Thursday, July 3, 2014

KONSEP TASAWUF (FANA’ DAN BAGA’)



KONSEP TASAWUF (FANA’ DAN BAGA’)


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Tasawuf
Dosen Pengampu: H. Farhan, M.AG.

Di Susun Oleh:
Estu Wulandari           122231061
Fariska Yosi I              122231065
Jamas endarjuna          122231084

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah, Tuhan yang mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. Atas berkat rahmat dan hidayah-NYA-lah sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini. Kehadiran makalah ini diharapkan dapat melengkapi tugas Ilmu Tasawuf. Materi-materi yang disajikan dalam makalah ini, di samping di saring dari berbagai referensi yang memuat informasi mengenai konsep tasawuf, terutama yang berkaitan dengan fana dan baqa.
            Makalah tentang konsep tawasuf ini akan menjelaskan tentang pengertian fana dan baqa yang sesungguhnya. Di harapkan pembaca makalah ini dapat memahami tiap tiap bab dari makalah ini.
            Kami mengucapkan terima kasih atas kerjasama team yang akhirnya dapat menyelesaikan makalah ini .








                                                                        Surakarta, 23 April 2014

                                                                                    Kelompok 5
DAFTAR ISI

COVER …………………………………………………………………     1
KATA PENGANTAR ………………………………………………….     2
DAFTAR ISI …………………………………………………….……..      3
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………….………      4
Latar Belakang …………………………………………………       4
Rumusan Masalah ……………………………………………...       4
Tujuan ………………………………………………………….       4
BAB II. PEMBAHASAN ……………………………………………..      5
Pengertian fana dan baqa  …….………………………………..       5
Menurut beberapa tokoh………………………………………..       6
Tingkatan fana dan baqa ………………………………………        7
Tujuan dan kedudukan ……….……………………………….        8
Pandangan menurut al-quran ………………………………….        8
BAB III. PENUTUP …………………………………………………..       10
Kesimpulan ……………………………………………………        10
Saran Dan Kritik ………………………………………………        10
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………       11






BAB.1 PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dunia tasawuf adalah dunia rasa yang sarat dengan pengalaman spiritual yang seringkali berada di luar lingkungan rasional. Perlu disadari bahwa sebelum terjadinya ittihad, seorang sufi telah mengalami fana’ dan baqa’. Dalam kondisi demikian tentu tidak bisa dipakai ukuran yang bisa digunakan untuk menilai suatu ekspresi luar biasa (syathahat) yang keluar dari mulut seseorang yang dalam keadaan sadar. Hanya sangat disayangkan pengalaman sufistik seperti itu sering terungkap kepada khalayak hingga dipandang sebagai ucapan yang menyesatkan karena secara lahiriah melanggar prinsip tanzih dalam ajaran Islam.
Akhlak Tasawuf merupakan disiplin ilmu murni dalam Islam. Akhlak dan Tasawuf mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebelum bertasawuf, seseorang harus berakhlak sehingga bisa dikatakan bahwasanya At tashawwufu nihayatul akhlaq sedangkan al akhlaqu bidayatut tashawwuf. Dalam tasawuf, digunakan pendekatan suprarasional yaitu dengan intuisi / wijdan.
B.       Rumusan Masalah
·           Pengertian Fana dan Baqa?
·           Konsep Fana dan Baqa menurut beberapa tokoh?
·           Tingkatan-Tingkatan Fana dan Hikmahnya?
·           Tujuan dan kedudukan Fana serta Baqa?
·           Fana dan Baqa dalam pandangan al-Qur’an?
C.      Tujuan
·           Dapat menjelaskan Pengertian Fana dan Baqa.
·           Dapat menjelaskan Konsep Fana dan Baqa menurut beberapa tokoh.
·           Dapat menjelaskan Tingkatan-Tingkatan Fana dan Hikmahnya.
·           Dapat menjelaskan Tujuan dan kedudukan Fana serta Baqa
·           Dapat menjelaskan Fana dan Baqa dalam pandangan al-Qur’an.
BAB.2 PEMBAHASAN

A.      Pengertian Fana Dan Baqa
Fana (الفناء) artinya hilang, hancur. Fana adalah proses menghancurkan diri bagi seorang sufi agar dapat bersatu dengan Tuhan. Sedangkan Baqa (البقاء) artinya tetap, terus hidup. Baqa adalah sifat yang mengiringi dari proses fana dalam penghancuran diri untuk mencapai ma’rifat. Seorang sufi untuk ma’rifat harus bisa menghancurkan diri terlebih dahulu, dan proses penghancuran diri inilah di dalam tasawuf disebut “Fana” yang diiringi oleh “Baqa”.[1]
Bagi sufi, Fana adalah tidak dikenalinya, sifat-sifat seseorang oleh yang bersangkutan sendiri; dan Baqa adalah pengenalan hal serupa sebagai sifat Tuhan, di dalam Fana, abdi tidak memiliki kesadaran tentang dirinya, artinya, bagi dirinya sendiri yang bersangkutan merasa ada; tetapi hanya menyadari sekedar sebagai “yang mewujudkan, yang diwujudkan, dan perwujudan”.[2]
Dalam Al Risalatul Qusyairiyaha dinyatakan bahwa Fana adalah menghilangkan sifat-sifat yang tercela dan Baqa artinya mendirikan sifat-sifat yang terpuji. Barang siapa yang menghilangkan sifat tercela maka timbullah sifat yang terpuji. Jika sifat tercela menguasai diri maka tertutuplah sifat yang terpuji bagi seseorang.[3]
Dari segi bahasa Al-Fana berarti hilangnya wujud sesuatu, sedangkan Fana menurut kalangan sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri. Menurut pendapat lain Fana berarti bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan dan dapat pula berarti hilangnya sifat-sifat yang tercela.[4]

B.       Fana Dan Baqa Menurut Para Tokoh
1)      Al-Qusyairi
Fana adalah gugurnya sifat-sifat tercela, sedangkan Baqa adalah berdirinya sifat-sifat terpuji.
2)      Junaid al-Baghdadi
Tauhid bisa dicapai dengan membuat diri Fana dari dirinya sendiri dan alam sekitarnya, sehingga keinginannya dikendalikan oleh Allah.
3)      Ibnu Al Farabi
Fana dalam pengertian mistik adalah hilangnya ketidaktahuan dan Baqa pengetahuan yang pasti/ sejati yang diperoleh dengan intuisi mengenai kesatuan esensial dari keseluruhan ini.
Fana dalam pengertian metafisika adalah hilangnya bentuk-bentuk dunia fenomena dan berlanjutnya substansi universal yang tunggal. Hal ini ia simpulkan dengan hilangnya sesuatu bentuk pada saat Tuhan memanifestasikan (tajalli) diri-Nya dalam bentuk lain.
4)      Abu Bakar M. Kalabadzi
Fana adalah suatu keadaan yang di dalamnya seluruh hasrat atau keinginan luruh dan hancur darinya, sehingga para Sufi tidak mengalami perasaan apa-apa, dan kehilangan kemampuan membedakan. Dia telah luruh dari segala sesuatu, dan sepenuhnya terserap pada suatu yang menyebabkan dia luruh. Baqa mengandung arti bahwa para Sufi itu meluruh dari sesuatu yang menjadi miliknya.[5]
5)      Abu Sa’id al-Kharraz
Tanda keluruhan sang Sufi adalah keluruhannya dari hasratnya akan dunia ini dan dunia nanti, kecuali hasratnya akan Tuhan.

6)      Abu al-Qasim Faris
Keluruhan adalah keadaan seseorang yang tidak menyaksikan sifatnya sendiri, tapi menyaksikannya sebagai disembunyikan oleh Dia yang membuat sifat itu lenyap. Keluruhan sifat manusia jangan ditafsirkan sebagai tidak ada, tetapi tafsirkan bahwa sifat itu tertutup oleh suatu kesenangan yang menggantikan realisasi rasa sakit.
Proses penghancuran diri (Fana)  tidak dapat dipisahkan dari Baqa (tetap, terus hidup), maksudnya adalah apabila proses penghilangan suatu sifat (Maksiat) dari dalam sifat manusia , maka yang muncul kemudian adalah sifat yang lainya (Taqwa) yang ada pada manusia.[6]

C.      Tingkatan-Tingkatan Fana dan Hikmahnya
Tingkat I. Fana Fi af-alillah
Fana pada tingkat pertama ini, seseorang telah mulai dalam situasi dimana akal pikiran mulai tidak berjalan lagi, melainkan terjadi sebagai “ilham” tiba-tiba Nur Ilahy terbit dalam hati sanubari muhadara atau kehadiran hati beserta Allah dalam situasi mana, gerak dan diam telah lenyap menjadi gerak dan diamnya Allah.
Tingkat II. Fana Fissifat
Fana pada tingkat II ini, seseorang mulai dalam situasi putusnya diri dari Alma Indrawi dan mulai lenyapnya segala sifat kebendaan, artinya dalam situasi menafikan diri dan meng-isbatkan sifat Allah, memfanakan sifat-sifat diri kedalam kebaqaan Allah yang mempunyai sifat sempurna.
Tingkat III. Fana Fil-Asma
Fana pada tingkat III ini, seseorang telah dalam situasi fananya segala sifat-sifat keisanannya. Lenyap dari Alam wujud yang gelap ini, masuk kedalam Alam ghaib atau yang penuh dengan Nur Cahaya.
Tingkat IV. Fana Fizzat
Fana pada tingkat IV ini, seorang telah beroleh perasaan bathin pada suatu keadaan yang tak berisi, tiada lagi kanan dan kiri, tiada lagi muka dan belakang, tiada lagi atas dan bawah, pada ruang yang tak terbatas tidak bertepi. Dia telah lenyap dari dirinya sama sekali, dalam keadaan mana hanya dalam kebaqaan Allah semata-mata. Dapat disimpulkan bahwa segala-galanya telah hancur lebur, kecuali wujud yang mutlak.
Sebagai kesimpulan yang dapat diambil tentang pengertian “Fana” ilah membersihkan diri lahir batin, memfanakan segala penyerupaan-penyerupaan Allah dari segala sifat-sifat kekurangan dan kebaharuan.
Hikmah “fana” adalah :[7]
  1. Pentauhidan Tuhan semurni-murninya dalam arti, tiada wujud yang mutlaq melahirkan Allah.
  2. Pengenalan Tuhan semurni-murninya, tidak sekedar dengan pengakuan adanya dan satunya saja dengan ucapan kalimah syahadat, tidak sekedar dalil atau pendapat dengan jalan akal pikiran saja, tetapi kita mengenal Tuhan dalam arti “Makrifah”.
D.      Tujuan Dan Kedudukan Fana Dan Baqa
Setelah mengetahui pengertian Fana dan Baqa, perlu diketahui tujuan Fana dan Baqa adalah mencapai penyatuan secara ruhaniyah dan bathiniyiah dengan Tuhan sehingga yang disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya.
Sedangkan kedudukan Fana dan Baqa merupakan hal, karena hal yang demikian itu terjadi terus menerus dan juga karena dilimpahkan oleh Tuhan. Fana merupakan keadaan dimana seseorang hanya menyadari kehadiran Tuhan dalam dirinya, dan kelihatannya lebih merupakan alat, jembatan atau maqam menuju ittihad (penyatuan Rohani dengan Tuhan). Tatkala Fana dan Baqa berjalan selaras dan sesuai dengan fungsinya maka seorang Sufi merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan yang mencintai dan dicintai telah menjadi satu.[8]
E.       Fana Dan Baqa Pandangan Al-Quran
Fana dan Baqa merupakan jalan menuju Tuhan, hal ini sejalan dengan firman Allah Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.”( Q. S. Al-Kahfi: 110)
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Allah swt. telah memberi peluang kepada manusia untuk bersatu dengan Tuhan secara rohaniyah atau bathiniyah, yang caranya antara lain dengan beramal shaleh, dan beribadat semata-mata karena Allah, menghilangkan sifat-sifat dan akhlak buruk (Fana), meninggalkan dosa dan maksiat, dan kemudian menghias diri dengan sifat-sifat Allah, yang kemudian ini tercakup dalam konsep Fana dan Baqa, hal ini juga dapat dipahami dari “Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Q. S. Al-Rahman: 26-27).
Pada zaman Rasulullah SAW. Kaum Muslimin sentiasa mengharapkan kedatangan wahyu untuk memberi petunjuk, bimbingan dan teguran. Karena dahulu tiap kali turun Wahyu kepada Rasulullah SAW, maka yang terjadi adalah sebuah perubahan pada dirinya serta suasana  disekelilingnya. Mereka fana di dalam wahyu hingga tidak akan ada perkataan yang menguasai mereka melebihi perkataan Allah SWT. Mereka baqa’ di dalam perintah wahyu yaitu kehambaan kepada Allah SWT hingga tidak akan  ada yang menguasai mereka melainkan peraturan Allah SWT. Itulah umat Nabi Muhammad SAW. yang fana dalam wahyu dan baqa dalam ubudiah (kehambaan).[9]


                             BAB.3 PENUTUP
Kesimpulan
Fana adalah proses menghancurkan diri bagi seorang sufi agar dapat bersatu dengan Tuhan. Sedangkan Baqa adalah sifat yang mengiringi dari proses fana dalam penghancuran diri untuk mencapai ma’rifat. Secara singkat, Fana adalah gugurnya sifat-sifat tercela, sedangkan Baqa adalah berdirinya sifat-sifat terpuji. Adapun tujuan Fana dan Baqa adalah mencapai penyatuan secara ruhaniyah dan bathiniyiah dengan Tuhan sehingga yang disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya. Sedangkan kedudukan Fana dan Baqa merupakan hal. Dalam sejarah tasawuf, Sufi yang pertama kali memperkenalkan paham Fana dan Baqa adalah Abu Yazid al-Bustami.
Dalam Al Risalatul Qusyairiyaha dinyatakan bahwa Fana adalah menghilangkan sifat-sifat yang tercela dan Baqa artinya mendirikan sifat-sifat yang terpuji. Barang siapa yang menghilangkan sifat tercela maka timbullah sifat yang terpuji. Jika sifat tercela menguasai diri maka tertutuplah sifat yang terpuji bagi seseorang
Kritik dan saran
Makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna maka pemakalah harapkan rekan-rekan maupun dosen memberi Kritik dan saran agar pemakalah dapat membenahi kekurangan-kekurangan isi makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA
Khan Sahib Khaya. 1987. Cakrawala Tasawuf. Jakarta. CV Rajawali

Sumber internet:





[1] http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/21/fana-dan-baqa/
[2] Khan Sahib Khaya. Cakrawala Tasawuf. Jakarta. CV. Rajawali.. 1987. Hlm. 91
[3] http://www.makalahmahasiswa.com/2012/05/fana-dan-baqa-dalama-kajian-tasawuf.html
[4] http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/21/fana-dan-baqa/
[5] http://www.makalahmahasiswa.com/2012/05/fana-dan-baqa-dalama-kajian-tasawuf.html
[6] http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/21/fana-dan-baqa/
[7] http://aufapunk.blogspot.com/2011/10/fana-dan-baqa.html
[8] http://www.makalahmahasiswa.com/2012/05/fana-dan-baqa-dalama-kajian-tasawuf.html
[9] http://abdullahhabib.blogspot.com/2013/04/fana-wal-baqa-fi-al-tasawuf.html

No comments: