ARTIKEL PENGERTIAN BEBERAPA TEORI MOTIVASI
Tugas
Artikel Ini Disuusun Guna Memenuhi Tugas Pengantar Manjemen
Dosen
Pembimbing: Agus Marimin, S.E.i., M.Esy
Disusun
Oleh:
FARISKA YOSI IRYANTI
Nim: 122231065
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
ISLAM
INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGERI
SURAKARTA
2015
A. TEORI HIERARKI KEBUTUHAN –
ABRAHAM MOSLOW
Konsep hierarki kebutuhan dasar ini bermula ketika Maslow melakukan observasi terhadap perilaku monyet. Berdasarkan pengamatannya, didapatkan
kesimpulan bahwa beberapa kebutuhan lebih diutamakan dibandingkan dengan
kebutuhan yang lain. Contohnya jika individu merasa haus, maka individu akan cenderung untuk mencoba memuaskan dahaga.
Individu dapat hidup tanpa makanan selama berminggu-minggu. Tetapi tanpa air,
individu hanya dapat hidup selama beberapa hari saja karena kebutuhan akan air
lebih kuat daripada kebutuhan akan makan.
Kebutuhan-kebutuhan
ini sering disebut Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan dasar yang digambarkan
sebagai sebuah hierarki atau tangga yang menggambarkan tingkat kebutuhan.
Terdapat lima tingkat kebutuhan dasar, yaitu : kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang,
kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri Maslow memberi hipotesis bahwa setelah individu memuaskan
kebutuhan pada tingkat paling bawah, individu akan memuaskan kebutuhan pada
tingkat yang berikutnya. Jika pada tingkat tertinggi tetapi kebutuhan dasar
tidak terpuaskan, maka individu dapat kembali pada tingkat kebutuhan yang
sebelumnya. Menurut Maslow, pemuasan berbagai kebutuhan tersebut didorong oleh
dua kekuatan yakni motivasi kekurangan (deficiency motivation) dan
motivasi perkembangan (growth motivation). Motivasi kekurangan bertujuan
untuk mengatasi masalah ketegangan manusia karena berbagai kekurangan yang ada.
Sedangkan motivasi pertumbuhan didasarkan atas kapasitas setiap manusia untuk
tumbuh dan berkembang. Kapasitas tersebut merupakan pembawaan dari setiap
manusia. [1]
Abraham Maslow mengembangkan
teori kepribadian yang telah mempengaruhi sejumlah bidang yang berbeda, termasuk
pendidikan. Ini pengaruh luas karena sebagian tingginya tingkat kepraktisan’s
teori Maslow. Teori ini akurat menggambarkan realitas banyak dari pengalaman
pribadi. Banyak orang menemukan bahwa mereka bisa memahami apa kata Maslow.
Mereka dapat mengenali beberapa fitur dari pengalaman mereka atau perilaku yang
benar dan dapat diidentifikasi tetapi mereka tidak pernah dimasukkan ke dalam
kata-kata.
Maslow
adalah seorang psikolog humanistik. Humanis tidak percaya bahwa
manusia yang mendorong dan ditarik oleh kekuatan mekanik, salah satu dari
rangsangan dan bala bantuan (behaviorisme) atau impuls naluriah sadar
(psikoanalisis). Humanis berfokus pada potensi. Mereka percaya bahwa manusia
berusaha untuk tingkat atas kemampuan. Manusia mencari batas-batas kreativitas,
tertinggi mencapai kesadaran dan kebijaksanaan. Ini telah diberi label
“berfungsi penuh orang”, “kepribadian sehat”, atau sebagai Maslow menyebut
tingkat ini, “orang-aktualisasi diri.”
Maslow
telah membuat teori hierarkhi kebutuhan. Semua kebutuhan dasar itu adalah instinctoid, setara dengan
naluri pada hewan. Manusia mulai dengan disposisi yang sangat lemah yang
kemudian kuno sepenuhnya sebagai orang tumbuh. Bila lingkungan yang benar,
orang akan tumbuh lurus dan indah, aktualisasi potensi yang mereka telah
mewarisi. Jika lingkungan tidak “benar” (dan kebanyakan tidak ada) mereka tidak
akan tumbuh tinggi dan lurus dan indah.
Maslow
telah membentuk sebuah hirarki dari lima tingkat kebutuhan dasar. Di luar
kebutuhan tersebut, kebutuhan tingkat yang lebih tinggi ada. Ini termasuk
kebutuhan untuk memahami, apresiasi estetik dan spiritual kebutuhan murni.
Dalam tingkat dari lima kebutuhan dasar, orang tidak merasa perlu kedua hingga
tuntutan pertama telah puas, maupun ketiga sampai kedua telah puas, dan
sebagainya. Kebutuhan dasar Maslow adalah sebagai berikut:
1.
Kebutuhan Fisiologis
Ini adalah kebutuhan biologis. Mereka terdiri dari kebutuhan oksigen,
makanan, air, dan suhu tubuh relatif konstan. Mereka adalah kebutuhan kuat
karena jika seseorang tidak diberi semua kebutuhan, fisiologis yang akan datang
pertama dalam pencarian seseorang untuk kepuasan.
2. Kebutuhan Keamanan
Ketika semua kebutuhan fisiologis puas dan tidak mengendalikan
pikiran lagi dan perilaku, kebutuhan keamanan dapat menjadi aktif. Orang dewasa
memiliki sedikit kesadaran keamanan mereka kebutuhan kecuali pada saat darurat
atau periode disorganisasi dalam struktur sosial (seperti kerusuhan luas).
Anak-anak sering menampilkan tanda-tanda rasa tidak aman dan perlu aman.
3. Kebutuhan Cinta, sayang dan
kepemilikan
Ketika kebutuhan untuk keselamatan dan kesejahteraan fisiologis
puas, kelas berikutnya kebutuhan untuk cinta, sayang dan kepemilikan dapat
muncul. Maslow menyatakan bahwa orang mencari untuk mengatasi perasaan kesepian
dan keterasingan. Ini melibatkan kedua dan menerima cinta, kasih sayang dan
memberikan rasa memiliki.
4. Kebutuhan Esteem
Ketika tiga kelas pertama kebutuhan dipenuhi, kebutuhan untuk harga
bisa menjadi dominan. Ini melibatkan kebutuhan baik harga diri dan untuk
seseorang mendapat penghargaan dari orang lain. Manusia memiliki kebutuhan
untuk tegas, berdasarkan, tingkat tinggi stabil diri, dan rasa hormat dari orang
lain. Ketika kebutuhan ini terpenuhi, orang merasa percaya diri dan berharga
sebagai orang di dunia. Ketika kebutuhan frustrasi, orang merasa rendah, lemah,
tak berdaya dan tidak berharga.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Ketika semua kebutuhan di atas terpenuhi, maka dan hanya maka
adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri diaktifkan. Maslow menggambarkan
aktualisasi diri sebagai orang perlu untuk menjadi dan melakukan apa yang orang
itu “lahir untuk dilakukan.” “Seorang musisi harus bermusik, seniman harus
melukis, dan penyair harus menulis.” Kebutuhan ini membuat diri mereka merasa
dalam tanda-tanda kegelisahan. Orang itu merasa di tepi, tegang, kurang
sesuatu, singkatnya, gelisah. Jika seseorang lapar, tidak aman, tidak dicintai
atau diterima, atau kurang harga diri, sangat mudah untuk mengetahui apa orang
itu gelisah tentang. Hal ini tidak selalu jelas apa yang seseorang ingin ketika
ada kebutuhan untuk aktualisasi diri.
Teori hierarkhi kebutuhan sering digambarkan sebagai piramida, lebih besar tingkat
bawah mewakili kebutuhan yang lebih rendah, dan titik atas mewakili kebutuhan
aktualisasi diri. Maslow percaya bahwa satu-satunya alasan bahwa orang tidak
akan bergerak dengan baik di arah aktualisasi diri adalah karena kendala
ditempatkan di jalan mereka oleh masyarakat negara. Dia bahwa pendidikan
merupakan salah satu kendala. Dia merekomendasikan cara pendidikan dapat
beralih dari orang biasa-pengerdilan taktik untuk tumbuh pendekatan orang.
Maslow menyatakan bahwa pendidik harus menanggapi potensi individu telah untuk
tumbuh menjadi orang-aktualisasi diri / jenis-nya sendiri. Sepuluh poin yang
pendidik harus alamat yang terdaftar:
- Kita harus mengajar orang untuk menjadi otentik, untuk menyadari diri batin mereka dan mendengar perasaan mereka-suara batin.
- Kita harus mengajar orang untuk mengatasi pengkondisian budaya mereka dan menjadi warga negara dunia.
- Kita harus membantu orang menemukan panggilan mereka dalam hidup, panggilan mereka, nasib atau takdir. Hal ini terutama difokuskan pada menemukan karier yang tepat dan pasangan yang tepat.
- Kita harus mengajar orang bahwa hidup ini berharga, bahwa ada sukacita yang harus dialami dalam kehidupan, dan jika orang yang terbuka untuk melihat yang baik dan gembira dalam semua jenis situasi, itu membuat hidup layak.
- Kita harus menerima orang seperti dia atau dia dan membantu orang belajar sifat batin mereka. Dari pengetahuan yang sebenarnya bakat dan keterbatasan kita bisa tahu apa yang harus membangun di atas, apa potensi yang benar-benar ada.
- Kita harus melihat itu kebutuhan dasar orang dipenuhi. Ini mencakup keselamatan, belongingness, dan kebutuhan harga diri.
- Kita harus refreshen kesadaran, mengajar orang untuk menghargai keindahan dan hal-hal baik lainnya di alam dan dalam hidup.
- Kita harus mengajar orang bahwa kontrol yang baik, dan lengkap meninggalkan yang buruk. Dibutuhkan kontrol untuk meningkatkan kualitas hidup di semua daerah.
- Kita harus mengajarkan orang untuk mengatasi masalah sepele dan bergulat dengan masalah serius dalam kehidupan. Ini termasuk masalah ketidakadilan, rasa sakit, penderitaan, dan kematian.
- Kita harus mengajar orang untuk menjadi pemilih yang baik. Mereka harus diberi latihan dalam membuat pilihan yang baik.[2]
B. TEORI ERG CLOYTON ALDERFER
Dr. Clayton Paul Alderfer ABPP (1940) adalah
Amerika psikolog, pembicara, penulis, pengusaha, konsultan dan sarjana. Sang
psikolog ini kemudian menjadi semakin terkenal dengan teori ERG nya. Titik awal
dalam pengembangan teori ERG ini dimulai dengan mengembangkan teori ini Hirarki
kebutuhan Maslow. Penelitian empiris untuk membentuk teori ERG ini dilakukan
sejak tahun 1966 sampai 1989.
Pada 1962, Alderfer mendapatkan gelar sarjana
secara cum laude dari Universitas Yale di Amerika Serikat. Pada tahun 1966, ia
memperoleh gelar Ph.D., juga dari Universitas Yale. Pada tahun 1975 Clayton
Alderfer menerima ijazah di bidang psikologi.
Setelah dia menyelesaikan studinya, Clayton
Alderfer bergabung Cornell University sebentar (1966-1968). Kemudian ia
bergabung dengan Universitas Yale di mana ia menjadi anggota Fakultas selama 24
tahun (1968-1992). Di sini, ia berperan sebagai dosen, peneliti dan Direktur
Program. Selama bertahun-tahun ia melakukan penelitian empiris tentang tiga
kebutuhan manusia, yaitu: kebutuhan bertahan hidup, kebutuhan untuk hidup
sosial dan kebutuhan untuk tumbuh berkembang. Teori ERG (Existence,
Relatedness, Growth) oleh Clayton Alderfer menjadi pembahasan banyak buku
manajemen hingga saat ini.
Setelah tahun 1992, Clayton Alderfer bergabung
Rutgers, sebuah universitas di New Jersey di Amerika Serikat. Selama dua belas
tahun ia menjabat sebagai Direktur akademik dan memainkan peran penting dalam
Fakultas tempat dia bekerja. Clayton Alderfer akhirnya bekerja sebagai
konsultan dan mendirikan firma konsultasi sendiri: Alderfer and Associates.
Konsultan milik Alderfer ini menyewakan jasa untuk organisasi maupun pribadi,
profit, non-profit maupun sektor publik.
Teori
motivasi kerja dari Abraham Maslow
menyatakan bahwa ada 5 kebutuhan manusia yang berbentuk hierarki. Antara lain,
kebutuhan kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan diri, dan
aktualisasi diri. Menurut Maslow, setiap manusia pemunuhan ini berjenjang dari
hierarki paling bawah ke paling atas.
Menariknya, Alderfer mencoba melihatnya dari
perspektif kebudayaan, wilayah geografis dan juga perbedaan individu. Clayton
Alderfer kemudian meringkas teori Maslow ini menjadi 3 hierarki kebutuhan,
yaitu kebutuhan bertahan hidup (Existence), kebutuhan diakui lingkungan
(Relatedness), dan kebutuhan pengembangan diri (Growth), yang dikenal juga
menjadi teori ERG.
Alderfer menggabungkan kebutuhan fisiologis dan
rasa aman kedalam kebutuhan bertahan hidup versinya. Dia memasukan kebutuhan
akan cinta/pertemanan dan penghargaan diri secara internal ke dalam kebutuhan
sosial versinya. Terakhir dia memasukan kebuthan penghargaan diri secara
eksternal dan aktualisasi diri ke dalam kolom kebutuhan pengembangan diri versi
ERP.
Para manajer di tempat kerja harus mengenali
kebutuhan para karyawan nya. Dalam toeri ERG, fokus hanya satu aspek kebutuhan
tidak akan berhasil memotivasi pegawai anda. Pemberi kerja harus memahami
konsep Progresif dan Regresi dalam motivasi kerja. Misalnya, jika peluang untuk
tumbuh tidak diberikan kepada karyawan, mereka mungkin menurunkan kebutuhannya,
dan memilih untuk lebih bersosialisasi dengan rekan kerjanya. Jika Anda dapat
mengenali kondisi seperti ini, maka ambilah langkah yang tepat agar pegawai
tidak frustasi dan kemudian berjuang untuk bertumbuh kembali. Implikasi untuk
insentif keuangan dalam Alderfer’s ERG model.
Insentif keuangan memang dapat memenuhi
kebutuhan dan kepuasan tertentu. Namun seperti yang Anda lihat, insentif
keuangan hanya dapat memenuhi kebutuhan manusia secara tidak langsung. Uang
menjadi tujuan antara jika kita melihat dari teori ini. Jadi meskipun Anda
dapat memberikan insentif keuangan tapi anda gagal memetakan kebutuhan yang sebenarnya,
maka menurut Alderfer pekerja anda tidak akan termotivasi.[3]
Teori ERG
dikemukakan oleh Clayton Alderfer seorang psikolog asal Amerika Serikat,
kelahiran 1 September 1940, dimana teori ini merupakan simplifikasi dan
pengembangan lebih lanjut dari teori hirarki kebutuhan Abraham Maslow.
- E (Existence atau keberadaan)
- R (Relatedness atau hubungan)
- G (Growth atau pertumbuhan)
Ketiga
kebutuhan pokok manusia ini diurai Aldelfer sebagai simplifikasi teori hirarki
kebutuhan Abraham Maslow sebagai berikut:
1. Existence atau keberadaan adalah suatu kebutuhan akan tetap bisa
hidup sesuai dengan tingkat kebutuhan tingkat rendah dari Maslow yaitu meliputi
kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman.
2. Relatedness atau hubungan mencakup kebutuhan untuk berinteraksi
dengan orang lain. Kebutuhan ini sesuai dengan kebutuhan afiliasi dari Maslow.
3. Growth atau pertumbuhan adalah kebutuhan yang mendorong seseorang
untuk memiliki pengaruh yang kreatif dan produktif terhadap diri sendiri atau
lingkungan. Realisasi dari kebutuhan penghargaan dan perwujudan diri dari
Maslow.[4]
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan
tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara
teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence”
dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “
Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep
Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut
Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia
itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak
lebih lanjut akan tampak bahwa :
Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan
tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya; Kuatnya keinginan
memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang
lebih rendah telah dipuaskan. Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan
yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan
kebutuhan yang lebih mendasar. Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat
pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang
dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara
lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.[5]
C. TEORI KEBUTUHAN UNTUK MAJU –
MC CLELLAND
David Clarence McClelland (1917-1998) mendapat gelar
doktor dalam psikologi di Yale pada 1941 dan menjadi profesor di Universitas
Wesleyan. McClelland dikenal untuk karyanya pada
pencapaian motivasi. David McClelland memelopori motivasi kerja berpikir,
mengembangkan pencapaian berbasis teori dan model motivasi, dan dipromosikan
dalam perbaikan metode penilaian karyawan, serta advokasi berbasis kompetensi
penilaian dan tes. Ide nya
telah diadopsi secara luas di berbagai organisasi, dan berkaitan erat dengan
teori Frederick Herzberg.
David McClelland dikenal menjelaskan tiga jenis motivasi,
yang diidentifikasi dalam buku ”The Achieving Society”:
1.
Motivasi
untuk berprestasi (n-ACH)
2.
Motivasi
untuk berkuasa (n-pow)
3.
Motivasi
untuk berafiliasi/bersahabat (n-affil)
Model
Kebutuhan Berbasis Motivasi McClelland
David
McClelland (Robbins, 2001 : 173) dalam teorinya Mc.Clelland’s Achievment
Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland juga digunakan untuk
mendukung hipotesa yang akan dikemukakan dalam penelitian ini. Dalam teorinya
McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial,
bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau
dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia.
Teori
ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (achiefment),
kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi. Model motivasi ini
ditemukan diberbagai lini organisasi, baik staf maupun manajer. Beberapa
karyawan memiliki karakter yang merupakan perpaduan dari model motivasi tersebut.
A.
Kebutuhan akan prestasi (n-ACH)
Kebutuhan akan prestasi
merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat
standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak
antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri.
Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia
menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik
tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan
masalah.
n-ACH adalah motivasi
untuk berprestasi , karena itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi
tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang,
dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari
lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.
B.
Kebutuhan akan kekuasaan (n-pow)
Kebutuhan akan kekuasaan
adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana
orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk
ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain.
Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan
kebutuhan aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan
kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi
kepemimpinan.
n-pow adalah motivasi
terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap
lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk
menang. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise pribadi.
C.
Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (n-affil)
Kebutuhan akan Afiliasi
adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu
merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan
penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan
afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi
sosial yang tinggi.
McClelland mengatakan
bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya
akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi.
Karakteristik dan sikap
motivasi prestasi ala Mcclelland:
a).
Pencapaian adalah lebih penting daripada materi.
b).
Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi yang lebih besar
daripada menerima pujian atau pengakuan.
c).
Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran sukses (umpan balik yang
diandalkan, kuantitatif dan faktual).
Penelitian
David Mcclelland
Penelitian McClelland
terhadap para usahawan menunjukkan bukti yang lebih bermakna mengenai motivasi
berprestasi dibanding kelompok yang berasal dari pekerjaan lain. Artinya para
usahawan mempunyai n-ach yang lebih tinggi dibanding dari profesi lain.
Kewirausahaan adalah
merupakan kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan
sumberdaya untuk mencari peluang sukses (Suryana, 2006). Kreativitas adalah
kemampuan mengembangkan ide dan cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan
menemukan peluang (Suryana, 2006). Inovasi adalah kemampuan menerapkan
kreativitas dalam rangka memecahkan masalah dan menemukan peluang (Suryana,
2006). Ciri-ciri pokok peranan kewirausahaan (McClelland, 1961 dalam Suyanto,
1987) meliputi Perilaku kewirausahaan, yang mencakup memikul risiko yang tidak
terlalu besar sebagai suatu akibat dari keahlian dan bukan karena kebetulan,
kegiatan yang penuh semangat dan/atau yang berdaya cipta, tanggung jawab
pribadi, serta pengetahuan tentang hasil-hasil keputusan; uang sebagai ukuran
atas hasil.
Ciri lainnya, minat
terhadap pekerjaan kewirausahaan sebagai suatu akibat dari martabat dan ‘sikap
berisiko’ mereka. Seorang wirausaha adalah risk taker. Risk taker dimaksudkan
bahwa seorang wirausaha dalam membuat keputusan perlu menghitung risiko yang
akan ditanggungnya. Peranan ini dijalankan karena dia membuat keputusan dalam
keadaan tidak pasti. Wirausaha mengambil risiko yang moderat, tidak terlalu
tinggi (seperti penjudi), juga tidak terlalu rendah seperti orang yang pasif
(Hanafi, 2003). Dari hasil penelitiannya, McClelland (1961) menyatakan bahwa
dalam keadaan yang mengandung risiko yang tak terlalu besar, kinerja wirausaha
akan lebih tergantung pada keahlian- atau pada prestasi - dibanding pekerjaan
lain.
Seorang wirausaha untuk
melakukan inovasi atau pembaharuan perlu semangat dan aktif. Mereka bisa
bekerja dalam waktu yang panjang, misal 70 jam hingga 80 jam per minggu. Bukan
lama waktu yang penting, namun karena semangatnya mereka tahan bekerja dalam waktu
yang panjang. Bagi individu yang memiliki n-ach tinggi tidak begitu tertarik
pada pengakuan masyarakat atas sukses mereka, akan tetapi mereka benar-benar
memerlukan suatu cara untuk mengukur seberapa baik yang telah dilakukan.
Dari penelitiannya, McClelland
menyimpulkan bahwa kepuasan prestasi berasal dari pengambilan prakarsa untuk
bertindak sehingga sukses, dan bukannya dari pengakuan umum terhadap prestasi
pribadi. Selain itu juga diperoleh kesimpulan bahwa orang yang memiliki n-ach
tinggi tidak begitu terpengaruh oleh imbalan uang, mereka tertarik pada
prestasi. Standar untuk mengukur sukses bagi wirausaha adalah jelas, misal
laba, besarnya pangsa pasar atau laju pertumbuhan penjualan.[6]
D. TEORI 2 FAKTOR – FREDRICK
HEZBERG
Banyak karyawan telah bekerja lebih dari 5 tahun di
sebuah perusahaan, namun statusnya masih sebagai karyawan tidak tetap. Mereka
memilih bertahan karena banyak hal yang tidak mereka dapatkan di perusahaan
lain seperti gaji yang cukup, hubungan dengan rekan kerja, fasilitas dan
prestise nama perusahaan saat ini. Namun tidak adanya penghargaan dan pengakuan
dari perusahaan menyebabkan penurunan motivasi kinerja karyawan yang
berkualitas.
Teori Herzberg melihat ada dua faktor yang mendorong
karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari
dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang
datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.
Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (dalam Sondang, 2002 : 107).
Frederick Herzberg menyatakan bahwa ada faktor-faktor tertentu di tempat kerja yang menyebabkan kepuasan kerja, sementara pada bagian lain ada pula faktor lain yang menyebabkan ketidakpuasan. Dengan kata lain kepuasan dan ketidakpuasan kerja berhubungan satu sama lain.Faktor-faktor tertentu di tempat kerja tersebut oleh Frederick Herzberg diidentifikasi sebagai hygiene factors (faktor kesehatan) dan motivation factors (faktor pemuas).
1. Hygiene Factors.
Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (dalam Sondang, 2002 : 107).
Frederick Herzberg menyatakan bahwa ada faktor-faktor tertentu di tempat kerja yang menyebabkan kepuasan kerja, sementara pada bagian lain ada pula faktor lain yang menyebabkan ketidakpuasan. Dengan kata lain kepuasan dan ketidakpuasan kerja berhubungan satu sama lain.Faktor-faktor tertentu di tempat kerja tersebut oleh Frederick Herzberg diidentifikasi sebagai hygiene factors (faktor kesehatan) dan motivation factors (faktor pemuas).
1. Hygiene Factors.
Hygiene factors (faktor kesehatan) adalah faktor
pekerjaan yang penting untuk adanya motivasi di tempat kerja. Faktor ini tidak
mengarah pada kepuasan positif untuk jangka panjang. Tetapi jika faktor-faktor
ini tidak hadir, maka muncul ketidakpuasan. Faktor ini adalah faktor ekstrinsik
untuk bekerja. Faktor higienis juga disebut sebagai dissatisfiers atau faktor
pemeliharaan yang diperlukan untuk menghindari ketidakpuasan. Hygiene factors
(faktor kesehatan) adalah gambaran kebutuhan fisiologis individu yang
diharapkan untuk dipenuhi.Hygiene factors (faktor kesehatan) meliputi gaji,
kehidupan pribadi, kualitas supervisi, kondisi kerja, jaminan kerja, hubungan
antar pribadi, kebijaksanaan dan administrasi perusahaan.
Menurut Herzberg faktor hygienis/extrinsic factor tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995 : 139).
Menurut Herzberg faktor hygienis/extrinsic factor tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995 : 139).
2. Motivation Factors
Faktor motivasi harus menghasilkan kepuasan positif.
Faktor-faktor yang melekat dalam pekerjaan dan memotivasi karyawan untuk sebuah
kinerja yang unggul disebut sebagai faktor pemuas. Karyawan hanya menemukan
faktor-faktor intrinsik yang berharga pada motivation factors (faktor pemuas).
Para motivator melambangkan kebutuhan psikologis yang dirasakan sebagai manfaat
tambahan. Faktor motivasi dikaitkan dengan isi pekerjaan mencakup keberhasilan,
pengakuan, pekerjaan yang menantang, peningkatan dan pertumbuhan dalam
pekerjaan. Faktor motivation/intrinsic factor merupakan faktor yang mendorong
semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap
kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk
berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis) (Leidecker
& Hall dalam Timpe, 1999 : 13). Adapun yang merupakan faktor motivasi
menurut Herzberg adalah: pekerjaan itu sendiri (the work it self), prestasi
yang diraih (achievement), peluang untuk maju (advancement), pengakuan orang
lain (ricognition), tanggung jawab (responsible). Berdasarkan teori Herzberg di
atas, secara umum factor hygienis seperti gaji dan hubungan rekan kerja
mendukung karyawan untuk bertahan di tempat bekerja. Gaji hanya hanya akan menghasilkan
motivasi jangka pendek. Tetapi tidak di dukung factor motivasi seperti
pengangkatan karyawan tetap. Sehingga menyebabkan penurunan motivasi karyawan
dalam bekerja.[7]
Untuk lebih jelasnya, mari kita berikan contoh.
Katakanlah kita memiliki tokoh bernama Joko. Joko ternyata merasa mendapatkan
banyak pencapaian ketika bekerja, dengan demikian ia merasa puas dan
termotivasi dalam berkerja. Namun, jikapun Joko ternyata tidak mencapai
prestasi kerja apapun, itu tidak secara langsung membuat Joko mutung dan
terdemotivasi dalam bekerja.
Lain lagi dengan tokoh kita bernama Yusuf. Yusuf
mendapatkan banyak pengakuan di tempat kerjanya. Dikarenakan pengakuan dari
lingkungan itu, Yusuf sangat termotivasi dalam bekerja. Namun, bukan berarti
jika tidak ada satupun orang yang memberikan pengakuan ke Yusuf,
sekonyong-konyong Yusuf akan terdemotivasi (walaupun ada kemungkinan juga dia
terdemotivasi).
Selain Joko dan Yusuf, ada lagi seorang karyawati
bernama Rani. Sebagai pegawai, Rani sangat memperhatikan kebijakan perusahaan.
Dia memperhatikan kebijakan gaji, kebijakan cuti, serta kebijakan lainnya. Rani
sangat rajin mendemo perusahaan jika dia merasa terdiskriminasi dalam hal gaji,
jatah libur, jatah cuti, dan jatah-jatah lainnya. Namun kemudian, jikapun
perusahaan membuat kebijakan yang pro terhadap Rani, itu tidak akan membuat
Rani termotivasi untuk berkerja dengan giat. Kebijakan perusahaan yang kondusif
itu cuma menghilangkan rasa demotivasi Rani, tapi tidak memotivasi Rani.
Dari ilustrasi di atas, jelas sudah bahwa belum tentu
jika faktor demotivasi dihilangkan, maka seseorang akan termotivasi. Namun,
memang benar ada sedikit kecenderungan, apabila faktor yang memotivasi itu
dihilangkan, justru akan membuat orang terdemotivasi.
Sekilas tampak bahwa ternyata jauh lebih mudah mendemotivasi
orang dibandingkan memotivasinya. Cukup hilangkan faktor yang memotivasi dan
atau timbulkan faktor yang mendemotivasi, maka seseorang akan tidak puas di
tempat kerja. Namun jika perusahaan atau tempat kerja ingin membuat orang puas
di tempat kerja, mereka harus menghilangkan faktor demotivasi dan menghadirkan
faktor yang memotivasi. Pemisahan dua faktor inilah yang akhirnya membuat teori
Herzberg juga dikenal sebagai Teori Hygiene.
Jika seseorang memahami teori Herzberg dengan tepat, maka
teori ini tidak semata digunakan untuk meningkatkan profitabilitas semata.
Pemahaman atas Faktor Higiene dan Motivasi ini seharusnya menjadi dasar dari
pemimpin untuk memahami manusia dengan benar. Pemahamannya digunakan untuk
mengelola manusia sebagaimana manusia harus dikelola.
Jika perusahaan tidak memahami Teori Motivasi-Higiene ini
dengan benar, maka kebijakan yang diambil tidak akan efektif. Pemimpin yang
tidak efektif hanya akan membuang energinya pada faktor hygiene, padahal ia
bertujuan untuk memotivasi kasyawannya. “Gaji sudah besar, tapi kok masih gak
termotivasi”, begitu gumam salah satu manajer HR yang bodoh. Dia tidak sadar,
bahwa faktor yang memotivasi itu bukanlah uang semata.
Contoh Faktor Higiene ini sendiri
antara lain:
1.
Kebijakan Perusahaan;
2.
hubungan karyawan-piminan
3.
kondisi lingkungan kerja
4.
gaji
5.
fasilitas mobil perusahaan
6.
status
7.
keamanan dan kepastian kerja
8.
hubungan dengan bawahan; dan
9.
kehidupan pribadi
Sedangkan Faktor
Motivasi yang amsuk dalam penelitian Herzberg antara lain:
1.
Pencapaian di tempat kerja;
2.
Pengakuan sekitar;
3.
pekerjaannya itu sendiri;
4.
tanggung jawab kerja; dan
5.
kesempatan untuk berkembang.[8]
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment