Thursday, July 3, 2014

PERDAGANGAN BEBAS DAN EKONOMI ISLAM


 
PERDAGANGAN BEBAS DAN EKONOMI ISLAM

Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) dengan ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgia, berupa penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya, seperti kuota, muatan lokal, peraturan administrasi dan peraturan antidumping.
Pasar bebas pada dasarnya adalah agenda utama dari liberalisasi ekonomi. Paham ini sepenuhnya menyerahkan kegiatan perekonomian kepada individu dan mekanisme pasar yang ada. Dalam hal ini peran pemerintah menjadi tidak berarti dalam sektor ekonomi yang dijalankan. Tujuannya untuk menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan antarnegara dan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Motif mencari keuntungan merupakan ide lain dari kapitalisme. Sistem ekonomi kapitalis dipengaruhi oleh semangat mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dengan sumber daya yang terbatas. Usaha kapitalis ini didukung oleh nilai-nilai kebebasan untuk memenuhi kebutuhan. Perdagangan bebas akan menciptakan ketergantungan ekonomi sebuah negara terhadap negara asing. Selanjutnya ketergantungan akan melahirkan penjajahan baru, imperialisme ekonomi.
Liberalisasi perdagangan adalah alat negara-negara maju untuk membuka pasar untuk produk-produk manufaktur dan investasi negara-negara maju di negara-negara berkembang. Kebijakan ini tidak hanya memperlemah perekonomian dalam negeri, akibat tidak bisa bersaingnya produk-produk dalam negeri dengan produk-produk impor, tetapi juga akan melarikan kekayaan negara-negara berkembang ke negara-negara maju (efek dependensia). Negara-negara berkembang akan terus menjadi konsumen utama dari komoditas dan investasi negara-negara maju. Akibatnya, negara-negara berkembang semakin sulit membangun fondasi ekonomi yang tangguh, akibat ketergantungan yang besar terhadap negara-negara industri. Dengan demikian, negara berkembang tidak akan pernah bergeser menjadi negara industri yang kuat dan berpengaruh.
Sony Warsono bin Hardono, menjelaskan bahwa ekonomi Islam berlandaskan pada beberapa prinsip. Pertama, kejujuran (Ash-Shidq). Kejujuran adalah ruh dari ekonomi syariah. Kejujuran menjadi bukti adanya kometmen akan pentingnya perkataan, tindakan dan semua yang terkait dengan perikatan dalam sistem ekonomi syari’ah. Kedua, kesetaraan (Al-Musawah). Prinsip kesetaraan menegaskan bahwa setiap pihak berada pada posisi yang sama dalam mu’amalat. Ketiga, keadilan dan kebenaran (Al-‘adhilah). Keadilan dan kebenaran sangat penting karena ketiadaan rasa keadilan akan mempengaruhi hasil dari transaksi tersebut. Dalam hal perdagangan bebas, ekonomi Islam menawarkan solusi alternatif atas ketidakadilan sistem pasar bebas dalam sistem kapitalisme. Kehadiran ekonomi Islam akan lebih memberikan keadilan bagi masyarakat karena prinsip dasar dalam ekonomi Islam adalah keadilan (al-‘adhilah).
Sesunguhnya Islam telah menawarkan kepada umat suatu sistem ekonomi yang dapat membangun kemandirian negara sekaligus menjamin berkembangnya industri-industri dalam negeri serta sektor ekonomi lainnya. Sistem Ekonomi Islam mengatur kepemilikan individu, kepemilikan negara dan kepemilikan umum. Kewajiban negara adalah memastikan tersedianya bahan baku, energi, modal dan pembinaan terhadap pelaku ekonomi rakyatnya.
Dilihat dari sudut pandang Islam, praktik perdagangan bebas ini sangat bertentangan dengan Islam dilihat dari segi:
1.      Dengan diserahkannya urusan perdagangan pada mekanisme pasar, berarti peran negara dan pemerintah hilang. Padahal menurut Islam negaralah yang wajib berperan dan bertanggung jawab terhadap seluruh urusan rakyatnya, termasuk urusan perdagangan.
2.      Perdagangan bebas, di mana seluruh pelaku bisnis bisa bermain di dalam pasar domestik tanpa hambatan, tanpa lagi dilihat apakah pemain tersebut berasal dari negara kafir yang memerangi Islam (darul harbi fi’lan) atau tidak, juga jelas bertentangan dengan Islam. Sebab, hukum perdagangan internasional menurut Islam dilihat dari sisi kewarganegaraan pelakunya. Berbeda dengan Kapitalisme yang menilai dari sudut komoditasnya. Menurut Islam, perjanjian perdagangan dengan darul harbi fi’lan seperti AS dan Israel serta sekutu-sekutunya adalah haram.
3.      Tujuan utama dari kebijakan liberalisasi perdagangan tidak lain agar negara-negara berkembang di seluruh dunia dapat membuka pasar mereka terhadap barang dan investasi negara-negara maju (kafir) yang memiliki keuanggulan atas negara-negara berkembang. Akibatnya negara-negara berkembang akan terus menjadi konsumen utama dari komoditas dan investasi negara-negara maju. Di sisi lain kebijakan tersebut membuat negara-negara berkembang semakin sulit dalam membangun fondasi ekonomi yang tangguh sebab mereka terus bergantung kepada negara-negara industri. Dengan demikian mereka tidak akan pernah bergeser menjadi negara industri yang kuat dan berpengaruh.
4.      Membolehkan perdagangan bebas dengan alasan sejalan dengan Islam, karena adanya larangan Islam terhadap penarikan cukai (al-maks) atas barang import milik warga negara Islam, tidak dapat dibenarkan. Hal ini karena perdagangan bebas asasnya adalah kapitalisme. Sementara Islam mengharamkan berbagai hadharah yang tidak bersumber dari aqidah Islam meski bisa jadi ada kemiripan.
5.      Seluruh barang yang halal pada dasarnya dapat diperniagakan ke negara lain. Meski demikian ekspor komoditas tertentu dapat dilarang oleh khalifah jika menurut ijtihadnya bisa memberikan dharar bagi negara Islam. Misalnya ekspor senjata atau bahan-bahan yang bisa memperkuat persenjataan negara luar, seperti uranium, dll. Sebab, komoditas semacam ini bisa memperkuat negara luar untuk melakukan perlawanan kepada negara Islam. Khalifah juga boleh melarang ekspor komiditas tertentu yang jumlahnya terbatas dan sangat dibutuhkan di dalam negeri, sehingga kebutuhan dalam negeri bisa terpenuhi.
Perjanjian perdagangan bebas seperti ACFTA merupakan bentuk penghianatan terhadap rakyat yang seharusnya dilindungi dari ketidakberdayaan ekonomi. Dengan perjanjian tersebut, sengaja atau tidak, Pemerintah telah membunuh usaha dan industri dalam negeri baik skala besar apalagi skala kecil, yang tentu akan berdampak pada makin meningkatnya angka pengangguran, sehingga sudah seharusnya pemerintah membatalkan. Negara juga wajib mengatur ekspor dan impor barang sehingga betul-betul bisa mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat. Impor seharusnya hanya terbatas pada barang-barang yang bisa memperkuat industri di dalam negeri. Semua itu dilakukan antara lain dalam melindungi berbagai kepentingan masyarakat. Sebab, kewajiban negaralah untuk menjadi pelindung bagi rakyatnya.
KESIMPULAN:
            Dalam hal perdagangan bebas, ekonomi Islam menawarkan solusi alternatif atas ketidakadilan sistem pasar bebas dalam sistem kapitalisme. Kehadiran ekonomi Islam akan lebih memberikan keadilan bagi masyarakat karena prinsip dasar dalam ekonomi Islam adalah keadilan (al-‘adhilah).
            Perdagangan bebas itu tidak baik sebab hanya Negara-negara yang maju saja yang akan menguasai pasar dan Negara berkembang akan menjadi Negara yang ketergantungan terhadap komoditas Negara maju. Mayoritas Negara adikuasa perdagangan bebas adalah AS, Israel dll yang mayoritas kaum kafir, sehingga Negara islam haram hukunya di kuasai oleh kaum kafir.

No comments: