Friday, June 19, 2015

KEBIJAKAN BANK INDONESIA TERHADAP BANK SYARIAH

 KEBIJAKAN BANK INDONESIA
TERHADAP BANK SYARIAH

 


 KEBIJAKAN BANK INDONESIA
TERHADAP BANK SYARIAH

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kebanksentralan
Dosen Pembimbing: Sri Wahyuni Handani Akt
Disusun Oleh:
Fariska Yosi Iryanti
NIM: 122231065




JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2015
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim
Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwataa’la yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan pada penulis sebagai rahmat yang sangat berharga. Shalawat dan salam penulis sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Rasullullah SAW nabi akhir zaman, yang menjadi panutan kita umat islam, sangat memotivasi pemakalah untuk menyusun makalah Kebijakan Bank Indoensia Terhadap Bank Syariah.
    Pemakalah sangat berterima kasih kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah membantu baik material maupun moril atas selesainya pembuatan makalah ini.Terimakasih yang setulus-tulusnya diberikan kepada seluruh keluarga yang telah membantu dan memotivasi dalam penyelesaian makalah ini.








Surakarta, 1 Mei 2015
Dengan Hormat,


Fariska Yosi Iryanti


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………..…………….…...1
KATA PENGANTAR……………..……………………………………….…….2
DAFTAR ISI……………………………………………………………….……...3
BAB.1 PENDAHULUAN………………………………………………….….….4
BAB.2 PEMBAHASAN……………………………………………………….….6
KEBIJAKAN BANK INDONESIA…….………………………………...6
PERMASALAHAN BANK SYARIAH..…………………………….…13
STRATEGI BANK SYARIAH………………………………………….15
BAB.3 PENUTUP…………………………………………………………….…21
KESIMPULAN……………………………………………………….….21
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………22

BAB.1 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perkembangan Lembaga Keuangan syariah mulai bergeliat sejak awal tahun 1990-an. Dan perkembangan itu semakin dirasakan  oleh khalayak umum setelah diberlakukannya UU no. 07 tahun 1992 tentang perbankan yang memberikan peluang didirikannya Bank syariah.
Tahun 2000-an setelah terjadinya krisis moneter bank syariah membuktikan bahwa dirinya adalah bank yang sukses dan tetap eksis mempertahankan kinerjanya. Yang mana bank konvensional mengalami kerugian besar (collaps). Dengan menggunakan sistem dan nilai yang sesuai dengan syariat islam.
Sehingga kemunculan bank-bank syariah baru semakin marak. Marak dan cepatnya pertumbuhan dan perkembangan lembaga keuangan berpola syariah itu, tentu tidak terlepas dari fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan bahwa bunga bank itu adalah riba, dan riba sangat dilarang dan diharamkan dalam ajaran Islam. Fatwa itu telah memberi dampak terhadap penyempitan pasar bagi perbankan konvensional, masalahnya sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam.
B.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan yang perlu dibahas yaitu:
1.     Apakah pengertian kebijakan Bank Indonesia itu?
2.    Apa yang menjadi permasalahan perkembangan bank syariah?
3.    Strategi apakah yang harus dilakukan untuk mengembangkan bank syariah?




C.    Tujuan
1.    Apakah pengertian kebijakan Bank Indonesia itu?
2.    Apa yang menjadi permasalahan perkembangan bank syariah?
3.    Strategi apakah yang harus dilakukan untuk mengembangkan bank syariah?


BAB.2 PEMBAHASAN
A.    Kebijakan Bank Indonesia
Sejarah Perkembangan Kebijakan Pemerintah tentang Perbankan Syariah
Cikal bakal perundang-undangan yang dijadikan pedoman pengoperasian adalah Undang-Undang No. 07 Tahun 1992 tentang perbankan dan UU No. 10 tahun1998 tentang perubahan atas UU No. 07 Tahun 1992. Melalui UU itu perbankan syariah bisa beroperasi. Maka dari itu dalam periodisasi perkembangan kebijakan perbankan Islam diklasifikasikan menjadi 2 periode, yaitu:
1.    Periode 1992-1998: Peletakan Dasar Sistem Perbankan Islam
Periode ini merupakan awal berdirinya dari Bank Syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalah Indonesia (BMI). Yang diprakarsai oleh para cendekiawan muda dalam organisasi ICMI dan dukungan MUI. Pada saat itu negara ini dipimpin oleh kepemerintahan orde baru yang berusaha menjalin hubungan yang harmonis dengan umat islam. Sehingga kebanyakan kalangan menilai pada periode ini merupakan puncak akomodasi pemerintah dengan umat islam.
Di tengah gencarnya pendirian BMI maka UU No. 07 Tahun 1992 tentang perbankan disahkan. Tepatnya pada 25 Maret 1992 Oleh Presiden RI. Maka dengan disahkannya UU No. 07 tahun 1992 menempatkan Sistem Perbankan Islam sebagai salah satu sistem perbankan yang berlaku di Indonesia. Yaitu Bank yang beroperasi dengan sistem Bagi hasil yang diatur dalam PP No. 72 Tahun 1992 yang dikeluarkan 7 bulan kemudian setelah disahkannya UU no. 07 tahun 1992. Pada kedua peraturan ini tidak menyebutkan Bank Syariah ataupun bank Syariah. Namun hanya sekedar menyebutkan Bank dengan prinsip bagi hasil.  Yang hanya disebutkan dua kali saja dalam pasal 6 dan 13.



Kebijakan Mendasar dalam Periode ini adalah :
a.    Larangan Melakukan Dual system of Banking
Kebijakan ini adalah kebijakan dimana Bank Konvensional tidak diperbolehkan membuka unit atau cabang Bank Syariah. Begitu pula sebaliknya. Hal ini tertuang pada pasal 6 PP No.72 1992
b.    Pembentukan Dewan Pengawas Syariah
Sebagaimana yang tertera dalam pasal 5 PP. No. 72 tahun 1992 menjelaskan bahwa Bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki dewan pengawas syariah. Hal ini diupayakan adanya pihak yang memonitoring untuk menghindarkan dari praktek riba.
2.    Periode 1998-1999: Reformasi Kebijakan Perbankan Islam
Periode ini adalah masa bergulirnya kepemerintahan Orde baru (Suharto) ke Era baru (BJ. Habibie). Pada masa ini kondisi ekonomi di Indonesia sangat memprihatinkan.terjadinya krisis ekonomi pada 1997 juga merambah pada krisis-krisis lain. Sehingga Pada periode ini muncullah UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 07 tahun 1992 tentang perbankan. Dalam Undang-undang ini terdapat 43 perubahan dan penambahan. antara lain: UU No. 5 tahun 1999 tetntang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat; UU No 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Hal itu dilakukan merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah untuk memperbaiki negara Indonesia. UU no. 10 1998 memberikan peluang yang sangat luas bagi perbankan Islam. Yaitu pengakuan secara tegas terhadap pembiayaan berdasarkan syariah baik di bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat”. Sebagai UU yang memperbaharui undang-undang sebelumnya, UU No. 10 1998 tidak merubah semua pasal yang ada pada UU No. 07 tahun 1992. Perubahannya hanya dilakukan pada beberapa hal penting saja.
Perubahan-perubahan pada Undang-Undang No. 10 1998 atas Undang-Undang No. 07 tahun 1992 tentang perbankan lebih lebih banyak berkaitan dengan dua aspek. Pertama, semakin kuatnya kewenangan Bank Indonesia. Kedua, aspek diakomodasinya sistem perbankan Islam dalam sistem perbankan Nasional.
Aspek pertama dapat dilihat dari pasal 16 bahwa kewenangan untuk memberi izin usaha, persyaratan dan tata cara bagi bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, merupakan dari Bank Indonesia, sedangkan UU No. 07 1992 kewenangan itu berada pada tangan menteri Keuangan. Demikian juga dengan pasal 18,19, 20, 21, dan 22 bahwa kewenangan izin pendirian kantor Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat menjadi kewenagan Bank Indonesia.
Sedangkan aspek kedua, dapat dilihat dari perubahan term yang digunakan yaitu dari “prinsip bagi hasil” menjadi “prinsip Syariah”. Selain itu, juga semakin tampak dari semakin banyaknya pengaturan perbankan Islam dalam undang-undang, dibandingkan dengan undang-undang terdahulu. Akomodasi tersebut dapat dilihat lebih jauh pad pasal 1 ayat 3; ayat 4; ayat 12; ayat 13; ayat 18; dan ayat 23, pasal 6 huruf m, pasal 7 ayat huruf c, pasal 8 ayat 1 dan ayat 2, pasal 11 dan lainnya.
Sedangkan untuk petunjuk pelaksanaan UU no. 10 tahun 1998 pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) mengeluarkan 2 surat keputusan direksi Bank Indonesia, yaitu:
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/Kep/Dir adalah kebijakan operasional bagi bank Umum berdasarkan prinsip syariah.
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/Kep/Dir adalah Kebijakan Operasional bagi Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip Syariah.
Jadi menurut hemat penulis, ada 5 kebijakan yang dilakukan pemerintah terhadap pengembangan perbankan Islam. Antara lain:
a.    Pengembangan Dual Banking system
Dengan diundangkannya UU no. 10 tahun 1998 memperkuat kedudukan Bank Syariah dalam tata hukum perbankan Indonesia. Undang-Undang ini tidak hanya mengakui secara tegas tentang Pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, namun juga memberikan definisi ulang Bank Umum dan BPR baik pada Bank Konvensional maupun Bank Syariah. Dalam kedudukannya, Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Perkreditan Syariah (BPRS) disejajarkan dengan Bank Konvensional yang lebih dulu ada.
Dalam Pasal 1 ayat  2 disebutkan:
“ Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.
Dalam Pasal 1 ayat  3 disebutkan:
“ Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.
Dari kedua Undang-undang diatas dapat didefinisikan bahwa Bank umum terdiri dari dua bank Umum; Pertama Bank Umum Konvensional. Kedua, Bank Umum Syariah dan dua Bank Perkreditan Rakyat; Pertama Bank Perkreditan Rakyat Konvensional. Kedua, Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
Dengan demikian Bank Umum Konvensional diperbolehkan mendirikan Bank Syariah dengan catatan ada pemisahan tempat (kantor Cabang). Hal ini dilakukan untuk menghidarkan dari praktek riba dan non riba. Sedangkan Bank Syariah tidak diperbolehkan membuka cabang bank Konvensional. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesterilan prinsip syariah di Bank Syariah.
Namun berbeda dengan BPR, BPR konvensional tidak dipekenankan membuka cabang. Tapi hanyalah diperkenankan merubah BPR konvensional menjadi Syariah.
b.    Pengembangan Kegiatan Usaha
Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan BUS atau Unit Usaha Syariah bagi Konvensional, yaitu:
-Menghimpun dana: wadiah, mudharabah.
Tabungan    à Wadiah dan mudharabah
Giro        à Wadiah
Deposito    à Wadiah dan mudharabah
-Penyaluran dana: Mudharabah, musyarakah, hiwalah, Rahn, qard, wakalah, ujr, Murabahah, salam, istisna, ijaroh, dan Sharf.
Sedangkan dalam kegiatan usaha BPRS, yaitu:
-Menghimpun dana: Wadiah dan Mudharabah
Tabungan    à Wadiah dan mudharabah
Deposito    à Wadiah dan mudharabah
-Penyaluran dana: Mudharabah, musyarakah, hiwalah, Rahn, qard, wakalah, ujr, Murabahah, salam, istisna, ijaroh.
Sebagaimana Bank Umum, BPRS juga bertindak sebagai Baitul Maal yang menerima, Zakat, infak, sedekah, wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya.
Pengembangan Moneter Berdasarkan Prinsip Syariah
Dalam Undang-undang no. 23 tahun 1999, Bank Indonesia mempunyai tugas untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; mengatur dan menjaga stabilitas pembayaran.
Untuk itu Bank Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan, diantaranya:
1.    Giro Wajib Minimum (GWM)
Giro Wajib Minimum adalah simpanan minimum bank umum dalm bentuk giro pada Bank Indonesia yag besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan persentase tertentu dari Dana Pihak Tertentu (DPT).
2.    Kliring
Ketentuan yang berlaku untuk Bank Syariah meliputi; ukuran besarnya sanksi bagi pelanggaran saldo negatif dan tata cara pengenaan sanksi untuk bank-bank yang bersaldo negatif. Hal ini sesuai dengan pasal 25 ayat 2 Peraturab Bank Indonesia.
3.    Pasar Uang Antar Bank berdasarkan prinsip syariah (PUAS) PUAS adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar berdasarkan prinsip mudharabah. PUAS dikeluarkan dengan piranti berdasarkan prinsip syariah, yaitu sertifikan IMA (Investasi Mudharabah Antar-bank).
4.    Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
SWBI adalah sertifikat yang diterbitakanBank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah. Kebijakan ini berfungsi sebagai medium untuk mengendalikan peredaran uang dalam masyarakat.
Pengembangan Struktur Bank Indonesia
Pengembangan struktur organisasi adalah sesuatu yang pasti ketika kebutuhan semakin bertambah. Begitu juga dengan Bank Syariah. Dengan adanya bank syariah, maka BI perlu menetapkan suatu biro atau devisi yang memang fokus pada jobnya.
Sehingga, pada tanggal 31 Mei 2001 BI membentuk biro Perbankan syariah dalam strukturnya. Sedangkan dalam menjalankan tugasnya, biro ini membentuk tiga tim. Pertama, tim peneliti yang bertugas melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengembangan Bank Syariah. Kedua, tim pengatur perbankan syariah yang berwenang membuat kebijakan. Ketiga, tim pengawas yang bertugas melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Bank-Bank Syariah.
e.    Pembentukan Dewan Syariah Nasional
Berdasarkan pasal 5 PP No. 72 1992 setiap bank yang beroperasi dengan sistem bagia hasil wajib membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS). Namun undang-undang ini masih terdapat kejanggalan. Karena jika setap bank membentuk DPS masing-masing dikhawatirkan akan terjadi perbedaan dalam menentukan kebijakan. Maka dari itu diperlukanlah Dewan Syariah Nasional yang akan menjaga keseragaman kebijakan.
Dilatar belakangi hal tersebut dibentuklah Dewan Syariah Nasional (DSN) pada tahun 1999 berdasarkan Keputusan Majelis Ulama Indonesia Nomor Kp. 754/MUI/II/1999 tertanggal 10 pebruari 1999.
3.    Periode 1999-2009: Terbentuknya UU No. 21 tahun 2008
Dalam periode 1999-2004 DPR RI komisi IX mewacanakan rencana penyusunan RUU tentang Perbankan Syariah. Namun pada periode ini belum mengalami perkembangan signifikan. Karena keterbatasan waktu dan sangat padatnya tugas-tugas dari DPR RI. Selanjutnya pada periode 2004-2009 terbentuklah Alat kelengkapan DPR RI, khususnya pada tahun 2004-2005, RUU Perbankan Syariah disepakati untuk menjadi salah satu RUU yang menjadi prioritas dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas).
Pada tanggal 27 Oktober 2005, DPR menugaskan komisi XI DPR RI untuk membahas dan menyempurnakan draft RUU Perbankan Syariah sebelum disampaikan ke pemerintah. Sehingga pada taggal 5 Januari 2007, ketua DPR Agung Laksono mengirimkan draft RUU Perbankan syariah kepda presiden. Sebulan kemudian Mensesneg, Yusril Ihza Mahendra, meneruskan draft tersebu kepada menteri keunagan, menteri Agama, dan Menteri Hukum dan HAM. Sehingga pada tanggal 21 Maret 2007, Komisi XI DPR Mengadakan Rapat kerja dengan pemerintah yang diwakili menteri keunagan, menteri Agama, dan Menteri Hukum dan HAM.
Pada tanggal 29 Januari 2008, DPR bersama pemerintah mengadakan rapat kerja untuk membahas DIM (daftar Inventarisasi Masalah). Selanjutnya pada tanggal 11-12 Februari, Panitia Kerja (PANJA) membahas RUU Perbankan Syariah dan dilanjutan perumus dan tim sinkronisasi yang secara intensif mengadakan rapat.
Pada tanggal 5 Juni 2008 DPR mengadakan rapat dengan Pemerintah. Dalam rapat ini menghasilkan sebuah kesepakatan untuk segera disahkannya RUU Perbankan Syariah menjadi Undang-Undang. Sehingga pada tanggal 17 Juni 2008 RUU Perbankan Syariah disahkan menjadi Undang-Undang oleh ketua DPR Agung Laksono. Sebulan kemudian tepatnya pada tanggal 16 Juli 2008, Presiden Susila Bambang Yudhoyono mengesahkan UU perbankan Syariah dengan No. 21 Tahun 2008 yang dimuat dalam lembaran negara RI Tahun 2008 nomor 94. dengan terdiri dari 13 bab dan 70 pasal. Salah satu UU tersebut adalah sebagai berikut (untuk lebih lengkapnya lihat di Undang-Undang Perbankan Syariah) :
-    Istilah Bank Perkreditan Rakyat diubah menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
-    Penetapan DPS sebagai pihak terafiliasi seperti akuntan publik, penilai dan konsultan.
-    Definisi pembiayaan yang berubah secara signfikan dibandingkan definisi yang ada di dalam UU sebelumnya.
-    Penambahan fungsi BUS. Selain menjadi lembaga penghimpun dan penyalur, bank juga melakukan fungsi sosial.
-    Implikasi yang mungkin terjadi dari  lahirnya UU Perbankan Syariah No 21 tahun 2008 antara lain:
•    Jaminan Kepastian Hukum
•    Peningkatan dukungan Pemerintah
•    Penerbitan Peraturan pelaksana UU perbankan Syariah
•    Penguatan Sinergi pasar keuangan berbasis Syariah
B.    Permasalahan Bank Syariah Di Indonesia
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.
Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat nasional.
“Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu  pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.
Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.
Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.
Banyak kendala dan permasalahan yang dihadapi Bank Syariah dalam pengembangannya. Berikut dikemukakan beberapa kendala :
1.    Minimnya pemahaman Masyarakat terhadap kegiatan operasional Bank Syariah.
2.    Peraturan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodasi operasional Bank Syariah.
3.    Jaringan kantor bank syariah yang belum luas.
4.    Minimnya Sumber Daya Manusia yang memiliki keahlian dalam bank syariah.
5.    Institusi pendukung yang belum lengkap dan efektif.
6.    Porsi skim pembiayaan bagi hasil dalm transaksi bank syariah masih perlu ditingkatkan.
C.    Strategi Untuk Mengembankan Bank Syariah Di Indonesia
Dari permasalahan yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan beberapa strategi pengembangan yang harus dilakukan, diantaranya:
1.    Pelaksanaan Kegiatan sosialisasi Perbankan Syariah.
Maju tidaknya suatu lembaga tergantung bagaimana cara berkomunikasnya. Sosialisasi adalah hal terpenting yang perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat guna meningkatkan pemahamannya. Sosialisasi ini dapat terlaksana dengan baik diperlukan kerjasama dengan lembaga-lembaga lain, seperti lembaga pendidikan, ulama, dan media.
2.    Penyusunan dan Penyempurnaan Ketentuan Operasional Bank Syariah.
Upaya yang dilakukan adalah penyesuaian perangkat dasar Undang-Undang Bank sentral, Undang-Undang Perbankan, dan penyusunan perangkat-perangkat pendukung kegiatan operasional Bank syariah. Cikal bakal yang dilakukan pemerintah adalah melalui perubahan UU No. 07 1992 ke UU. No.10 tahun 1998. Yang selanjutnya dituangkan dalam surat keputusan Direksi Bank Indonesia. Namun yang paling penting dilakukan saat ini adalah perlunya sebuah Regulasi Khusus Bank Syariah. Karena “… tanpa adanya peran regulasi dan pengawasan, kepercayaan masyarakat pada sistem tidak akan terwujud. Kegagalan pada tahap awal pembentukan akan menurunkan reputasi sistem, dan justru akan menghambat usaha Islamisasi sistem keuangan di negara-negara Muslim”.
“perkembangan perbankan Islam yang semakin pesat baik dari sisi volume usaha, jaringan kantor, dan kompleksitas jenis produk, menuntut adanya upaya pengaturan yang lebih jelas dan memadai”.
walau lahirnya UU No. 10 tahun 1998 mensejajarkan Bank Syariah dengan Bank Konvensional. Namun demikian, berkaitan dengan pengaturan dan pasal-pasal yang mengatur perbankan islam dalam undang-undang tersebut tidak seimbang. Terkesan bahwa perbankan konvensional menjadi titik tekan pemerintah, dan bahkan perbankan Islam menjadi subordinasi dari bank konvensional. Sebab perbankan islam hanya diatur dengan beberapa pasal saja, dan banyak pengaturan mengikuti pola umum yang ada dalam sistem konvensional.
Hal tersebut dapat dilihat dalam beberapa hal berikut:
Pasal 6, 7, 8 dan 9 UU No. 10 1998 yang mengakomodasi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, terjadi inkosistensi Hukum. Pada pasal diatas pembiayaan syariah diakui. Namun dalam pasal 10, Bahwa Bank umum dilarang: melakukan penyertaan modal, kecuali pasal 7 huruf b dan c. yang membolehkan penyertaan modal pada perusahaan lain di bidang keuangan. (c) bank dapat melakukan penyertaan  modal sementara untukmengatasi kegagalan kredit atau kegaglan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Dengan demikian, pembiayaan yang dilakukan oleh BUS adalah pada sektor keunangan saja. Padahal pembiayaan dalam BUS lebih mengutamakan pada sektor riil.
Praktek riba (bunga), bonus yang terdapat pada SWBI.  Bonus tersebut bisa diklaim sebagai rba karena bukan berdasarkan pada tingkat hasil investasi dari uang yang dititipkan tersebut.  Imbalan yang terdapat pada sertifikat IMA yang menggunakan dua model, yaitu revenue sharing dan profit and loss sharing. Penggunaan revenue sharing dalam investasi mudharabah yang jelas bertentangan dengan prinsip dasar skim Mudharabah.  Tidak diaturnya Dewan Pengawas Syariah dalam UU No. 1998 namun hanya diatur dalam PP No. 72 tahun 1992. Ironis sekali karena DPS begitu urgen. Sehingga perlu pengaturan yang lebih kuat dalam Undang-undang.
Aspek operasional perbankan syariah dalam perbankan Syariah seperti Penilaian CAR (Capital Adequacy Ratio). Dalam konvensional DPK (Dana Pihak Ketiga) merupakan modal bank tersebut. Sedangkan dalam Bank Syariah bukan dikategorikan sebagai modal. Hal-hal lain masih banyak yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah untuk mengembangkan bank Syariah di Indonesia.
3.    Pengembangan Jaringan Bank Syariah
Pengembangan Jaringan Perbankan Syariah dilakukan melalui cara:
-    Peningkatan Kualitas BUS dan BPRS yang telah beroperasi
-    Perubahan Kegiatan usaha bank Konvensional yang memiliki kondisi usaha yang bak dan berminat untuk melakukan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah
-    Pembukaan kantor cabang Syariah. Melalui tiga cara; pertama, Pembukaan kantor cabang dengan mendirikan kantor cabang baru. Kedua, perubahan kantor cabang yang ada menjadi syariah. Ketiga, peningkatan status kantor cabang pembantu menjadi kantor cabang syariah.
4.    Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Pengembangan Sumber Daya Manusia penting untuk ditekankan terutama bagi bank syariah yang didirikan dengan cara mengkonversi bank Konvensional menjadi bank syariah atau pembukaan kantor cabang bank syariah pada bank konvensional. Baik secara kualitas maupun kuantitasnya.
Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah.
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.
Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai berikut:
•    Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III  tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.
•    Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”.
•    Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah.
•    Keempat,program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan  dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami.
•    Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah.
•    Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.  
BAB.3 PENUTUP
Kesimpulan
Terkait dengan sejarah perkembangan perundang-undangan terjadi tiga periodisasi diantaranya; Pertama, Periode 1992-1998: Peletakan Dasar Sistem Perbankan Islam menghasilkan sebuah rumusan undang-undang No. 07 tahun 1992 tentang perbankan dengan sistem bagi hasil. Kedua peride 1998-1999: Reformasi Kebijakan Perbankan Islam muncullah UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 07 tahun 1992. Ketiga periode 1999-2008 yang menghasilkan UU No. 21 tahun 2008
Yang menghambat perkembangan Bank syariah adalah kurangnya jaringan bank syariah, hukum yang masih belum jelas pada awal perkembangannya, kurang terlatihnya SDM dan SDI umat islam mengenai Bank Islam.
Strategi yang dilakukan adalah peningkatan SDM, pengadaan hukumdan regulasi khusus yang mengatur bank islam, peningkatan sosialisasi kepada masyarakat dan peningkatan jaringan Bank syariah.
Saran
Tak ada gading yang tak retak. Begitu juga dengan penulis. Keluputan dan kekurangan adalah kodrat manusia. Maka dari itu makalah ini tentunya juga akan ada kekurangan dan kelebihan. Makalah ini masih banyak yang perlu dilengkapi terkait dengan perkembangan-perkembangan bank syariah selanjutnya akan mengalami perbedaan antara masa kini (sejak makalah ini dibuat) dengan masa yang akan datang.


DAFTAR PUSTAKA
Sumber internet:
-    http://pulau-makalah.blogspot.com/2012/01/adlkajldaldljalsdjklasfkllnfoasfnoaofoa.html
tanggal 01 mei 2015 pukul 19.00 wib
-    http://www.bi.go.id/id/perbankan/syariah/Contents/Default.aspx
tanggal 01 mei 2015 pukul 19.00 wib

No comments: