggung jawab.
Di
sisi lain, manusia selalu berhadapan dengan kenyataan bahwa kadangkala mereka
tidak dapat menunaikan kewajibannya atau menerima haknya secara langsung yang
disebabkan oleh halangan-halangan tertentu. Dalam agama Islam dikenal adanya lembaga
wakalah yang berfungsi memberikan kemudahan kepada pihak-pihak yang akan
melakukan sesuatu tugas di mana ia tidak bisa secara langsung menjalankan tugas
itu, yakni dengan jalan mewakilkan atau memberikan kuasa kepada orang lain
untuk bertindak atas nama yang mewakilkan atau pemberi kuasa. Karena itu,
wakalah ini merupakan suatu persoalan yang penting, apalagi pada masa sekarang.
B.
Rumusan Masalah
·
Apa pengertian wakalah?
·
Bagaimana aplikasi
al-wakalah dalam perbankan?
·
Bagaimana jenis-jenis
produk dalam akad al-wakalah?
·
Apa yang
menyebabkan batalnya Al-Wakalah?
C.
Tujuan
·
Dapat
menjelaskan pengertian wakalah.
·
Dapat
menggambarkan aplikasi Al-Wakalah dalam perbankan.
·
Dapat
menjelaskan jenis-jenis produk akad Al-Wakalah.
·
Dapat
menyebutkan hal-hal yang menyebabkan batalnya Al-Wakalah
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Al-Wakalah
Wakalah itu berarti perlindungan (al-hifzd), pencukupan, tanggungan, atau
pendelegasian yang diartikan juga dengan memberikan kuasa atau mewakilkan.
Ulama syafi’iah mengatakan bahwa wakalah adalah suatu ungkapan yang mengandung
maksud pendelegasian sesuatu oleh seseorang kepada orang lain supaya orang lain
itu melaksanakan apa yang dikuasakan atas nama pemberi kuasa.
Wakalah itu adanya perjanjian satu
orang dengan orang lain, isi perjanjian ini berupa pendelegasian tugas oleh
pemberi kuasa kepada yang menerima kuasa untuk dan atas nama pemberi kuasa
melakukan suatu tindakan tertentu, dan objek dikuasakan mestilah berupa sesuatu
yang boleh dikuasakan atau diwakilkan.[1]
Al-Wakalah
adalah pelimpahan kekuasaan seseorang kepada orang lain dalam menjalankan
amanat tertentu. Dalam aplikasi perbankan, bank syariah sebagai penerima
mandat, mendapat kuasa dari nasabah untuk mewakilkan urusannya. Rukun dalam
Wakalah yakni, orang yang mewakili, orang yang diwakili, objek yang diwakili,
dan shighat.
“Dari Sulaiman bin Yasar bahwa
Rasulullah SAW pernah mengutus Abu Raffi’ dan seorang dari Anshar untuk
mewakili beliau mengawini Maimunah bintu Al-Harits, dan Rasulullah berada di
Madinah sebelum keluar.” (H.R. Malik).
“Dikabarkan Rasulullah SAW telah
mengutus Assaah untuk mengumpulkan zakat, Urwah bin Umayah untuk menjadi wali
dalam pernikahan beliau SAW. Dengan Umu Habibah binti Abi Sofyan, Abu Rafei
dalam menerima pernikahan Maimunah binti Haris, dan Hakim bin Hajam dikala
membeli ternak Qurban.” (HR Bukhari Muslim)[2].
Al-Wakalah
terkonsep dalam syariah berlandaskan beberapa macam dalil, antara lain :
1. Al-Qur’an
QS Al-Kahfi (18:19):
وَكَذَلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ
قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ
يَوْمٍ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ
بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا
فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا
Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)”. mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”. berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.
2. Al-Sunnah:
Banyak hadis menjadi landasan keabsahan al-wakalah, di antaranya:
HR. Ahmad dari Abi Rafi’, mengatakan:
Banyak hadis menjadi landasan keabsahan al-wakalah, di antaranya:
HR. Ahmad dari Abi Rafi’, mengatakan:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَزَوَّجَ مَيْمُونَةَ حَلَالًا وَبَنَى بِهَا حَلَالًا
وَكُنْتُالرَّسُولبَيْنَهُمَا
“Bahwasanya Rasulullah menikahi Maimunah dalam keadaan halal, dan menggaulinya dalam keadaan halal, dan aku adalah delegasi antara keduanya”.
“Bahwasanya Rasulullah menikahi Maimunah dalam keadaan halal, dan menggaulinya dalam keadaan halal, dan aku adalah delegasi antara keduanya”.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
قَالَ : أَرَدْت الْخُرُوجَ إلَى خَيْبَرَ فَأَتَيْت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله
عليه وسلم فَقُلْت لَهُ : إنِّي أَرَدْت الْخُرُوجَ إلَى خَيْبَرَ فَقَالَ إذَا
أَتَيْت وَكِيلِي فَخُذْ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ وَسْقًا
Dari Jabir ra berkata, aku keluar hendak pergi ke Khaibar, lalu aku datang kepada Rasulullah saw., aku katakan kepada Beliau, “Sungguh aku ingin keluar ke Khaibar”. Lalu Beliau bersabda, “Bila engkau datang pada wakilku di Khaibar, maka ambillah darinya 15 wasaq.” (HR. Abu Daud).
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah mewakilkan kepada orang lain
dalam menangani berbagai urusan. Membayar hutang, mewakilkan penetapan had dan
pembayarannya, mewakilkan penanganan unta, pendelegasian dakwah, dan lain
sebagainya merupakan contoh konkrit diakuinya al-wakalah di masa Nabi.
تَوْ
كَيْلِهِ صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَ سَلَمَ عُمَرَو بْنَ أًمَيّةَ الصَّمِرِي فيِ
نِكاَحِ اُمِّ حَبِيْبَةِ بِنْتِ اَبِي سُفْيَانِ
“Rasulullah
SAW telah mewakilkan dirinya kepada Umar bin Al Dhamiriy ketika melakukan akad
nikah dengan Umi Habibah binti Abi Safyan.”
اَّنَّ
رَسُوْلُ اللّه صَلَّى اللّه عَلَيهِ وَسَلَمَ بَعَثَ أَبَارَافِعٍ وَرَجُلا مِنَ
الأَنَصَارِ فَزَوَّ جَاهُ مَيْمُو نَةَ بِنْتَ الحَا رِ ثِ
“Bahwasanya
Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seseorang Anshar untuk
mewakilkannya mengawini Maimunah binti Al Harist (Malik no 678, kitab
Al-Muwattha’, bab haji)
3. Ijma’:
Ulama menyepakati diperbolehkannya al-wakalah, dan hal ini ditetapkan menjadi aturan dasar fiqh muamalah selama beberapa kurun.
Ulama menyepakati diperbolehkannya al-wakalah, dan hal ini ditetapkan menjadi aturan dasar fiqh muamalah selama beberapa kurun.
Rukun Dan Syarat Wakalah
Menurut Syafi’iyyah, rukun dan syarat al-wakalah adalah sebagai berikut:
Menurut Syafi’iyyah, rukun dan syarat al-wakalah adalah sebagai berikut:
1) Al-Muwakkil (Pemberi kuasa).
Seorang
pemberi kuasa disyaratkan memiliki hak tasharruf
(mempergunakan barang) secara sah atas bidang-bidang yang dikuasakan. Hal
ini disesuaikan dengan persyaratan dalam bidang-bidang tersebut. Seperti halnya
pemberian kuasa untuk membelanjakan harta, maka syarat bagi pemberi kuasa
adalah memenuhi kualifikasi baligh, berakal dan berstatus ahli tasharruf, dan lain sebagainya. Hanya
saja ada persoalan yang dikecualikan, yakni permasalahan orang buta yang
meskipun pada dasarnya tidak sah melangsungkan transaksi jual beli karena
keterbatasannya menilai barang dengan penglihatan, namun diperbolehkan
mewakilkan orang lain melangsungkan jual beli.
2) Al-Wakil
(Penerima kuasa).
a.
Sebagaimana pemberi kuasa, penerima kuasa juga
disyaratkan memiliki hak tasharruf
secara sah atas bidang-bidang yang dikuasakan. Sehingga anak kecil dan orang gila
tidak sah menjadi wakil. Orang buta juga tidak sah menjadi wakil dalam jual
beli dan pekerjaan lain yang disyaratkan mampu melihat. Dikecualikan
permasalahan mengirimkan hadiah, memberi ijin masuk rumah, dimana hal ini boleh
diwakilkan kepada anak kecil yang sudah mencapai taraf tamyiz dan dapat dipercaya.
b.
Seseorang yang menerima kuasa, disyaratkan harus mu’ayyan (jelas perseorangannya).
Sehingga tidak sah mewakilkan pekerjaan pada salah satu dari dua orang tanpa
ditunjuk secara jelas atau mengatakan, ”Aku wakilkan untuk menjual rumah ini
kepada siapa saja yang menginginkan.”
c.
Penerima kuasa harus memiliki sifat adil, apabila kuasa
tersebut berasal dari seorang qadhi,
atau saat menerima kuasa dari seorang wali untuk menjualkan harta orang-orang
yang ada dalam tanggungannya.
3) Shighat (ucapan perwakilan).
a.
Bahasa dari pemberi kuasa (al-muwakkil) harus mewakili kerelaannya menyerahkan kuasa pada
al-wakil. Baik berbentuk sharih
(jelas) sebagaimana ucapan, ”Aku wakilkan kepadamu penjualan rumahku ini”,
maupun kinayah (tersirat dan dapat ditafsirkan berbeda) seperti ucapan, ”Aku
posisikan dirimu menggantikan aku untuk menjual rumah ini.”
b.
Dari pihak penerima kuasa (al-wakil) hanya cukup
menerimanya (qabul), meskipun tanpa
ada ucapan dan hanya berwujud tindakan.
c.
Bahasa penyerahan kuasa tidak dirangkai dengan ikatan
syarat tertentu. Seperti ucapan, ”Jika Zaid datang dari kota, maka engkau
menjadi wakilku menjualkan kambing ini”. Berbeda halnya jika syarat diberlakukan
dalam urusan pembelanjaan (tasharruf)
pada jenis al-wakalah al-munjazah
(wujud penguasaannya sudah ada), seperti ucapan, ”Aku mewakilkanmu menjual
rumah ini, hanya saja tolong kamu jual awal bulan Muharram saja”. Shighat al-wakalah juga menerima pembatasan
masa tugas al-wakil, seperti dalam tempo seminggu atau sebulan.
4) Al-Muwakkal fihi (obyek atau pekerjaan
yang dikuasakan).
a.
Obyek harus berbentuk pekerjaan yang pada saat
dikuasakan menjadi hak pemberi kuasa (al-muwakkil).
Sehingga tidak sah mewakilkan penjualan barang yang tidak dimiliki al-muwakil, atau akan dimilikinya.
Kecuali mewakilkan penjualan barang yang akan dimiliki secara taba’i (mengikuti barang yang sudah ada
dalam kepemilikan). Seperti, mewakilkan untuk menjual buah yang akan
dikeluarkan pohon milik al-muwakkil.
Meskipun buah belum ada, namun dinilai sah karena pohonnya dimiliki oleh al-muwakkil.
b.
Pekerjaan yang dikuasakan harus jelas spesifikasi dan
kriterianya, meskipun hanya dari satu tinjauan. Hukumnya sah mengatakan, ”Aku
mewakilkanmu untuk melunasi hutangku”, meskipun al-wakil tidak tahu persis
hutang yang mana dan siapa saja yang menghutangi.
c.
Obyek harus dari jenis pekerjaan yang menerima untuk
dikuasakan pada orang lain. Sehingga ulama berpendapat, tidak sah menguasakan
sesuatu yang bersifat ibadah badaniyah murni, seperti shalat dan puasa. Namun
boleh menguasakan ibadah yang kemampuan badan menjadi syarat pelaksanaan, bukan
syarat wajib, seperti haji dan umrah. Atau menguasakan hal-hal yang bersifat
penyempurna dalam sebuah ibadah, seperti pembagian harta zakat pada mereka yang
berhak.[3]
B.
Aplikasi
Al-Wakalah dalam Perbankan
Skema
al-wakalah[4]
kontrak
+ Fee
Kontrak +Fee
Keterangan:
Nasabah meminta bank untuk
mewakilkan urusannya yang ada dalam produk perbankan seperti agency, andministration, collection,
payment, transfer, co arranger dan lainnya. Bank mendapat fee atas jasa untuk mewakilkan urusan nasabah
tersebut.
C.
Jenis-Jenis
Produk dalam akad Al- Wakalah
a.
Kiriman Uang (transfer)
Pelayanan jasa kiriman uang merupakan bentuk pelayanan jasa
yang diberikan oleh bank atas permintaan nasabah untuk mengirimkan sejumlah
uang tertentu. Jasa pengiriman uang dapat dilakukan dari satu bank ke bank
lainnya, dalam wilayah kliring yang
sama, dari satu rekening ke rekening lainnya dalam bank yang sama, cabang yang
sama atau dalam bank yang sama tetapi cabang yang berbeda.
b.
Kliring
Merupakan jasa perbankan yang diberikan
dalam rangka penagihan warkat antar bank yang berasal dari wilayah kliring yang sama. Menurut Taswan
(2005:67) kliring merupakan sarana
atau cara perhitungan utang piutang alam bentuk surat berharga atau surat
dagang dari suatu bank peserta yang diselenggarakan oleh bank indonesia atau
piak lain yang ditunjuk.
Warkat
yang dapat dilakukan dalam transaksi kliring antara lain : cek, bilyet giro, dn
surat berharga lainnya.
c.
Inkaso
Merupakan jasa penagihan yang diberikan
oleh bank terhadap warkat kliring dan atau surat berharga yang diterbitkan oleh
bank yang berada diluar wilayah kliring.
d.
Intercity
Clearing
Merupakan sarana penagihan antar warkat
maupun surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berasal dari luar wilayah
kliring. Pada dasarnya intercity Clearing
merupakan pengganti inkaso. Didalam intercity
clearing, meskipun warkat luar wilayah dapat ditagihkan diwilayah dimana
warkat disertokan.
e.
Letter
of Credit
Perdagangan merupakan aktivitas yang telah
lama dimuka bumi. Transaksi perdagangan melibatkan sekurang-kurangnya dua pihak
yaitu penjual dan pembeli. dalam kondisi ini dimana penjual dan pembeli tidak
secara langsung bertemu dan bernegosiasi maka permasalahan akan timbul.
Misalnya di Negara yang berbeda, maka resiko bagi keduanya akan terjadi.
Pembeli membayar uang muka kemudian barang baru akan dikirim setelah pembayaran
uang muka diterima oleh penjual, berarti resiko ada ditangan pembeli. resiko
bagi pembeli antara lain:
·
Adanya kemungkinan
penjual tidak mengirimkan barangnya.
·
Penjual mengirim barang
akan tetapi kualita barang yang dikirim tidak sesuai denagn pesanan.
Sebaliknya
apabila barang dikim terlebih dahulu, kemudian pembeli membayar setelah barang
diterima, maka resiko ada ditangan penjual antara lain :
·
Adanya kemungkinan
bahwa pembeli tidak mau membayar atas pembeliannya.
·
Pembeli membayar tetapi
setelah beberapa lama, sehingga penjual tidak segera menerima hasil
penjualannya.
Risiko
atas transaksi perdagangan luar negeri bisa diminimalkan dengan menggunakan
cara pembayaran yang tepat yang resikonya sangat kecil. Cara pembayaran
tersebut yaitu dengan letter of credit.
f.
Payment
Merupakan layanan jasa yang diberikn oleh
bank dalam melaksanakan pembayaran untuk kepentingan nasabah. Bank akan
mendapatkan fee atas pelayanan jasa
yang akan diberikan.
Beberapa pelayanan jasa (payment) yang diberikan oleh bank:
·
Pembayaran telepon
·
Pembayaran rekening
listrik
·
Pembayaran pajak
·
Pembayaran uang kuliah
D. Beberapa
hal yang menyebabkan wakalah menjadi batal dan berakhir:
1. Bila salah satu pihak yang berakad wakalah itu wafat
atau gila.
2. Apabila maksud yang terkandung dalam akad wakalah itu
sudah selesai pelaksanaannya atau dihentikan maksud dari pekerjaan tersebut.
3. Diputuskannya wakalah tersebut oleh salah satu pihak
yang menerima kuasa.
4. Hilangnya kekuasaan atau hak pemberi kuasa atas
sesuatu objek yang dikuasakan.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Wakalah
itu adanya perjanjian satu orang dengan orang lain, isi perjanjian ini berupa
pendelegasian tugas oleh pemberi kuasa kepada yang menerima kuasa untuk dan
atas nama pemberi kuasa melakukan suatu tindakan tertentu, dan objek dikuasakan
mestilah berupa sesuatu yang boleh dikuasakan atau diwakilkan.[6]
Al-Wakalah
adalah pelimpahan kekuasaan seseorang kepada orang lain dalam menjalankan
amanat tertentu. Dalam aplikasi perbankan, bank syariah sebagai penerima
mandat, mendapat kuasa dari nasabah untuk mewakilkan urusannya.
Jenis-jenis produk dalam akad al-wadiah:
·
Transfer
·
Kliring
·
Inkaso
·
Intercity clearing
·
Letter of credit
·
payment
DAFTAR PUSTAKA
Helmi Karim. 2002. Fiqh
Muamalah. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Ismail. 2011. Perbankan
Syariah. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.
Muhammad. 2005. Sistem dan Prosedur Operasinal Bank Syariah.
Yogyakarta. UII Press Yogyakarta(anggota IKAPI).
Muhammad Syafi’i Antonio. 2001. Bank
Syariah dari teori ke praktik. Jakarta. Gema Insani.
http://misykat.lirboyo.net/konsep-dan-dasar-dasar-al-wakalah/
[1] Helmi Karim. Fiqh Muamalah. Jakarta. PT Raja Grafindo
Persada. 2002. Hlm 20-21
[2] Muhammad. Sistem dan Prosedur Operasinal Bank Syariah.
Yogyakarta. UII Press Yogyakarta(anggota IKAPI). 2005. Hlm 39
[4] Muhammad
Syafi’i Antonio. Bank Syariah dari teori
ke praktik. Jakarta. Gema Insani. 2001. Hlm 123
[5] Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta. Kencana
Prenada Media Group. 2011. Hlm 196-200
[6] Helmi Karim. Fiqh Muamalah. Jakarta. PT Raja Grafindo
Persada. 2002. Hlm 20-21
No comments:
Post a Comment