Monday, December 21, 2015

ARTIKEL PENGERTIAN BEBERAPA TEORI KEPEMIMPINAN



ARTIKEL PENGERTIAN BEBERAPA TEORI KEPEMIMPINAN

 
Tugas Artikel Ini Disuusun Guna Memenuhi Tugas Pengantar Manjemen
Dosen Pembimbing: Agus Marimin, S.E.i., M.Esy

Disusun Oleh:
FARISKA YOSI IRYANTI
Nim: 122231065




JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2015
A.      SITUASIONAL THEORY
Definisi kepemimpinan situasional adalah “a leadership contingency theory that focuses on followers readiness/maturity”. Inti dari teori kepemimpinan situational adalah bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan berbeda-beda, tergantung dari tingkat kesiapan para pengikutnya.
Pemahaman fundamen dari teori kepemimpinan situasional adalah tentang tidak adanya gaya kepemimpinan yang terbaik. Kepemimpinan yang efektif adalah bergantung pada relevansi tugas, dan hampir semua pemimpin yang sukses selalu mengadaptasi gaya kepemimpinan yang tepat.
Efektivitas kepemimpinan bukan hanya soal pengaruh terhadap individu dan kelompok tapi bergantung pula terhadap tugas, pekerjaan atau fungsi yang dibutuhkan secara keseluruhan.   Jadi pendekatan kepemimpinan situasional fokus pada fenomena kepemimpinan di dalam suatu situasi yang unik.
Dari cara pandang ini, seorang pemimpin agar efektif ia harus mampu menyesuaikan gayanya terhadap tuntutan situasi yang berubah-ubah. Teori kepemimpinan situasional bertumpu pada dua konsep fundamental yaitu: tingkat kesiapan/kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut dan gaya kepemimpinan.[1]
Teori situasional mengemukakan bahwa keefektifan dari sebuah gaya kepemimpinan begantung pada situasi yang dihadapi. Perbedaan situasi menuntut gaya kepemimpinan berbeda pula, yang kemudian memberikan tantangan untuk memilih gaya kepemimpinan yang cocok untuk situasi yang ada.
Fred Fiedler mengembangkan sebuah konsep teori gaya kepemimpinan yang berdasarkan pada situasi yang kemudian di kenal dengan Contingency Theory. Konsep ini didasarkan pada premis bahwa keefektifan seorang pemimpin dapat dihubungkan dengan kecocokan gaya kepemimpinannya dengan situasi yang terjadi.
Fiedler mempercayai bahwa seorang pemimpin memiliki gaya kepemimpinan dominan yang sulit untuk dirubah baik Task Oriented maupun Relationship Oriented. Seorang pemimpin yang menganut gaya kepemimpinan Task Oriented memiliki fokus pada meraih tujuan, sedangkan gaya kepemimpinan yang menganut Relationship Oriented lebih menekankan pada mengembangkan relasi positif dengan para pengikut.
Situasional Control merujuk pada jumlah control dan pengaruh yang dimiliki seorang pemimpin pada lingkungan kerja di sekitarnya. Kontrol yang tinggi menunjukan bahwa keputusan seorang pemimpin akan menghasilkan hasil yang dapat diramalkan karena pemimpin memiliki kemampuan untuk mempengaruhi hasil kerja, sedangkan control rendah menunjukan bahwa pemimpin tidak dapat mempengaruhi hasil kerja.karena sedikitnya jumlah pengaruh yang dapat diberikan oleh pemimpin. Ada tiga dimensi dari teori Situasional Control, yaitu leader-member relation, task structure, dan position power.
Leader-member relation menggambarkan bagaimana seorang pemimpin mendapatkan dukungan, kesetiaan, dan kepercayaan diantara grup kerja. Dimensi ini adalah dimensi terpenting dari Situasional Control. Leader-member Relationship yang baik menunjukan bahwa seorang pemimpin dapat bergantung pada grup kerja, sembari memastikan bahwa grup kerja akan mencoba untuk memenuhi tujuan dari pemimpin.
Task Structure memperhatikan bobot struktur dalam tugas yang dilakukan oleh grup. Karena tugas yang terstruktur memiliki panduan dalam pelaksanaan pekerjaan, maka seorang pemimpin akan memiliki control dan pengaruh yang lebih baik pada bawahan yang melakukan tugas tersebut. Dimensi ini adalah dimensi kedua terpenting dari Situasional Control. Position Power merujuk pada tingkatan kekuatan formal seorang pemimpin untuk memberikan imbalan, hukuman, atau sebaliknya mendapatkan pemenuhan dari pekerja.
Fiedler menyarankan agar seorang pemimpin belajar untuk memanipulasi atau mempengaruhi situasi kepemimpinan untuk menciptakan kesepadanan antara gaya kepemimpinan dari pemimpin dengan situasi yang terjadi. Teori ini dapat menjelaskan bagaimana seseorang pemimpin dengan gaya kepemimpinan tertentu dapat berhasil dalam suatu kondisi dan gagal dalam kondisi situasi yang lain.
Dikemukakan oleh Robert House pada tahun 70an.Didasarkan pada Expextancy Theory of Motivation. Expextancy Theory of Motivation sendiri didasarkan pada ide bahwa motivasi dapat mendorong seseorang untuk berusaha lebih yang kemudian akan meningkatkan performa dan menghasilkan hasil yang lebih baik dalam bekerja. Perilaku pemimpin kemudian diharapkan untuk dapat ditrerima ketika pekerja memandang mereka sebagai sumber kepuasan atau sebagai cara untuk membangun jalan menuju kepuasan pekerja. Sebagai tambahan perilaku pemimpin di perkirakan menjadi sebuah motivator apabila mengurangi halangan dari pencapaian tujuan, menyediakan bimbingan dan dukungan yang dibutuhkan oleh pekerja, menunjukkan imbalan terhadap pencapaian tujuan yang berarti.
House mengemukakan sebuah model yang menunjukan bagaimana keefektifan sebuah gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh interaksi antara empat gaya kepemimpinan (directive, supportive, parcitipative, dan achievement-oriented) dan berbagai Contingency Factor. Contingency Factor adalah variable situasional yang menyebabkan sebuah gaya kepemimpinan menjadi lebih efektif apabila dibandingkan dengan gaya kepemimpinan lain. Factor yang termasuk dalam contingency factor adalah factor pekerja dan lingkungan. Lima karakteristik penting dari pekerja adalah kesadaran akan control, kemampuan pelaksanaan tugas, kebutuhan akan pencapaian, pengalaman, dan kebutuhan akan kejelasan.
Dua factor lingkungan yang relevan adalah struktur tugas dan dinamika kelompok kerja. Pekerja dengan kesadaran akan control yang baik lebih memilih gaya kepemimpinan parcitipative atau achievement-oriented, hal ini disebabkan karena pekerja percaya bahwa mereka menguasai ‑­
pekerjaan dan lingkungan kerja. Individu seperti ini pada umumnya tidak puas dengan gaya kepemimpinan directive yang mengedepankan control belebih pada aktivitas yang dilakukan pekerja. Sebaliknya pekerja dengan kesadaran luar memiliki kecenderungan untuk menganggap bahwa lingkungan kerja mereka tidak dapat dikendalikan, yang kemudian menyebabkan pekerja dengan tipe ini akan lebih memilih struktur kerja yang diakomodasi oleh gaya kepemimpinan directive dan supportive. Seorang pekerja dengan kemampuan melaksanakan tugas yang baik dan pengalaman yang cukupkurang dapat menerima pengarahan tambaan yang kemudian menyebabkan akan tidak cocok apabila diterapkan gaya kepemimpinan directive. Pekerja seperti ini akan lebih termotivasi dan puas apabila dipimpin dengan gaya kepemimpinan Participative dan achievement-oriented. Sebaliknya seorang yang tidak berpengalaman akan beranggapan gaya kepemimpinan achievement-oriented menjadi sesuatu yang memberatkan pada waktu pekerja tersebut harus belajar untuk melakukan sesuatu yang baru. Gaya kepemimpinan supportive dan directive akan sangat membantu dalam situasi ini. Akhirnya gaya kepemimpinan supportive dan directive akan sangat membantu dalam situasi ketika pekerja mengalami ketidakjelasan peran, meskipun demikian gaya kepemimpinan directive akan membuat pekerja merasa lebih frustasi ketika mengerjakan rutinitas dan tugas yang simple, sehingga untuk situasi ini gaya kepemimpinan supportive akan lebih cocok.[2]
4 Gaya Kepemimpinan dibagi berdasarkan :
·         Perilaku Kerja meliputi penggunaan komunikasi satu-arah, pendiktean tugas, dan pemberitahuan pada pengikut seputar hal apa saja yang harus mereka lakukan, kapan, dan bagaimana melakukannya
·         Perilaku Hubungan meliputi penggunaan komunikasi dua-arah, mendengar, memotivasi, melibatkan pengikut dalam proses pengambilan keputusan, serta memberikan dukungan emosional pada mereka
R3: Readiness 3 ( mampu tetapi tidak bersedia ) — Menunjukkan situasi di mana pengikut memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas. Tetapi pengikut tidak mau melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh pemimpinnya
R1: Readiness 1 (tidak mampu dan tidak aman — Kesiapan tingkat 1 menunjukkan bahwa pengikut tidak mampu dan tidak mau mengambil tanggung jawab untuk melakukan suatu tugas. Pada tingkat ini, pengikut tidak memiliki kompetensi dan tidak percaya diri .
R2: Readiness 2 (tidak mampu tetapi bersedia ) — Menunjukkan pengikut tidak mampu melakukan suatu tugas, tetapi ia sudah memiliki kemauan. Motivasi yang kuat tidak didukung oleh pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas.
4 Level Kesiapan PengikutTeori kepemimpinan situasional bertumpu pada dua konsep :
·         tingkat kesiapan/kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut
gaya kepemimpinan Keefektifan kepemimpinan disini bergantung pada :
·         pengaruh terhadap individu dan kelompok
·         tugas, pekerjaan atau fungsi yang dibutuhkan secara keseluruhan
·         gaya kepemimpinan
·         tingkat kesiapan pengikut
jadi kepemimpinan yang situsional adalah teori yang melibatkan peran dari pengikut dan ketika mengambil keputusan atau melakukan suatu diskusi kita harus melihat situasi dari pengikut dan kita bisa menggunakan 4 gaya kepemimpinan sesuai pengikut untuk mempermudah pengambilan keputusan.[3]
B.       PERSONAL BEHAVIOR THEORY
Behaviorisme menekankan pentingnya lingkungan dalam membentuk perilaku. Fokusnya adalah pada perilaku yang dapat diamati dan kondisi di mana individu belajar perilaku, penyejuk yaitu klasik, pengkondisian operan dan teori pembelajaran sosial. Oleh karena depresi adalah hasil dari interaksi seseorang dengan lingkungannya.
Misalnya, pengkondisian klasik mengusulkan depresi dipelajari melalui bergaul rangsangan tertentu dengan keadaan emosi negatif. Belajar teori negara perilaku sosial dipelajari melalui pengamatan, imitasi dan penguatan.
Pendingin operan Operant menyatakan bahwa depresi disebabkan oleh penghapusan penguatan positif dari lingkungan (Lewinsohn, 1974). Peristiwa-peristiwa tertentu, seperti kehilangan pekerjaan Anda, menginduksi depresi karena mereka mengurangi dukungan positif dari orang lain (misalnya berada di sekitar orang-orang yang menyukai Anda). Orang yang depresi biasanya menjadi jauh lebih aktif secara sosial. Selain itu depresi juga bisa disebabkan melalui penguatan sengaja perilaku depresi oleh orang lain.
Misalnya, ketika orang yang dicintai hilang, merupakan sumber penting dari penguatan positif telah kehilangan juga. Hal ini menyebabkan tidak aktif. Sumber utama penguatan sekarang simpati dan perhatian dari teman-teman dan kerabat. Namun hal ini cenderung memperkuat maladaptif perilaku yaitu menangis, mengeluh, berbicara bunuh diri. Hal ini pada akhirnya mengasingkan bahkan teman-teman dekat yang mengarah untuk bahkan kurang penguatan, meningkatkan isolasi dan ketidakbahagiaan sosial. Dengan kata lain depresi adalah lingkaran setan di mana orang tersebut didorong lebih jauh dan lebih bawah.
Juga jika orang kekurangan keterampilan sosial atau memiliki struktur kepribadian yang sangat kaku mereka mungkin merasa sulit untuk membuat penyesuaian yang diperlukan untuk mencari sumber-sumber baru dan alternatif penguatan (Lewinsohn, 1974). Sehingga mereka terjebak dalam spiral negatif.[4]
Dari behavioris seperti BF Skinner datang teori belajar, yang menyatakan bahwa perilaku kompleks yang dipelajari secara bertahap melalui modifikasi perilaku sederhana. Imitasi dan penguatan memainkan peran penting dalam teori ini, yang menyatakan bahwa individu belajar dengan meniru perilaku yang mereka amati pada orang lain dan bahwa imbalan yang penting untuk memastikan pengulangan perilaku yang diinginkan. Karena setiap perilaku sederhana didirikan melalui imitasi dan penguatan berikutnya, perilaku kompleks berkembang. Ketika perilaku verbal didirikan organisme dapat belajar melalui perilaku aturan-diatur dan dengan demikian tidak semua tindakan yang perlu berbentuk kontingensi. Pembelajaran sosial / teori kognitif sosial
Menurut teori belajar sosial, yang juga dikenal sebagai teori kognitif sosial, perubahan perilaku ditentukan oleh unsur-unsur lingkungan, pribadi, dan perilaku. Setiap faktor mempengaruhi setiap orang lain. Misalnya, dalam keselarasan dengan prinsip self-efficacy, pikiran individu mempengaruhi perilaku mereka dan karakteristik individu memperoleh respon tertentu dari lingkungan sosial. Demikian juga, lingkungan individu mempengaruhi perkembangan karakteristik pribadi serta perilaku seseorang, dan perilaku individu dapat mengubah lingkungan mereka serta cara individu pikirkan atau rasakan. Teori belajar sosial berfokus pada interaksi timbal balik antara faktor-faktor ini, yang hipotesis untuk menentukan perubahan perilaku.
Teori tindakan beralasan
.
Teori tindakan beralasan mengasumsikan bahwa individu mempertimbangkan konsekuensi perilaku sebelum melakukan perilaku tertentu. Akibatnya, niat merupakan faktor penting dalam menentukan perilaku dan perubahan perilaku. Menurut Icek Ajzen, niat berkembang dari persepsi individu dari perilaku positif atau negatif bersama dengan kesan individu dari cara masyarakat memandang mereka perilaku yang sama. Dengan demikian, sikap pribadi dan tekanan sosial bentuk niat, yang sangat penting untuk kinerja perilaku dan perubahan perilaku akibatnya.
Teori perilaku yang direncanakan
Pada tahun 1985, Ajzen diperluas teori tindakan beralasan, merumuskan Teori Planned Behaviour, yang juga menekankan peran niat dalam kinerja perilaku tetapi dimaksudkan untuk menutupi kasus di mana seseorang tidak mengendalikan semua faktor yang mempengaruhi kinerja aktual dari perilaku. Akibatnya, teori baru menyatakan bahwa kejadian kinerja perilaku aktual sebanding dengan jumlah kontrol individu memiliki lebih dari perilaku dan kekuatan niat individu dalam melakukan perilaku. Dalam artikelnya, lanjut hypothesises bahwa self-efficacy adalah penting dalam menentukan kekuatan niat individu untuk melakukan perilaku. Pada tahun 2010, Fishbein dan Ajzen memperkenalkan pendekatan tindakan beralasan, penerus dari Teori Planned Behaviour. Transtheoretical / tahap model perubahan.
Menurut model transtheoretical, yang juga dikenal sebagai Tahapan Perubahan Model, perubahan perilaku adalah proses lima langkah. Lima tahap, antara yang individu dapat berosilasi sebelum mencapai perubahan lengkap, yang precontemplation, kontemplasi, persiapan untuk aksi, tindakan, dan maintenance.At tahap precontemplation, seorang individu mungkin atau mungkin tidak menyadari masalah tetapi tidak memiliki pikiran berubah perilaku mereka. Dari precontemplation untuk kontemplasi, individu mulai berpikir tentang mengubah perilaku tertentu. Selama persiapan, individu mulai rencananya untuk perubahan, dan selama tahap aksi individu mulai menunjukkan perilaku baru secara konsisten. Seorang individu akhirnya memasuki tahap pemeliharaan setelah mereka menunjukkan perilaku baru secara konsisten selama lebih dari enam bulan. Sebuah masalah yang dihadapi dengan Tahapan Perubahan Model adalah bahwa hal itu sangat mudah bagi seseorang untuk memasuki tahap pemeliharaan dan kemudian jatuh kembali ke tahap sebelumnya. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penurunan ini termasuk faktor eksternal seperti cuaca atau perubahan musim, dan / atau masalah pribadi seseorang berurusan dengan.
Pendekatan proses tindakan kesehatan
.
Pendekatan proses tindakan kesehatan (HAPA) dirancang sebagai urutan dua proses yang terus menerus self-regulatory, tujuan penetapan fase (motivasi) dan fase tujuan-mengejar (kemauan). Tahap kedua ini dibagi menjadi fase pra-tindakan dan fase tindakan. Motivasi self-efficacy, hasil-harapan dan risiko persepsi diasumsikan prediktor niat. Ini adalah fase motivasi model. Pengaruh prediksi motivasi self-efficacy pada perilaku diasumsikan dimediasi oleh pemulihan self-efficacy, dan efek dari niat diasumsikan dimediasi oleh perencanaan. Proses terakhir merujuk pada fase kehendak model. Pendidikan.
Teori perubahan perilaku dapat digunakan sebagai panduan dalam mengembangkan metode pengajaran yang efektif. Karena tujuan pendidikan banyak perubahan perilaku, pemahaman tentang perilaku yang diberikan oleh teori-teori perubahan perilaku memberikan wawasan perumusan metode pengajaran yang efektif yang memanfaatkan mekanisme perubahan perilaku. Dalam era ketika program pendidikan berusaha untuk menjangkau audiens yang besar dengan berbagai status sosial ekonomi, para perancang program tersebut semakin berusaha untuk memahami alasan di balik perubahan perilaku untuk memahami karakteristik universal yang mungkin penting untuk rancangan program.
Bahkan, beberapa teori, seperti Teori Belajar Sosial dan Teori Planned Behaviour, dikembangkan sebagai upaya untuk meningkatkan pendidikan kesehatan. Karena teori-teori ini membahas interaksi antara individu dan lingkungan mereka, mereka dapat memberikan wawasan efektivitas program pendidikan yang diberikan serangkaian tertentu kondisi yang telah ditentukan, seperti konteks sosial di mana program akan pendidikan kesehatan initiated. Although masih daerah di yang teori-teori perubahan perilaku yang paling sering diterapkan, teori seperti Tahapan Perubahan Model telah mulai diterapkan di daerah lain seperti pelatihan karyawan dan mengembangkan sistem pendidikan tinggi.
Kriminologi Studi empiris di kriminologi mendukung teori perubahan perilaku. Pada saat yang sama, teori umum perubahan perilaku menyarankan penjelasan yang mungkin untuk perilaku kriminal dan metode mengoreksi menyimpang koreksi behaviour.Since perilaku menyimpang memerlukan perubahan perilaku, pemahaman perubahan perilaku dapat memfasilitasi penerapan metode pemasyarakatan yang efektif dalam pembuatan kebijakan. Misalnya, pemahaman bahwa perilaku menyimpang seperti mencuri dapat dipelajari perilaku yang dihasilkan dari reinforcers seperti kepuasan kelaparan yang tidak berhubungan dengan perilaku kriminal dapat membantu pengembangan kontrol sosial yang menangani masalah mendasar ini bukan hanya perilaku yang dihasilkan.
Teori tertentu yang telah diterapkan kriminologi termasuk Belajar Sosial dan Asosiasi Diferensial Teori. Unsur Teori Belajar Sosial dari interaksi antara individu dan lingkungan mereka menjelaskan perkembangan perilaku menyimpang sebagai fungsi paparan individu untuk perilaku tertentu dan kenalan mereka, yang dapat memperkuat baik diterima secara sosial atau tidak dapat diterima secara sosial behaviour. Differential Asosiasi Teori, awalnya dirumuskan oleh Edwin Sutherland, adalah, penjelasan teoretis populer terkait perilaku kriminal yang berlaku belajar teori konsep dan menegaskan bahwa perilaku menyimpang adalah perilaku yang dipelajari.

Beberapa tahun terakhir telah melihat meningkatnya minat dalam pengurangan konsumsi energi berdasarkan perubahan perilaku, baik itu karena alasan mitigasi perubahan iklim atau keamanan energi. Penerapan teori perubahan perilaku di bidang perilaku konsumsi energi menghasilkan wawasan yang menarik. Misalnya, mendukung kritik fokus terlalu sempit pada perilaku individu dan perluasan untuk memasukkan interaksi sosial, gaya hidup, norma dan nilai serta teknologi dan kebijakan-semua memungkinkan atau menghambat perubahan perilaku.
Teori perubahan perilaku yang tidak diterima secara universal. Kritik termasuk penekanan teori 'pada perilaku individu dan mengabaikan umum untuk pengaruh faktor lingkungan terhadap perilaku. Selain itu, karena beberapa teori yang dirumuskan sebagai panduan untuk perilaku memahami sementara yang lain dirancang sebagai kerangka kerja untuk intervensi perilaku, tujuan teori 'tidak konsisten. Kritik seperti menerangi kekuatan dan kelemahan dari teori, menunjukkan bahwa ada ruang untuk penelitian lebih lanjut ke dalam teori-teori perubahan perilaku.[5]
C.      SUPPORTIVE THEORY
Mendukung Kepemimpinan adalah salah satu gaya kepemimpinan yang ditemukan dalam teori jalur-tujuan. Seorang pemimpin yang mendukung upaya untuk mengurangi stres dan frustrasi karyawan di tempat kerja. Metode ini efektif bila tugas pekerjaan Anda yang berbahaya, membosankan dan stres, tetapi tidak benar-benar efektif jika tugas pekerjaan Anda secara intrinsik memotivasi karena Anda tidak perlu dimotivasi untuk melakukan pekerjaan.
Dalam rangka untuk memahami kepemimpinan suportif, Anda harus menempatkannya dalam konteks yang lebih besar dari teori jalan-tujuan yang dikembangkan sebagian besar oleh Robert rumah. Menurut teori, manajer menetapkan tujuan bagi karyawan dan menetapkan jalan untuk mencapai tujuan tersebut. Tugas untuk manajer meliputi klarifikasi tugas, klarifikasi peran dan tanggung jawab karyawan, klarifikasi kriteria untuk sukses, memberikan bimbingan dan pembinaan, menghilangkan hambatan yang dapat mencegah penyelesaian tugas dan memberikan dukungan dan penghargaan psikologis saat yang tepat. Teori mengusulkan bahwa Anda harus menggunakan gaya kepemimpinan tertentu dalam situasi yang berbeda. Gaya kepemimpinan yang tersedia untuk Anda termasuk direktif, partisipatif, prestasi berorientasi, dan tentu saja, mendukung. Jadi seperti yang Anda lihat, kepemimpinan yang mendukung adalah salah satu alat dalam toolbox kepemimpinan pendekatan yang Anda gunakan dalam situasi tertentu tergantung pada sifat dari tugas dan sifat dari karyawan. Mari kita lihat beberapa contoh untuk menggambarkan hal ini.
Contoh: Katakanlah Anda seorang manajer di sebuah situs pertambangan batu bara di West Virginia. Karyawan Anda adalah penambang yang pergi ribuan kaki di bawah poros tambang dan terkena kemungkinan gas mematikan, poros gua-in, dan kematian atau cedera serius dari peralatan. Pekerjaan kotor, berbahaya, berat dan stres. Anda melihat pekerjaan Anda memberikan dukungan kepada karyawan Anda untuk memudahkan sebanyak stres dan frustrasi tentang pekerjaan mereka mungkin. Anda melakukan ini, jelas memastikan bahwa kondisi kerja mereka senyaman mungkin, bahwa protokol keselamatan di tempat, bahwa setiap karyawan terluka menerima perhatian medis segera, dan dengan segera mengatasi semua kekhawatiran yang dibawa ke tujuan Anda. Tujuan Anda adalah untuk membuat kondisi kerja bawahan Anda sebaik dapat mengingat kondisi dan sifat pekerjaan untuk meringankan stres psikologis yang terjadi. Anda menunjukkan kepemimpinan yang mendukung, yang tepat dan efektif dalam situasi ini.[6]
Dalam kepemimpinan suportif, manajer tidak begitu tertarik untuk memberikan perintah dan mengelola setiap detail seperti dalam memberikan karyawan alat yang mereka butuhkan untuk bekerja sendiri. Sementara delegasi adalah bagian penting dari kepemimpinan suportif, manajer tidak hanya menetapkan tugas dan kemudian menerima hasil. Sebaliknya, mereka bekerja melalui tugas dengan karyawan untuk meningkatkan keterampilan dan bakat sampai manajer tidak perlu khawatir tentang tugas yang dilakukan dengan benar dan karyawan sepenuhnya diberdayakan di daerah tertentu.
Gaya kepemimpinan yang mendukung didefinisikan oleh pendekatan mereka untuk emosi, pelatihan dan waktu. Pemimpin mendukung mendengarkan dengan cermat karyawan mereka dan membantu mereka mengatasi stres dan kepribadian yang saling bertentangan dari karyawan lainnya. Ini membutuhkan empati dan tingkat sensitivitas yang sulit bagi beberapa manajer untuk mencapai. Pemimpin mendukung kemudian melatih karyawan untuk menangani masalah mereka sendiri, yang muncul, mengandalkan manajer ketika diperlukan tapi berurusan dengan masalah sendiri sebanyak mungkin. Ini memerlukan investasi waktu yang signifikan oleh pemimpin.
Gaya kepemimpinan suportif yang tidak kondusif untuk setiap lingkungan bisnis. Untuk perusahaan dengan gaya organisasi datar dan karyawan yang harus kreatif dan mengelola proyek sendiri, kepemimpinan yang mendukung dapat membantu perusahaan mencapai tujuannya. Tapi bagi perusahaan lebih birokratis, di mana tugas yang mudah dan sederhana, manajemen yang mendukung dapat berakhir menjadi buang-buang waktu. Aspek pembinaan dan pelatihan dari gaya dapat membuang waktu untuk perusahaan tersebut dan mengganggu proses pengambilan keputusan diterima jika karyawan mengambil inisiatif tidak bertanggung jawab.
Teori kepemimpinan mengakui kebutuhan untuk kepemimpinan mendukung dalam hampir setiap jenis gaya, setidaknya dalam beberapa kuantitas. Tidak ada pemimpin, tidak peduli kepribadiannya, dapat sepenuhnya menyerah pada gaya mendukung, mengabaikan semua kekhawatiran karyawan dan memesan setiap detail. Tingkat pertimbangan dan perawatan diperlukan untuk semua tingkatan manajemen dan kegiatan.[7]
D.      SOCIOLOGIC THEORY
Bidang sosiologi itu sendiri-dan teori sosiologi dengan ekstensi-relatif baru. Kedua tanggal kembali ke abad ke-18 dan ke-19. Perubahan sosial drastis periode itu, seperti industrialisasi, urbanisasi, dan munculnya negara demokratis yang disebabkan terutama pemikir Barat untuk menyadari masyarakat. Teori-teori sosiologis tertua berurusan dengan proses sejarah yang luas yang berkaitan dengan perubahan ini. Sejak itu, teori-teori sosiologi telah datang untuk mencakup sebagian besar aspek masyarakat, termasuk masyarakat, organisasi dan hubungan.
Masalah teoritis Central Secara keseluruhan, ada konsensus yang kuat mengenai pertanyaan teoritis pusat dan masalah sentral yang muncul dari pertanyaan-pertanyaan seperti memberi penjelasan. Teori sosiologi mencoba menjawab tiga pertanyaan berikut: (1) Apakah tindakan? (2) Apa tatanan sosial? dan (3) Apa yang menentukan perubahan sosial? Dalam upaya segudang untuk menjawab pertanyaan ini, tiga didominasi teori (yaitu tidak empiris) masalah muncul. Masalah-masalah ini sebagian besar diwarisi dari tradisi teoritis klasik. Konsensus pada masalah teoritis utama adalah: bagaimana menghubungkan, mengatasi atau mengatasi "tiga besar" dikotomi berikut: subjektivitas dan objektivitas, struktur dan lembaga, dan sinkroni dan diachrony. Penawaran pertama dengan pengetahuan, yang kedua dengan agen, dan yang terakhir dengan waktu. Terakhir, teori sosiologi sering bergulat dengan masalah mengintegrasikan atau melampaui kesenjangan antara mikro, meso dan fenomena sosial skala makro, yang merupakan bagian dari semua tiga masalah utama. Masalah-masalah ini tidak sama sekali masalah empiris, bukan mereka epistemologis: mereka muncul dari citra konseptual dan analogi analitis yang sosiolog gunakan untuk menggambarkan kompleksitas proses sosial.[8]
E.       PSYCHOLOGIC THEORY
Teori psikologis penyimpangan menggunakan psikologi menyimpang untuk menjelaskan motivasi dan dorongan untuk melanggar norma-norma sosial. Dalam banyak hal, teori psikologis penyimpangan cermin penjelasan biologis, hanya dengan penekanan ditambahkan pada fungsi otak. Sedangkan penjelasan biologis sejarah, seperti yang disediakan oleh Sekolah Italia, digunakan ciri biologis dari seluruh tubuh (misalnya, yang menonjol rahang, telinga yang besar) sebagai penanda dari kecenderungan biologis untuk perilaku kriminal, teori-teori psikologi hari ini penyimpangan menggunakan biologi otak (dalam hal struktur otak, tingkat neurotransmiter, dan diagnosis psikiatri) untuk menjelaskan penyimpangan.
Studi satu kasus dari teori psikologis penyimpangan adalah kasus gangguan perilaku. Gangguan perilaku adalah gangguan psikologis didiagnosis pada masa kanak-kanak yang menghadirkan dirinya melalui pola berulang dan terus-menerus dari perilaku di mana hak-hak dasar orang lain dan norma-norma yang sesuai dengan usia utama dilanggar. Gangguan masa kecil ini sering dilihat sebagai pendahulu untuk gangguan kepribadian antisosial. Menurut Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders-IV (manual profesional daftar semua gangguan mental diakui secara medis dan gejala mereka), melakukan gangguan menyajikan perilaku agresif dan tidak sopan. Dibandingkan dengan kontrol normal, pemuda dengan onset awal dan remaja dari gangguan perilaku yang ditampilkan tanggapan berkurang di daerah otak yang berhubungan dengan perilaku antisosial. Selain itu, pemuda dengan gangguan perilaku menunjukkan kurang responsif di daerah orbitofrontal otak selama stimulus-penguatan dan reward tugas. Gejala-gejala ini psikologis gangguan perilaku, baik dari segi neuroanatomy dan regulasi neurotransmitter, membantu untuk menjelaskan hubungan jelas antara psikologi dan kejahatan. Selain itu, mereka menunjukkan batas semakin cairan antara teori-teori psikologis dan biologis penyimpangan.[9]
Banyak dari apa yang kita ketahui tentang pikiran dan perilaku manusia telah muncul berkat berbagai teori psikologi. Misalnya, teori perilaku menunjukkan bagaimana pendingin dapat digunakan untuk mempelajari informasi dan perilaku baru. Mahasiswa psikologi biasanya menghabiskan banyak waktu mempelajari teori-teori yang berbeda. Beberapa teori telah jatuh dari nikmat, sementara yang lain tetap diterima secara luas, tapi semua telah memberikan kontribusi sangat untuk pemahaman kita tentang pemikiran dan perilaku manusia. Dengan belajar lebih banyak tentang teori ini, Anda dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam dan lebih kaya dari masa lalu psikologi, sekarang dan masa depan.[10]
F.       AUTOCRATIC THEORY
Pemimpin otoriter yang sering disebut sebagai pemimpin otokratis. Mereka kadang-kadang, tetapi tidak selalu, memberikan harapan yang jelas untuk apa yang perlu dilakukan, ketika itu harus dilakukan, dan bagaimana hal itu harus dilakukan. Ada juga membagi jelas antara pemimpin dan pengikut. pemimpin otoriter membuat keputusan secara independen dengan sedikit atau tanpa masukan dari seluruh kelompok. Pemimpin otoriter menegakkan kontrol ketat atas pengikut mereka dengan langsung mengatur aturan, metodologi, dan tindakan. Pemimpin otoriter membangun kesenjangan dan membangun jarak antara mereka dan pengikut mereka dengan maksud menekankan perbedaan peran. Jenis kepemimpinan tanggal kembali ke suku dan kerajaan awal. Hal ini sering digunakan dalam hari ini ketika ada sedikit ruang untuk kesalahan, seperti pekerjaan konstruksi atau pekerjaan manufaktur. kepemimpinan otoriter biasanya menumbuhkan sedikit kreativitas dalam pengambilan keputusan. Lewin juga menemukan bahwa lebih sulit untuk bergerak dari gaya otoriter dengan gaya demokratis daripada dari bentuk demokrasi ke bentuk otoriter kepemimpinan. Penyalahgunaan gaya ini biasanya dilihat sebagai pengendali, suka memerintah dan diktator. Kepemimpinan otoriter yang terbaik diterapkan pada situasi di mana ada sedikit waktu untuk diskusi kelompok.
Sebuah keyakinan umum dari banyak pemimpin otoriter adalah bahwa pengikut memerlukan pengawasan langsung sepanjang waktu atau mereka tidak akan beroperasi secara efektif. Keyakinan ini sesuai dengan salah satu filosofis pandangan Douglas McGregor manusia, Teori X. Teori ini mengusulkan bahwa adalah peran pemimpin untuk memaksa dan mengontrol pengikut, karena orang-orang memiliki keengganan yang melekat untuk bekerja dan akan menjauhkan diri dari itu bila memungkinkan. Teori X juga mendalilkan bahwa orang harus dipaksa melalui kekuatan, intimidasi atau otoritas, dan dikendalikan, diarahkan, atau diancam dengan hukuman untuk mendapatkan mereka untuk mencapai kebutuhan organisasi. Dalam benak para pemimpin otoriter, orang-orang yang tersisa untuk bekerja mandiri akhirnya akan tidak produktif. "Contoh perilaku komunikatif otoriter termasuk seorang polisi mengarahkan lalu lintas, guru memerintahkan siswa untuk melakukan nya tugas, dan supervisor memerintahkan bawahan untuk membersihkan workstation."[11]




















DAFTAR PUSTAKA




No comments: