Thursday, July 3, 2014

MODEL PERADILAN DI INDONESIA



MODEL PERADILAN DI INDONESIA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum Dan Abritase Bank Syariah
Dosen Pengampu: Helmi Haris, S.H.I,M.S.I

Di Susun Oleh:
Dila Mei A                  122231047
Estu Wulandari           122231061
Faridha Nur. A            122231064
Fariska Yosi I              122231065


JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKATRA
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah, Tuhan yang mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. Atas berkat rahmat dan hidayah-NYA-lah sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini. Kehadiran makalah ini diharapkan dapat melengkapi tugas Aspek Hukum Dan Abritase Bank Syariah. Materi-materi yang disajikan dalam makalah ini, di samping di saring dari berbagai referensi yang memuat informasi mengenai model atau sususan peradilan di tanah air, terutama yang berkaitan dengan model peradilan di Indonesia dan bank syariah.
            Makalah tentang model peradilan ini akan menjelaskan tentang pengertian peradilan dan jenis-jenis peradilan di Indonesia. Di harapkan pembaca makalah ini dapat memahami susunan sekaligus fungsi-fungsi dari jenis-jenis model peradilan di indonesia.
            Kami mengucapkan terima kasih atas kerjasama team yang akhirnya dapat menyelesaikan makalah ini .






                                                                        Surakarta, 06 April 2014

                                                                                    Kelompok 3
DAFTAR ISI
COVER …………………………………………………………………     1
KATA PENGANTAR ………………………………………………….     2
DAFTAR ISI …………………………………………………….……..      3
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………….………      4
Latar Belakang …………………………………………………       4
Rumusan Masalah ……………………………………………...       5
Tujuan ………………………………………………………….       5
BAB II. PEMBAHASAN ……………………………………………..      6
Pengertian Peradilan …………………………………………..        6
Budaya hokum Indonesia……………………………………..         7
Susunan Peradilan Di Indonesia ………………………………        8
Skema Peradilan ……………………………………………….       11
BAB III. PENUTUP …………………………………………………..       12
Kesimpulan ……………………………………………………        14
Saran Dan Kritik ………………………………………………        14
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………       15
BAB.1 PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Peradilan Agama adalah peradilan perdata sedangkan Peradilan Umum adalah juga peradilan perdata di samping peradilan pidana. Jadi, dilihat dari segi asas-asas hukum acara, tentulah ada prinsip-prinsip kesamaannya secara umum di samping secara khusus tentu ada pula perbedaan antara hukum acara perdata peradilan umum dan hukum acara perdata peradilan agama.
Hukum acara perdata itu sebenernya mempunyai dua unsure (objek) yang diaturnya, yaitu: (1) orang yang maju bertindak ke muka pengadilan karena terjadinya pelanggaran atau peristiwa perdata yang perlu ditertibkan kembali, (2) pengadilan itu sendiri, yang akan menertibkan kembali hukum perdata yang telah dilanggar di maksud.
Untuk mempermudah pemahaman, orang cenderung melakukan klasifikasi terhadap berbagai objek pengamatan. Demikian pula ketika orang mempelajari hukum sebagai objek. Terdapat pengklasifikasian klasik oleh Ulpianus, seorang filsuf Yunani, yang membagi hukum menurut ranah pengaturannya, yaitu hukum publik dan hukum privat.
Hukum publik, ialah hukum yang mengatur hubungan antara orang dengan masyarakat (negara), antar organ negara dan antara negara dengan negara atau organisasi internasional. Termasuk ke dalam hukum publik ini adalah: hukum pidana, hukum tata negara, hukum administrasi dan hukum internasional publik.
Hukum privat, ialah hukum yang mengatur hubungan antara orang/ badan hukum dengan orang/ badan hukum lain baik mereka itu tunduk pada hukum negara yang sama ataupun berlainan. Hukum privat memiliki karakteristik pribadi, dalam arti — Termasuk ke dalam hukum privat ini adalah: hukum perdata, hukum dagang dan hukum internasional privat.



B.       RUMUSAN MASALAH
a.       Bagaimana pengertian peradilan?
b.      Bagaimana budaya hukum di Indonesia?
c.       Bagaimana susunan peradilan di Indonesia?
d.      Bagaimana skema system peradilan di Indonesia?
C.       TUJUAN
a.       Dapat menjelaskan pengertian peradilan.
b.      Dapat menjelaskan budaya hukum di Indonesia.
c.       Dapat menjelaskan susunan peradilan di Indonesia.
d.      Dapat menjelaskan skema system peradilan di Indonesia.



BAB.2 PEMBAHASAAN

A.      Pengertian Peradilan
Pengadilan adalah badan hukum atau institusi resmi yang melaksanakan system peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memuruskan perkara. Sedangkan Peradilan adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang di jalankan di pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutuskan dan mengadili perkara dengan menerapkan hukum dan/atau menemukan hukum “in concreto”(hakim yang menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang di hadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil, dengan menggunakan cara procedural yang ditetapkan oleh hukum formal. Peradilan adalah sebuah proses dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan atau suatu proses mencari keadilan itu sendiri.[1]
Sistem peradilan Indonesia dapat di artikan sebagai suatu susunan yang teratur dan saling berhubungan, yang berkaitan dengan kegiatan pemeriksaan dan pemutusan perkara yang dilakukan oleh pengadilan, baik itu pengadilan yang berada di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, maupun peradilan tatausaha Negara,yang didasari oleh pandangan, teori dan asas-asas di bidang peradilan yang berlaku di Indonesia. Peradilan  yang di selenggarakan di Indonesia merupakan suatu system yang ada hubunganya satu sama lain, peradilan/pengadilan yang lain tidak berdiri sendiri, melainkan saling berhubungan dan puncaknya pada Mahkamah Agung.[2]


B.     Budaya Hukum Indonesia
Sebagai salah satu contoh, dalam hal ini penyelesaian sengketa, Indonesia memiliki pola tersendiri sebagaimana diungkapkan oleh Daniel S. Lev. Ia menyatakan bahwa budaya hukum Indonesia dalam cara penyelesaian konflik mempunyai karakteristik sendiri yang disebabkan oleh nilai-nilai tertentu. Kompromi dan perdamaian merupakan nilai-nilai yang mendapat dukungan kuat dari masyarakat, nilai-nilai tersebut cenderung untuk memberikan tekanan pada hubungan personal,serta penghindaran terhadap sengketa-sengketa. Oleh karena itu, pikiran mengenai pengembangan konflik dan penyelesaiannya tidak mendapat dukungan yang cukup. Mempertahankan perdamaian merupakan suatu usaha terpuji, sehingga dalam menghadapi konflik terwujud dalam bentuk, pendekatan lunak.
Disisi lain terjadinya ethnic fighting yang sering terjadi menunjukkan bahwa budaya orang Indonesia akan berupaya merendam asa dalam stabilitas semu, sehingga apabila sampai pada titik yang tidakterkendali akan menjadi letupan dahsyat, dalam bentuk tindak ananarkis dan hukum sama sekali tidak berfungsi. Sejumlah kasus ethnic fighting seperti Dayak Madura, Pribumi dan Non-Pri, kasus Ambon serta daerah lainnya. Dengan kata lain, pemupukan solidaritas komunal disertai fanatisme sempit maka terjadilah main hakim sendiri.[3]
Sistem peradilan di suatu negara masing-masing dipengaruhi oleh sistem hukum yang dianut oleh negara tersebut. Menurut Eric L. Richard, sistem hukum utama di dunia adalah sebagai berikut :
1.             Civil Law, hukum sipil berdasarkan kode sipil yang terkodifikasi. Sistem ini berasal dari hukum Romawi (Roman Law) yang dipraktekkan oleh negara-negara Eropa Kontinental, termasuk bekas jajahannya.
2.             Common Law, hukum yang berdasarkan custom, kebiasaaan berdasarkan preseden atau judge made law. Sistem ini dipraktekkan di negara-negara Anglo Saxon, seperti Inggris dan Amerika Serikat.
3.             Islamic Law, hukum yang berdasarkan syariah Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits.
4.             Socialist Law, sistem hukum yang dipraktekkan di negara-negara sosialis.
5.             Sub-Saharan Africa Law, sistem hukum yang dipraktekkan di negara Afrika yang berada di sebelah selatan Gunung Sahara.
6.              Far Fast Law, sistem hukum Timur  jauh – merupakan sistem hukum uang kompleks yang merupakan perpaduan antara sistem Civil Law, Common Law, dan Hukum Islam sebagai basis fundamental masyarakat.[4]
C.  Susunan Badan Peradilan di Indonesia
  UUD 1945 menyebut “Badan Peradilan” dengan “Kekuasaan Kehakiman” atau “ Badan Kehakiman”, ketiganya sama maksudnya dan searti.kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan:
1. Peradilan Umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan Militer
4. Peradilan Tata Usaha Negara
Menurut pasal 10 ayat (2) dan (11) ayat (2) dari UU tersebut, Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negera Tertinggi dan ia mempunyai organisasi, administrasi dan keuangan tersendiri. Oleh karena masing-masing lingkungan peradilan tersebut terdiri dari pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding, yang semuanya berpuncak ke Mahkamah Agung (di bidang teknis fungsional yudikatif), artinya di bidang memeriksa dan mengadili perkara, maka susunan badan-badan Peradilan di Indonesia adalah sebagai berikut:[5]
1.      Lingkungan Peradilan Umum adalah Pengadilan Negeri (disingkat PN), Pengadilan Tinggi (disingkat PT), dan Mahkamah Agung (disingkat MA).
2.      Lingkungan Peradilan Agama adalah Pengadilan Agama (disingkat PA), Pengadilan Tinggi Agama (disingkat PTA), dan Mahkamah Agung.
3.      Lingkungan Peradilan Militer adalah Mahkamah Militer (disingkat mahmil), Mahkamah Militer Tinggi (disingkat mahmilti) dan Mahkamah Militer Agung (disingkat Mahmilgung) yakni pada Mahkamah Aung.
4.      Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (disingkat PTUN), Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (disingkat PTTUN) dan Mahkamah Agung.
PN, PA, Mahmil dan PTUN disebut Pengadilan tingkat pertama karena ia adalah pegadilan sehari-hari yang pertama kali menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara pada lingkungannya masing-masing.
PT, PTA, Mahmilti dan PTTUN disebut Pegadilan tingkat banding karena ia menerima perkara bandingan yang berasal dari pengadilan tingkat pertama pada lingkungannya masing-masing.
Apa yang diuraikan diatas adalah susunan badan-badan peradilan di bidang penyelesaian perkara (teknis fungsional yudikatif). Selanjutnya akan diuraikan susunannya di bidang organisatoris, administratif dan finasial.
Mahkamah Agung seperti telah disebutkan, ia mempunyai organisasi, administrasi dan keuangan (finansial) tersendiri, tetapi masing-masing lingkungan dari empat lingkungan peradilan, maka organisatoris, administratif dan finansialnya berada dibawah kekuasaan masing-masing departemen yang bersangkutan. Dengan demikian, susunannya adalah sebagai berikut:
Untuk lingkungan Peradilan Umum (PN dan PT) ke Departemen Kehakiman, lingkungan Peradilan Agama (PA dan PTA) ke Departemen Agama, lingkungan Peradilan Militer (Mahmil dan Mahmilti) ke Departemen Pertahanan dan Keamanan dan ke Panglima Angkatan Bersenjata (PANGAB), lingkungan Peradilan Tata Usaha Negar (PTUN dan PTTUN) ke Departemen Kehakiman.
Awal tahun 1980, nama Badan Peradilan Agama di Indonesia itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu:[6]
1.    Kelompok Peradilan Agama di pulau Jawa Madura (stbl. 1882-152, jis. 1937-116 dan 610) disebut Pengadilan Agama (terjemah dari Priesterraad) dan Mhkamah Islam Tinggi (terjemahan dari Hof Voor Islamietische Zaken).
2.    Kelompok Peradilan Agama di sebagian daerah Kalimantan Selatan dan Timur (stbl. 1937-638 dan 639) disebut Kerapatan Qadli (terjemahan dari Kadigerecht) dan Kerapatan Qadli Besar (terjemahan dari Opper Kadigerecht).
3.    Kelompok Peradilan Agama selin dari 1 dan 2 di atas (PP Nomor 45 tahun 1957) disebut Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’yiah dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’yiah Provinsi.
Sebutan yang beraneka ragam itu dengan keputusan dengan menteri Agama (H.Alamsyah Ratu Negara) Nomor 6 tahun 1980 tanggal 28 januari 1980 diseragamkan menjadi Pengadilan Agama (untuk tingkat pertama) dan Pengadilan Tinggi Agama (untuk tingkat banding), tetapi tidak menyeramkan kompetensinya, sebab keputusan Menteri tidak cukup kuat untuk mengubah kompetensi Peradilan Agama yang dulunya diatur dengan Ordonantie atau PP Sebutan ini nantinya, diambil over dalam UU Nomor 7 tahun 1989.




D.      Rounded Rectangle: Mahkamah AgungSkema Sistem Peradilan di Indonesia[7]


 











Keretangan:
1.      PTA                 -Pengadilan Tinggi Agama
2.      PT                    -Pengadilan Tinggi
3.      PTTUN           -Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
4.      Mahmilti          -Mahkamah militer tinggi
5.      PA                   -Pengadilan Agama
6.      PN                   -Pengadilan Negeri
7.      PTUN              -Pengadilan Tata Usaha Negara
8.      Mahmil            -Mahkamah Militer
9.      Dept                -Departemen
10.  Hankam           -Pertahanan Dan Keamanan
11.  PANGAB       -Panglima Angkata Bersenjata
Hubungan ke mahkamah Agung adalah di bidang teknis fungsional yudikatif.
Hubungan ke departemen adalah di bidang organisator, administrative dab financisal.
Setiap lingkungan peradilan memiliki kompetensi absolut masing-masing. Kompetensi absolut tersebut menentukan yurisdiksi perkara yang dapat diadili oleh masing-masing lingkungan peradilan.
Lingkungan Peradilan Umum (yang dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi) memiliki kompetensi atau kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dan perdata umum. Di samping itu dalam lingkungan Peradilan Umum terdapat pula pengadilan yang memiliki kompetensi khusus, yaitu:
·         Pengadilan Niaga, dengan kompetensi memeriksa dan mengadili perkara-perkara kepailitan, penundaan kewajiban pembayaran utang dan sengketa Hak Kekayaan Intelektual;
·         Pengadilan Hubungan Industrial, dengan kompetensi memeriksa dan mengadili perselisihan hubungan industrial (sengketa perburuhan);
·         Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM), dengan kompetensi memeriksa dan mengadili perkara-perkara pelanggaran HAM berat;
·         Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dengan kompetensi memeriksa dan mengadili perkara-perkara tindak pidana korupsi yang disidik dan dituntut oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
·         Pengadilan anak ( UU no.3 tahun 1997)
·         Pengadilan pajak ( UU no.14 tahun 2002)[8]
Lingkungan Peradilan Agama berdasarkan UU No. 7 Tahun 1989 memiliki kompetensi memeriksa perkara-perkara talak, gugatan cerai, wasiat, waris dan wakaf bagi mereka yang beragama Islam. Dalam perkembangannya berdasarkan UU No. 3 Tahun 2006, kompetensi peradilan agama diperluas meliputi pula zakat, infaq, shadaqah dan segala sengketa yang timbul dalam hubungan transaksi ekonomi syariah, misalkan asuransi syariah ataupun transaksi-transaksi perbankan syariah.
Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara memiliki kompetensi untuk memeriksa dan mengadili sengketa tata usaha negara yang timbul sebagai akibat diterbitkannya/ tidak diterbitkannya Keputusan Tata Usaha Negara oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara. Kewenangan dan struktur badan peradilan Tata Usaha Negara diatur dalam UU No. 5 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004.
Lingkungan Peradilan Militer (yang dilaksanakan oleh Mahkamah Militer dan Mahkamah Militer Tinggi) memiliki kompetensi untuk memeriksa dan mengadili setiap tindak pidana yang dilakukan oleh warga negara yang masuk dalam dinas kemiliteran. [9]



BAB.3 PENUTUP
KESIMPULAN
Sistem peradilan Indonesia dapat di artikan sebagai suatu susunan yang teratur dan saling berhubungan, yang berkaitan dengan kegiatan pemeriksaan dan pemutusan perkara yang dilakukan oleh pengadilan, baik itu pengadilan yang berada di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, maupun peradilan tatausaha Negara,yang didasari oleh pandangan, teori dan asas-asas di bidang peradilan yang berlaku di Indonesia.
Susunan  badan-badan Peradilan di Indonesia adalah sebagai berikut:
ü Lingkungan Peradilan Umum adalah Pengadilan Negeri (disingkat PN), Pengadilan Tinggi (disingkat PT), dan Mahkamah Agung (disingkat MA).
ü Lingkungan Peradilan Agama adalah Pengadilan Agama (disingkat PA), Pengadilan Tinggi Agama (disingkat PTA), dan Mahkamah Agung.
ü Lingkungan Peradilan Militer adalah Mahkamah Militer (disingkat mahmil), Mahkamah Militer Tinggi (disingkat mahmilti) dan Mahkamah Militer Agung (disingkat Mahmilgung) yakni pada Mahkamah Aung.
ü Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (disingkat PTUN), Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (disingkat PTTUN) dan Mahkamah Agung.
SARAN DAN KRITIK
            Makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna maka pemakalah harapkan rekan-rekan maupun dosen memberi Kritik dan saran agar pemakalah dapat membenahi kekurangan-kekurangan isi makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Roihan A. Rasyid. 2013. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta. Rajawali Pers.
Ade Maman Suherman. 2004. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum. Jakarta.PT Raja Grafindo Persada.

Sumber internet:
·         Hitamandbiru.blogspot.com/2012/07/system-peradilan-di-indonesia.html?m=1
·         Gagasanhukum.wordpress.com/2011/10/03sistem-peradilan-perdata-di-indonesia-bagian-ii/
·         Pn-yogjakota.go.id/pnyk/info-peradilan/pengertian-peradilan.html
·         Anninda.harid.web.id/?p=352



[1] Pn-yogjakota.go.id/pnyk/info-peradilan/pengertian-peradilan.html
[2] Anninda.harid.web.id/?p=352

[3] Ade Maman Suherman. Sistem Hukum. (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada).Hlm: 16
[5] Roihan A. Rasyid. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta. Rajawali Pers. 2013. Hlm.10-11
[6] Ibid. hlm. 12-18
[7] Ibid. hlm. 16
[8] Hitamandbiru.blogspot.com/2012/07/system-peradilan-di-indonesia.html?m=1
[9] Gagasanhukum.wordpress.com/2011/10/03sistem-peradilan-perdata-di-indonesia-bagian-ii/

No comments: