Thursday, July 3, 2014

TAFSIR AL-WAKALAH



TAFSIR AL-WAKALAH

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Tafsir
Dosen: Muh. Julijanto, M.Ag
Di Susun Oleh:
Fariska Yosi Iryanti                       (122231065)
Dila Mei A                                     (122231047)
                              Firdhaus Budi I                             (122231067)

PRODI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN EKONOMIKA DAN BISNIS ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2013/2014
KATA PENGANTAR

Allhamdulillah, patut dipanjatkan puji syukur ke hadirat Illahi atas selesainya penulisan makalah ini. Kita yakin, tanpa taufik dan hidayah-Nya, tak mungkin tulisan ini dapat dirampungkan. Shalawat dan salam di persembahkan kepada Nabi Besar Muhammad saw, semoga beliau senantiasa dirahmati Allah.
            Makalah ini mencoba mendalami pemahaman tentang Al-Wakalah. Dan makalah ini diharapkan dapat menghadirkan pemahaman yang tepat dan komprehensif tentang Al-Wakalah sebagaimana dideskrpsikan di dalam Al-Quran dan Al-Sunnah.
            Demikian, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam rangka memperkaya khazanah intelektual islami kita berkenaan dengan  Al-Wakalah dalam Al-Quran dan Al-hadist terutama dalam Al-Quran.






Surakarta, Desember 2013


Pemakalah


DAFTAR ISI

Cover  ………………………………………………………………………….1
Kata Pengantar           ……………………………………………………...…..2
Daftar Isi         ……………………………………………………………...…..3
BAB I ……………………………………………………………………...…..4
Pendahuluan   ………………………………………………………………….4
BAB II            ………………………………………………………………………….5
Pembahasan    ………………………………………………………………….5
Pengertian dari Al-Wakalah    ………………………………………….5
Rukun dan syarat Al-Wakalah            ………………………………….7
Wakalah dalam perbankan      ………………………………………….9
Jenis-jenis produk Wakalah dalam perbankan …………..……………9
BAB III          …………………………………………………………………12
Penutup           ………………………………………………………………....12
Kesimpulan     …………………………………………………………12
Daftar Pustaka            …………………………………………………………………13





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang dibebani oleh berbagai kewajiban dan hak. Dalam penunaian kewajiban, seseorang dituntut supaya menunaikan kewajibannya itu secara langsung, sebab hal itu termasuk ke dalam tanggung jawabnya. Demikian pula halnya dalam penerimaan hak-hak. Manusia perpibradi diminta pula secra langsung menerima hak-hak yang dia miliki. Keperluan akan hal semacam ini semakin terasa urgensinya, terutama dalam lapangan muamalat yang menuntut peran aktif setiap pemilik hak atau setiap pemikul tanggung jawab.
Di sisi lain, manusia selalu berhadapan dengan kenyataan bahwa kadangkala mereka tidak dapat menunaikan kewajiban atau menerima haknya secara langsung yang disebabkan oleh halangan-halangan tertentu. A, umpamanya, sudah sepakat dengan B untuk melakukan transaksi sewa menyewa sebuah rumah pada suatu waktu yang sudah di tentukan. Sampai saat yang sudah di sepakati, A tidak bisa hadir karena suatu uzur.

B.     Rumusan Masalah
·        Jelaskan pengertian dari Al-Wakalah?
·        Jelaskan rukun dan syarat Al-Wakalah?
·        Bagaimana Wakalah dalam perbankan?
·        Jelaskan  jenis-jenis produk Wakalah dan perbankan syariah?
C.    Tujuan
·       Dapat menjelaskan pengertian dari Al-Wakalah.
·       Dapat menjelaskan rukun dan syarat Al-Wakalah.
·       Dapat menjelaskan Wakalah dalam perbankan.
·       Dapat menjelaskan jenis-jenis produk Wakalah dalam perbankan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Al-Wakalah
Dalam agama Islam dikenal adanya lembaga wakalah yang berfungsi memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang akan melakukan sesuatu tugas di mana ia tidak bisa secara langsung melakukan tugas itu, yakni dengan jalan mewakilkan atau memberi kuasa kepada orang lain untuk bertindak atas nama yang mewakilkan atau pemberi kuasa.
Wakalah itu berarti perlindungan (al-hifzb), pencakupan (al-kifayah), tanggungan (al-dhaman), atau pendelegasian (al-tafwidh), yang di artikan juga dengan memberikan kuasa atau mewakilkan.[1] Al-Quran juga memakai akar kata yang sama pada beberapa ayat.
Al-Wakalah terkonsep dalam syariah berlandaskan beberapa macam dalil, antara lain :[2]
1.Al-Qur’an QS Al-Kahfi (18:19):
وَكَذَلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا
“Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)”. mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”. berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.”
QS An-Nisaa (4:35):
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
QS Yusuf 55:
قَالَ اجْعَلْنِي عَلَىٰ خَزَائِنِ الْأَرْضِ ۖ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ
“Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".”
2.Al-Sunnah:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَزَوَّجَ مَيْمُونَةَ حَلَالًا وَبَنَى بِهَا حَلَالًا وَكُنْتُ الرَّسُولَ بَيْنَهُمَا
“Bahwasanya Rasulullah menikahi Maimunah dalam keadaan halal, dan menggaulinya dalam keadaan halal, dan aku adalah delegasi antara keduanya”.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ : أَرَدْت الْخُرُوجَ إلَى خَيْبَرَ فَأَتَيْت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقُلْت لَهُ : إنِّي أَرَدْت الْخُرُوجَ إلَى خَيْبَرَ فَقَالَ إذَا أَتَيْت وَكِيلِي فَخُذْ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ وَسْقًا
“Dari Jabir ra berkata, aku keluar hendak pergi ke Khaibar, lalu aku datang kepada Rasulullah saw., aku katakan kepada Beliau, “Sungguh aku ingin keluar ke Khaibar”. Lalu Beliau bersabda, “Bila engkau datang pada wakilku di Khaibar, maka ambillah darinya 15 wasaq.” (HR. Abu Daud)”
Dalam wakalah adanya perjanjian antara satu orang dengan orang lain, isi perjanjian itu berupa pendelegasian tugas oleh pemberi kuasa kepada yang menerima kuasa untuk dan atas nama pemberi kuasa melakukan sesuatu tindakan tertentu, dan obyek yang dikuasakan mestilah berupa sesuatu yang boleh dikuasakan atau diwakilkan. Wakalah itu merupakan salah satu bentuk tolong menolong dalam melancarkan berbagai aktivitas manusia.[3]

B.     Rukun Dan Syarat Al-Wakalah
Adapun syarat orang yang diwakili ialah dia mestilah seorang yang cakap bertindak, tidak boleh seorang yang gila ataupun anak-anak. Berkenaan dengan  obyek yang dikuasi disyaratkan mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain, seperti jual beli, pemberian upah, dan sejenisnya, yang memang berada dalam kekuasaan pihak yang memberikan kuasa. Wakil itu sebagai orang yang diberi amanat untuk bertindak atas nama pemberi kuasa tentang hal-hal yang diwakilkan kepadanya. Karena ia hanya berfungsi sebagai pemberi amanat, ia berarti bahwa ia tidak diwajibkan menjamin sesuatu yang diluar batas, kecuali atas kesengajaan.[4]
Rukun wakalah adalah:
a.       al muwakkil (orang yang mewakilkan/ melimpahkan kekuasaan).
b.      al wakil ( orang yang menerima perwakilan).
c.       al muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan).
d.      Sighat  ( ucapan serah terima)

Sebuah akad wakalah dianggap syah apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:[5]
1.      Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam wakalah:
Orang yang mewakilnya (muwakkil) syaratnya dia berstatus sebagai pemilik urusan/benda dan menguasainya serta dapat bertindak terhadap harta tersebut dengan dirinya sendiri. Jika muwakkil itu bukan pemiliknya atau bukan orang yang ahli maka batal. Dalam hal ini, maka anak kecil dan orang gila tidak sah menjadi muwakkil karena tidak termasuk orang yang berhak untuk bertindak.
2.      Wakil (orang yang mewakili) syaratnya ialah orang berakal. Jika ia idiot, gila, atau belum dewasa maka batal. Tapi menurut Hanafiyah anak kecil yang cerdas (dapat membedakan mana yang baik dan buruk) sah menjadi wakil alasannya bahwa Amr bin Sayyidah Ummu Salamah mengawinkan ibunya kepada Rasulullah, saat itu Amr masih kecil yang belum baligh. Orang yang sudah berstatus sebagai wakil ia tidak boleh berwakil kepada orang lain kecuali seizin dari muwakkil pertama atau karena terpaksa seperti pekerjaan yang diwakilkan terlalu benyak sehingga tidak dapat mengerjakannya sendiri maka boleh berwakil kepada orang lain. Si wakil tidak wajib untuk menanggung kerusakan barang yang diwakilkan kecuali disengaja atau cara di luar batas.
3.      Muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan), syaratnya:
·         Pekerjaan/urusan itu dapat diwakilkan atau digantikan oleh orang lain. Oleh karena itu, tidak sah untuk mewakilkan untuk mengerjakn ibadah seperti salat, puasa dan membaca al-Qur’an.
·         Pekerjaan itu dimiliki oleh muwakkil sewaktu akad wakalah. Oleh karena itu, tidak sah berwakil menjual sesuatu yang belum dimilikinya.
·         Pekerjaan itu diketahui secara jelas. Maka tidak sah mewakilkan sesuatu yang masih samar seperti “aku jadikan engkau sebagai wakilku untuk mengawini salah satu anakku”.

4.      Shigat: shigat hendaknya berupa lafal yang menunjukkan arti “mewakilkan” yang diiringi kerelaan dari muwakkilseperti “saya wakilkan atau serahkan pekerjaan ini kepada kamu untuk mengerjakan pekerjaan ini” kemudian diterima oleh wakil. Dalam shigat kabul si wakil tidak syaratkan artinya seandainya si wakil tidak mengucapkan kabul tetap dianggap sah.
Beberapa hal yang menyebabkan wakalah itu menjadi batal dan berakhir:[6]
1.      Bila salah satu pihak yang berakad wakalah itu wafat atau gila.
2.      Apabila maksud yang terkandung dalam wakalah itu sudah selasai pelaksaannya atau dihentikan maksud pekerjaan tersebut.
3.      Di putuskannya wakalah tersebut oleh salah satu pihak yang berwakalah, baik pihak pemberi kuasa ataupun pihak yang menerima kuasa.
4.      Hilangnya kekuasaan atau hak pemberi kuasa atas sesuatu objek yang dikuasakan.

C.    Wakalah Dalam Perbankan
Al-Wakalah dapat di artikan sebagai pelimpahan kekuasaan seseorang kepada orang lain dalam menjalankan amanat tertentu. Dalam aplikasi perbankan, bank syariah sebagai penerima mandat, mendapat kekuasa dari nasabah untuk mewakili urusannya. Bank syariah (wakil) mendapat kuasa dari nasabah (muwakil) untuk melakukan tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa.
Nasabah dan investor melakukan kontrak dengan bank syariah untuk melaksanakan suatu pekerjaan atas permintaan nasabah dan investor. Bank syariah mendapatkan fee atas pekerjaan yang dilakukan. Beberapa pelayanan jasa yang dapat dilakukan dalam akad al-wakalah antara lain; transfer, kliring, intercity, clearing, collection, letter of credit dan payment.[7]
D.    Jenis Jenis Produk Dalam Al-Wakalah
a.       Kiriman Uang (Transfer)
Bentuk pelayanan jasa yang diberikan oleh bank atas permintaan nasabah untuk mengirim sejumlah uang tertentu. Jasa pengiriman uang dapat dilakukan dari satu bank ke bank lainya, dalam wilayah kliring yang sama, dari satu rekening ke rekening lainnya dalam bank yang sama, cabang yang sama atau dalam bank yang sama tetapi cabang yang berbeda.
Kiriman uang dibedakan menjadi dua:[8]
1.      Kiriman uang dengan nominal kecil
Transfer dengan nominal kecil yaitu transfer senilai kurang dari Rp 100.000.000,-
2.      Kiriman uang dengan nominal besar
Transfer sejumlah besar yaitu transfer sebesar Rp 100.000.000,- dan/atau lebih

b.      Kliring
Merupakan jasa perbankan yang diberikan dalam rangka penagihan warkat antar bank yang berasal dari wilayah kliring yang sama. Menurut Taswan, kliring merupakan sarana atau cara perhitungan utang piutang dalam bentuk surat berharga atau surat dagang dari suatu bank peserta yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk.
Warkat yang dapat dilakukan dalam transaksi kliring antara lain: cek, bilyet giro, dan surat berharga lainnya. Warkat merupakan alat pembayaran nontunai yang diperhitungkan atas beban nasabah dan/atau untuk keuntungan rekening nasabah bank.
c.       Inkaso
Merupakan jasa penagihan yang diberikan oleh bank terhadap warkat kliring dan/atau surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berada di luar wilayah kliring. Jasa inkaso memakan waktu kurang lebih lima hari kerja. Bagi pengusaha yang sering kali memerlukan dana segera, jangka waktu penagihan melalui transaksi inkaso dinilai sangat lama. Maka Bank Indonesia memberikan jasa yang dapat menggantikan inkaso, yaitu intercity kliring.[9]
d.      Intercity clearing
Intercity clearing atau kliring antarwilayah merupakan sarana penagihan antar warkat maupun surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berasal dari luar wilayah kliring. Bila inkaso dapat menghabiskan waktulima hari kerja, akan tetapi dengan intercity clearing, hasil penagihan memakan waktu satu hari. Pada dasarnya, intercity clearing merupakan pengganti inkaso. Di dalam intercity clearing, meskipun warkat luar wilayah dapat ditagih di wilayah dimana warkat disebarkan.
e.       Letter of credit
Letter of credit dapat didefinisikan sebagai jaminan bersayarat yang diberikan oleh bank yang menerbitkan L/C (issuing bank/opening bank) untuk membayar wesel yang ditarik oleh beneficiaru sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam L/C.
f.       Payment
Merupakan layanan jasa yang diberikan oleh bank dalam melaksanakan pembayaran untuk kepentingan nasabah. Bank akan mendapat fee atas pelayanan jasa yang diberikan.
Beberapa pelayanan jasa (payment) yang diberikan oleh bank:
·         Pembayaran telepon.
·         Pembayaran rekening listrik.
·         Pembayaran pajak.
·         Pembayaran uang kuliah.
·         Pembayaran gaji.
Pembayaran tersebut dapat dilakukan langsung melalui teller, malalui ATM, kartu kredit, dan dengan memberikan standing instruction kepada bank. Standing  instruction merupakan surat perintah dari nasabah kepada bank untuk melakukan pembayaran sesuai dengan tagihan dan/atau lainnya yang berlaku untuk selamanya hingga dicabutnya standing instruction tersebut.[10]






BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Wakalah itu berarti perlindungan (al-hifzb), pencakupan (al-kifayah), tanggungan (al-dhaman), atau pendelegasian (al-tafwidh), yang di artikan juga dengan memberikan kuasa atau mewakilkan.
Rukun wakalah adalah:
a.       al muwakkil (orang yang mewakilkan/ melimpahkan kekuasaan).
b.      al wakil ( orang yang menerima perwakilan).
c.       al muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan).
d.      Sighat  ( ucapan serah terima)
Al-Wakalah dapat di artikan sebagai pelimpahan kekuasaan seseorang kepada orang lain dalam menjalankan amanat tertentu. Dalam aplikasi perbankan, bank syariah sebagai penerima mandat, mendapat kekuasa dari nasabah untuk mewakili urusannya. Bank syariah (wakil) mendapat kuasa dari nasabah (muwakil) untuk melakukan tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa.
Nasabah dan investor melakukan kontrak dengan bank syariah untuk melaksanakan suatu pekerjaan atas permintaan nasabah dan investor. Bank syariah mendapatkan fee atas pekerjaan yang dilakukan. Beberapa pelayanan jasa yang dapat dilakukan dalam akad al-wakalah antara lain; transfer, kliring, intercity, clearing, collection, letter of credit dan payment.




DAFTAR PUSTAKA

Helmi Karim. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta. PT Rajagrafindo Persada.
Ismail. 2011. Perbankan Syariah. Jakarta. Kencana Prenada Media Grup.



[1] Helmi Karim. Fiqh Muamalah. Jakarta. PT Rajagrafindo Persada. 2002. Hlm. 19-20
[2] http://misykat.lirboyo.net/konsep-dan-dasar-dasar-al-wakalah/
[3] Helmi karim. opcit. Hlm. 21-24
[4] Ibid. Hlm. 25
[5] http://weinarbount.blogspot.com/2013/05/al-wakalah.html
[6] Helmi karim. opcit. Hlm. 28
[7] Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta. Kencana Prenada Media Grup. 2011. Hlm. 194-195
[8] Ibid. Hlm. 196
[9] Ibid. Hlm. 197-198
[10] Ibid. Hlm.199-201

No comments: