ARTIKEL PENGERTIAN
BEBERAPA TEORI KEPEMIMPINAN
Tugas Artikel Ini Disuusun Guna
Memenuhi Tugas Pengantar Manjemen
Dosen Pembimbing: Agus Marimin, S.E.i.,
M.Esy
Disusun Oleh:
FARISKA YOSI IRYANTI
Nim: 122231065
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2015
A.
SITUASIONAL THEORY
Definisi kepemimpinan
situasional adalah “a leadership contingency theory that focuses on
followers readiness/maturity”. Inti dari teori kepemimpinan situational adalah
bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan berbeda-beda, tergantung dari
tingkat kesiapan para pengikutnya.
Pemahaman fundamen
dari teori kepemimpinan situasional adalah tentang tidak adanya gaya
kepemimpinan yang terbaik. Kepemimpinan yang efektif adalah bergantung pada
relevansi tugas, dan hampir semua pemimpin yang sukses selalu mengadaptasi gaya
kepemimpinan yang tepat.
Efektivitas
kepemimpinan bukan hanya soal pengaruh terhadap individu dan kelompok tapi
bergantung pula terhadap tugas, pekerjaan atau fungsi yang dibutuhkan secara
keseluruhan. Jadi pendekatan kepemimpinan situasional fokus pada
fenomena kepemimpinan di dalam suatu situasi yang unik.
Dari cara pandang
ini, seorang pemimpin agar efektif ia harus mampu menyesuaikan gayanya terhadap
tuntutan situasi yang berubah-ubah. Teori kepemimpinan situasional bertumpu
pada dua konsep fundamental yaitu: tingkat kesiapan/kematangan individu atau
kelompok sebagai pengikut dan gaya kepemimpinan.[1]
Teori situasional
mengemukakan bahwa keefektifan dari sebuah gaya kepemimpinan begantung pada
situasi yang dihadapi. Perbedaan situasi menuntut gaya kepemimpinan berbeda
pula, yang kemudian memberikan tantangan untuk memilih gaya kepemimpinan yang
cocok untuk situasi yang ada.
Fred Fiedler
mengembangkan sebuah konsep teori gaya kepemimpinan yang berdasarkan pada
situasi yang kemudian di kenal dengan Contingency Theory. Konsep ini didasarkan
pada premis bahwa keefektifan seorang pemimpin dapat dihubungkan dengan
kecocokan gaya kepemimpinannya dengan situasi yang terjadi.
Fiedler mempercayai
bahwa seorang pemimpin memiliki gaya kepemimpinan dominan yang sulit untuk
dirubah baik Task Oriented maupun Relationship Oriented. Seorang pemimpin yang
menganut gaya kepemimpinan Task Oriented memiliki fokus pada meraih tujuan,
sedangkan gaya kepemimpinan yang menganut Relationship Oriented lebih
menekankan pada mengembangkan relasi positif dengan para pengikut.
Situasional Control
merujuk pada jumlah control dan pengaruh yang dimiliki seorang pemimpin pada
lingkungan kerja di sekitarnya. Kontrol yang tinggi menunjukan bahwa keputusan
seorang pemimpin akan menghasilkan hasil yang dapat diramalkan karena pemimpin
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi hasil kerja, sedangkan control rendah
menunjukan bahwa pemimpin tidak dapat mempengaruhi hasil kerja.karena
sedikitnya jumlah pengaruh yang dapat diberikan oleh pemimpin. Ada tiga dimensi
dari teori Situasional Control, yaitu leader-member relation, task structure,
dan position power.
Leader-member
relation menggambarkan bagaimana seorang pemimpin mendapatkan dukungan,
kesetiaan, dan kepercayaan diantara grup kerja. Dimensi ini adalah dimensi
terpenting dari Situasional Control. Leader-member Relationship yang baik
menunjukan bahwa seorang pemimpin dapat bergantung pada grup kerja, sembari
memastikan bahwa grup kerja akan mencoba untuk memenuhi tujuan dari pemimpin.
Task Structure
memperhatikan bobot struktur dalam tugas yang dilakukan oleh grup. Karena tugas
yang terstruktur memiliki panduan dalam pelaksanaan pekerjaan, maka seorang pemimpin
akan memiliki control dan pengaruh yang lebih baik pada bawahan yang melakukan
tugas tersebut. Dimensi ini adalah dimensi kedua terpenting dari Situasional
Control. Position Power merujuk pada tingkatan kekuatan formal seorang pemimpin
untuk memberikan imbalan, hukuman, atau sebaliknya mendapatkan pemenuhan dari
pekerja.
Fiedler menyarankan
agar seorang pemimpin belajar untuk memanipulasi atau mempengaruhi situasi
kepemimpinan untuk menciptakan kesepadanan antara gaya kepemimpinan dari pemimpin
dengan situasi yang terjadi. Teori ini dapat menjelaskan bagaimana seseorang
pemimpin dengan gaya kepemimpinan tertentu dapat berhasil dalam suatu kondisi
dan gagal dalam kondisi situasi yang lain.
Dikemukakan oleh
Robert House pada tahun 70an.Didasarkan pada Expextancy Theory of Motivation.
Expextancy Theory of Motivation sendiri didasarkan pada ide bahwa motivasi
dapat mendorong seseorang untuk berusaha lebih yang kemudian akan meningkatkan
performa dan menghasilkan hasil yang lebih baik dalam bekerja. Perilaku
pemimpin kemudian diharapkan untuk dapat ditrerima ketika pekerja memandang
mereka sebagai sumber kepuasan atau sebagai cara untuk membangun jalan menuju
kepuasan pekerja. Sebagai tambahan perilaku pemimpin di perkirakan menjadi
sebuah motivator apabila mengurangi halangan dari pencapaian tujuan,
menyediakan bimbingan dan dukungan yang dibutuhkan oleh pekerja, menunjukkan
imbalan terhadap pencapaian tujuan yang berarti.
House mengemukakan
sebuah model yang menunjukan bagaimana keefektifan sebuah gaya kepemimpinan
dipengaruhi oleh interaksi antara empat gaya kepemimpinan (directive,
supportive, parcitipative, dan achievement-oriented) dan berbagai Contingency
Factor. Contingency Factor adalah variable situasional yang menyebabkan sebuah
gaya kepemimpinan menjadi lebih efektif apabila dibandingkan dengan gaya
kepemimpinan lain. Factor yang termasuk dalam contingency factor adalah factor
pekerja dan lingkungan. Lima karakteristik penting dari pekerja adalah
kesadaran akan control, kemampuan pelaksanaan tugas, kebutuhan akan pencapaian,
pengalaman, dan kebutuhan akan kejelasan.
Dua factor lingkungan
yang relevan adalah struktur tugas dan dinamika kelompok kerja. Pekerja dengan
kesadaran akan control yang baik lebih memilih gaya kepemimpinan parcitipative
atau achievement-oriented, hal ini disebabkan karena pekerja percaya bahwa
mereka menguasai ‑
pekerjaan dan lingkungan kerja. Individu seperti ini pada umumnya tidak puas dengan gaya kepemimpinan directive yang mengedepankan control belebih pada aktivitas yang dilakukan pekerja. Sebaliknya pekerja dengan kesadaran luar memiliki kecenderungan untuk menganggap bahwa lingkungan kerja mereka tidak dapat dikendalikan, yang kemudian menyebabkan pekerja dengan tipe ini akan lebih memilih struktur kerja yang diakomodasi oleh gaya kepemimpinan directive dan supportive. Seorang pekerja dengan kemampuan melaksanakan tugas yang baik dan pengalaman yang cukupkurang dapat menerima pengarahan tambaan yang kemudian menyebabkan akan tidak cocok apabila diterapkan gaya kepemimpinan directive. Pekerja seperti ini akan lebih termotivasi dan puas apabila dipimpin dengan gaya kepemimpinan Participative dan achievement-oriented. Sebaliknya seorang yang tidak berpengalaman akan beranggapan gaya kepemimpinan achievement-oriented menjadi sesuatu yang memberatkan pada waktu pekerja tersebut harus belajar untuk melakukan sesuatu yang baru. Gaya kepemimpinan supportive dan directive akan sangat membantu dalam situasi ini. Akhirnya gaya kepemimpinan supportive dan directive akan sangat membantu dalam situasi ketika pekerja mengalami ketidakjelasan peran, meskipun demikian gaya kepemimpinan directive akan membuat pekerja merasa lebih frustasi ketika mengerjakan rutinitas dan tugas yang simple, sehingga untuk situasi ini gaya kepemimpinan supportive akan lebih cocok.[2]
pekerjaan dan lingkungan kerja. Individu seperti ini pada umumnya tidak puas dengan gaya kepemimpinan directive yang mengedepankan control belebih pada aktivitas yang dilakukan pekerja. Sebaliknya pekerja dengan kesadaran luar memiliki kecenderungan untuk menganggap bahwa lingkungan kerja mereka tidak dapat dikendalikan, yang kemudian menyebabkan pekerja dengan tipe ini akan lebih memilih struktur kerja yang diakomodasi oleh gaya kepemimpinan directive dan supportive. Seorang pekerja dengan kemampuan melaksanakan tugas yang baik dan pengalaman yang cukupkurang dapat menerima pengarahan tambaan yang kemudian menyebabkan akan tidak cocok apabila diterapkan gaya kepemimpinan directive. Pekerja seperti ini akan lebih termotivasi dan puas apabila dipimpin dengan gaya kepemimpinan Participative dan achievement-oriented. Sebaliknya seorang yang tidak berpengalaman akan beranggapan gaya kepemimpinan achievement-oriented menjadi sesuatu yang memberatkan pada waktu pekerja tersebut harus belajar untuk melakukan sesuatu yang baru. Gaya kepemimpinan supportive dan directive akan sangat membantu dalam situasi ini. Akhirnya gaya kepemimpinan supportive dan directive akan sangat membantu dalam situasi ketika pekerja mengalami ketidakjelasan peran, meskipun demikian gaya kepemimpinan directive akan membuat pekerja merasa lebih frustasi ketika mengerjakan rutinitas dan tugas yang simple, sehingga untuk situasi ini gaya kepemimpinan supportive akan lebih cocok.[2]
4 Gaya Kepemimpinan dibagi berdasarkan :
·
Perilaku Kerja meliputi
penggunaan komunikasi satu-arah, pendiktean tugas, dan pemberitahuan pada
pengikut seputar hal apa saja yang harus mereka lakukan, kapan, dan bagaimana
melakukannya
·
Perilaku Hubungan meliputi
penggunaan komunikasi dua-arah, mendengar, memotivasi, melibatkan pengikut
dalam proses pengambilan keputusan, serta memberikan dukungan emosional pada
mereka
R3: Readiness 3 ( mampu tetapi tidak bersedia ) — Menunjukkan situasi
di mana pengikut memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk
melaksanakan tugas-tugas. Tetapi pengikut tidak mau melaksanakan tugas-tugas
yang diberikan oleh pemimpinnya
R1: Readiness 1 (tidak mampu dan tidak aman — Kesiapan tingkat 1
menunjukkan bahwa pengikut tidak mampu dan tidak mau mengambil tanggung jawab
untuk melakukan suatu tugas. Pada tingkat ini, pengikut tidak memiliki
kompetensi dan tidak percaya diri .
R2: Readiness 2 (tidak mampu tetapi bersedia ) — Menunjukkan pengikut
tidak mampu melakukan suatu tugas, tetapi ia sudah memiliki kemauan. Motivasi
yang kuat tidak didukung oleh pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai
untuk melaksanakan tugas-tugas.
4 Level Kesiapan PengikutTeori kepemimpinan
situasional bertumpu pada dua konsep :
·
tingkat kesiapan/kematangan
individu atau kelompok sebagai pengikut
gaya kepemimpinan Keefektifan kepemimpinan disini bergantung pada :
·
pengaruh terhadap individu dan
kelompok
·
tugas, pekerjaan atau fungsi
yang dibutuhkan secara keseluruhan
·
gaya kepemimpinan
·
tingkat kesiapan pengikut
jadi kepemimpinan yang situsional adalah teori yang melibatkan peran
dari pengikut dan ketika mengambil keputusan atau melakukan suatu diskusi kita
harus melihat situasi dari pengikut dan kita bisa menggunakan 4 gaya
kepemimpinan sesuai pengikut untuk mempermudah pengambilan keputusan.[3]
B.
PERSONAL BEHAVIOR THEORY
Behaviorisme
menekankan pentingnya lingkungan dalam membentuk perilaku. Fokusnya adalah pada
perilaku yang dapat diamati dan kondisi di mana individu belajar perilaku,
penyejuk yaitu klasik, pengkondisian operan dan teori pembelajaran sosial. Oleh
karena depresi adalah hasil dari interaksi seseorang dengan lingkungannya.
Misalnya,
pengkondisian klasik mengusulkan depresi dipelajari melalui bergaul rangsangan
tertentu dengan keadaan emosi negatif. Belajar teori negara perilaku sosial
dipelajari melalui pengamatan, imitasi dan penguatan.
Pendingin operan
Operant menyatakan bahwa depresi disebabkan
oleh penghapusan penguatan positif dari lingkungan (Lewinsohn, 1974).
Peristiwa-peristiwa tertentu, seperti kehilangan pekerjaan Anda, menginduksi
depresi karena mereka mengurangi dukungan positif dari orang lain (misalnya
berada di sekitar orang-orang yang menyukai Anda). Orang yang depresi biasanya
menjadi jauh lebih aktif secara sosial. Selain itu depresi juga bisa disebabkan
melalui penguatan sengaja perilaku depresi oleh orang lain.
Misalnya, ketika
orang yang dicintai hilang, merupakan sumber penting dari penguatan positif
telah kehilangan juga. Hal ini menyebabkan tidak aktif. Sumber utama penguatan
sekarang simpati dan perhatian dari teman-teman dan kerabat. Namun hal ini
cenderung memperkuat maladaptif perilaku yaitu menangis, mengeluh, berbicara
bunuh diri. Hal ini pada akhirnya mengasingkan bahkan teman-teman dekat yang
mengarah untuk bahkan kurang penguatan, meningkatkan isolasi dan
ketidakbahagiaan sosial. Dengan kata lain depresi adalah lingkaran setan di
mana orang tersebut didorong lebih jauh dan lebih bawah.
Juga jika orang
kekurangan keterampilan sosial atau memiliki struktur kepribadian yang sangat
kaku mereka mungkin merasa sulit untuk membuat penyesuaian yang diperlukan
untuk mencari sumber-sumber baru dan alternatif penguatan (Lewinsohn, 1974).
Sehingga mereka terjebak dalam spiral negatif.[4]
Dari behavioris
seperti BF Skinner datang teori belajar, yang menyatakan bahwa perilaku
kompleks yang dipelajari secara bertahap melalui modifikasi perilaku sederhana.
Imitasi dan penguatan memainkan peran penting dalam teori ini, yang menyatakan
bahwa individu belajar dengan meniru perilaku yang mereka amati pada orang lain
dan bahwa imbalan yang penting untuk memastikan pengulangan perilaku yang
diinginkan. Karena setiap perilaku sederhana didirikan melalui imitasi dan
penguatan berikutnya, perilaku kompleks berkembang. Ketika perilaku verbal
didirikan organisme dapat belajar melalui perilaku aturan-diatur dan dengan
demikian tidak semua tindakan yang perlu berbentuk kontingensi. Pembelajaran sosial / teori kognitif sosial
Menurut teori
belajar sosial, yang juga dikenal sebagai teori kognitif sosial, perubahan
perilaku ditentukan oleh unsur-unsur lingkungan, pribadi, dan perilaku. Setiap
faktor mempengaruhi setiap orang lain. Misalnya, dalam keselarasan dengan
prinsip self-efficacy, pikiran individu mempengaruhi perilaku mereka dan
karakteristik individu memperoleh respon tertentu dari lingkungan sosial.
Demikian juga, lingkungan individu mempengaruhi perkembangan karakteristik
pribadi serta perilaku seseorang, dan perilaku individu dapat mengubah
lingkungan mereka serta cara individu pikirkan atau rasakan. Teori belajar
sosial berfokus pada interaksi timbal balik antara faktor-faktor ini, yang
hipotesis untuk menentukan perubahan perilaku.
Teori tindakan beralasan.
Teori tindakan beralasan.
Teori tindakan
beralasan mengasumsikan bahwa individu mempertimbangkan konsekuensi perilaku
sebelum melakukan perilaku tertentu. Akibatnya, niat merupakan faktor penting
dalam menentukan perilaku dan perubahan perilaku. Menurut Icek Ajzen, niat
berkembang dari persepsi individu dari perilaku positif atau negatif bersama
dengan kesan individu dari cara masyarakat memandang mereka perilaku yang sama.
Dengan demikian, sikap pribadi dan tekanan sosial bentuk niat, yang sangat
penting untuk kinerja perilaku dan perubahan perilaku akibatnya.
Teori perilaku yang direncanakan
Teori perilaku yang direncanakan
Pada tahun 1985,
Ajzen diperluas teori tindakan beralasan, merumuskan Teori Planned Behaviour,
yang juga menekankan peran niat dalam kinerja perilaku tetapi dimaksudkan untuk
menutupi kasus di mana seseorang tidak mengendalikan semua faktor yang
mempengaruhi kinerja aktual dari perilaku. Akibatnya, teori baru menyatakan
bahwa kejadian kinerja perilaku aktual sebanding dengan jumlah kontrol individu
memiliki lebih dari perilaku dan kekuatan niat individu dalam melakukan perilaku.
Dalam artikelnya, lanjut hypothesises bahwa self-efficacy adalah penting dalam
menentukan kekuatan niat individu untuk melakukan perilaku. Pada tahun 2010,
Fishbein dan Ajzen memperkenalkan pendekatan tindakan beralasan, penerus dari
Teori Planned Behaviour. Transtheoretical
/ tahap model perubahan.
Menurut model
transtheoretical, yang juga dikenal sebagai Tahapan Perubahan Model, perubahan
perilaku adalah proses lima langkah. Lima tahap, antara yang individu dapat
berosilasi sebelum mencapai perubahan lengkap, yang precontemplation,
kontemplasi, persiapan untuk aksi, tindakan, dan maintenance.At tahap
precontemplation, seorang individu mungkin atau mungkin tidak menyadari masalah
tetapi tidak memiliki pikiran berubah perilaku mereka. Dari precontemplation
untuk kontemplasi, individu mulai berpikir tentang mengubah perilaku tertentu.
Selama persiapan, individu mulai rencananya untuk perubahan, dan selama tahap
aksi individu mulai menunjukkan perilaku baru secara konsisten. Seorang
individu akhirnya memasuki tahap pemeliharaan setelah mereka menunjukkan
perilaku baru secara konsisten selama lebih dari enam bulan. Sebuah masalah
yang dihadapi dengan Tahapan Perubahan Model adalah bahwa hal itu sangat mudah
bagi seseorang untuk memasuki tahap pemeliharaan dan kemudian jatuh kembali ke
tahap sebelumnya. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penurunan ini
termasuk faktor eksternal seperti cuaca atau perubahan musim, dan / atau
masalah pribadi seseorang berurusan dengan.
Pendekatan proses tindakan kesehatan.
Pendekatan proses tindakan kesehatan.
Pendekatan proses
tindakan kesehatan (HAPA) dirancang sebagai urutan dua proses yang terus
menerus self-regulatory, tujuan penetapan fase (motivasi) dan fase
tujuan-mengejar (kemauan). Tahap kedua ini dibagi menjadi fase pra-tindakan dan
fase tindakan. Motivasi self-efficacy, hasil-harapan dan risiko persepsi
diasumsikan prediktor niat. Ini adalah fase motivasi model. Pengaruh prediksi
motivasi self-efficacy pada perilaku diasumsikan dimediasi oleh pemulihan
self-efficacy, dan efek dari niat diasumsikan dimediasi oleh perencanaan.
Proses terakhir merujuk pada fase kehendak
model. Pendidikan.
Teori perubahan
perilaku dapat digunakan sebagai panduan dalam mengembangkan metode pengajaran
yang efektif. Karena tujuan pendidikan banyak perubahan perilaku, pemahaman
tentang perilaku yang diberikan oleh teori-teori perubahan perilaku memberikan
wawasan perumusan metode pengajaran yang efektif yang memanfaatkan mekanisme
perubahan perilaku. Dalam era ketika program pendidikan berusaha untuk
menjangkau audiens yang besar dengan berbagai status sosial ekonomi, para
perancang program tersebut semakin berusaha untuk memahami alasan di balik
perubahan perilaku untuk memahami karakteristik universal yang mungkin penting
untuk rancangan program.
Bahkan, beberapa
teori, seperti Teori Belajar Sosial dan Teori Planned Behaviour, dikembangkan
sebagai upaya untuk meningkatkan pendidikan kesehatan. Karena teori-teori ini
membahas interaksi antara individu dan lingkungan mereka, mereka dapat
memberikan wawasan efektivitas program pendidikan yang diberikan serangkaian
tertentu kondisi yang telah ditentukan, seperti konteks sosial di mana program
akan pendidikan kesehatan initiated. Although masih daerah di yang teori-teori perubahan perilaku yang paling
sering diterapkan, teori seperti Tahapan Perubahan Model telah mulai diterapkan
di daerah lain seperti pelatihan karyawan dan mengembangkan sistem pendidikan
tinggi.
Kriminologi Studi empiris di kriminologi mendukung teori
perubahan perilaku. Pada saat yang sama, teori umum perubahan perilaku
menyarankan penjelasan yang mungkin untuk perilaku kriminal dan metode
mengoreksi menyimpang koreksi behaviour.Since perilaku menyimpang memerlukan
perubahan perilaku, pemahaman perubahan perilaku dapat memfasilitasi penerapan
metode pemasyarakatan yang efektif dalam pembuatan kebijakan. Misalnya,
pemahaman bahwa perilaku menyimpang seperti mencuri dapat dipelajari perilaku
yang dihasilkan dari reinforcers seperti kepuasan kelaparan yang tidak
berhubungan dengan perilaku kriminal dapat membantu pengembangan kontrol sosial
yang menangani masalah mendasar ini bukan hanya perilaku yang dihasilkan.
Teori tertentu yang
telah diterapkan kriminologi termasuk Belajar Sosial dan Asosiasi Diferensial
Teori. Unsur Teori Belajar Sosial dari interaksi antara individu dan lingkungan
mereka menjelaskan perkembangan perilaku menyimpang sebagai fungsi paparan
individu untuk perilaku tertentu dan kenalan mereka, yang dapat memperkuat baik
diterima secara sosial atau tidak dapat diterima secara sosial behaviour.
Differential Asosiasi Teori, awalnya
dirumuskan oleh Edwin Sutherland, adalah, penjelasan teoretis populer terkait
perilaku kriminal yang berlaku belajar teori konsep dan menegaskan bahwa
perilaku menyimpang adalah perilaku yang dipelajari.
Beberapa tahun
terakhir telah melihat meningkatnya minat dalam pengurangan konsumsi energi
berdasarkan perubahan perilaku, baik itu karena alasan mitigasi perubahan iklim
atau keamanan energi. Penerapan teori perubahan perilaku di bidang perilaku
konsumsi energi menghasilkan wawasan yang menarik. Misalnya, mendukung kritik
fokus terlalu sempit pada perilaku individu dan perluasan untuk memasukkan
interaksi sosial, gaya hidup, norma dan nilai serta teknologi dan
kebijakan-semua memungkinkan atau menghambat perubahan perilaku.
Teori perubahan
perilaku yang tidak diterima secara universal. Kritik termasuk penekanan teori
'pada perilaku individu dan mengabaikan umum untuk pengaruh faktor lingkungan
terhadap perilaku. Selain itu, karena beberapa teori yang dirumuskan sebagai
panduan untuk perilaku memahami sementara yang lain dirancang sebagai kerangka
kerja untuk intervensi perilaku, tujuan teori 'tidak konsisten. Kritik seperti
menerangi kekuatan dan kelemahan dari teori, menunjukkan bahwa ada ruang untuk
penelitian lebih lanjut ke dalam teori-teori perubahan perilaku.[5]
C.
SUPPORTIVE THEORY
Mendukung
Kepemimpinan adalah salah satu gaya kepemimpinan yang ditemukan dalam teori
jalur-tujuan. Seorang pemimpin yang mendukung upaya untuk mengurangi stres dan
frustrasi karyawan di tempat kerja. Metode ini efektif bila tugas pekerjaan
Anda yang berbahaya, membosankan dan stres, tetapi tidak benar-benar efektif
jika tugas pekerjaan Anda secara intrinsik memotivasi karena Anda tidak perlu
dimotivasi untuk melakukan pekerjaan.
Dalam rangka untuk
memahami kepemimpinan suportif, Anda harus menempatkannya dalam konteks yang
lebih besar dari teori jalan-tujuan yang dikembangkan sebagian besar oleh
Robert rumah. Menurut teori, manajer menetapkan tujuan bagi karyawan dan
menetapkan jalan untuk mencapai tujuan tersebut. Tugas untuk manajer meliputi
klarifikasi tugas, klarifikasi peran dan tanggung jawab karyawan, klarifikasi
kriteria untuk sukses, memberikan bimbingan dan pembinaan, menghilangkan
hambatan yang dapat mencegah penyelesaian tugas dan memberikan dukungan dan
penghargaan psikologis saat yang tepat. Teori mengusulkan bahwa Anda harus
menggunakan gaya kepemimpinan tertentu dalam situasi yang berbeda. Gaya
kepemimpinan yang tersedia untuk Anda termasuk direktif, partisipatif, prestasi
berorientasi, dan tentu saja, mendukung. Jadi seperti yang Anda lihat,
kepemimpinan yang mendukung adalah salah satu alat dalam toolbox kepemimpinan
pendekatan yang Anda gunakan dalam situasi tertentu tergantung pada sifat dari
tugas dan sifat dari karyawan. Mari kita lihat beberapa contoh untuk
menggambarkan hal ini.
Contoh: Katakanlah Anda seorang
manajer di sebuah situs pertambangan batu bara di West Virginia. Karyawan Anda
adalah penambang yang pergi ribuan kaki di bawah poros tambang dan terkena
kemungkinan gas mematikan, poros gua-in, dan kematian atau cedera serius dari
peralatan. Pekerjaan kotor, berbahaya, berat dan stres. Anda melihat pekerjaan
Anda memberikan dukungan kepada karyawan Anda untuk memudahkan sebanyak stres
dan frustrasi tentang pekerjaan mereka mungkin. Anda melakukan ini, jelas
memastikan bahwa kondisi kerja mereka senyaman mungkin, bahwa protokol
keselamatan di tempat, bahwa setiap karyawan terluka menerima perhatian medis
segera, dan dengan segera mengatasi semua kekhawatiran yang dibawa ke tujuan
Anda. Tujuan Anda adalah untuk membuat kondisi kerja bawahan Anda sebaik dapat
mengingat kondisi dan sifat pekerjaan untuk meringankan stres psikologis yang
terjadi. Anda menunjukkan kepemimpinan yang mendukung, yang tepat dan efektif
dalam situasi ini.[6]
Dalam kepemimpinan
suportif, manajer tidak begitu tertarik untuk memberikan perintah dan mengelola
setiap detail seperti dalam memberikan karyawan alat yang mereka butuhkan untuk
bekerja sendiri. Sementara delegasi adalah bagian penting dari kepemimpinan suportif,
manajer tidak hanya menetapkan tugas dan kemudian menerima hasil. Sebaliknya,
mereka bekerja melalui tugas dengan karyawan untuk meningkatkan keterampilan
dan bakat sampai manajer tidak perlu khawatir tentang tugas yang dilakukan
dengan benar dan karyawan sepenuhnya diberdayakan di daerah tertentu.
Gaya kepemimpinan
yang mendukung didefinisikan oleh pendekatan mereka untuk emosi, pelatihan dan
waktu. Pemimpin mendukung mendengarkan dengan cermat karyawan mereka dan
membantu mereka mengatasi stres dan kepribadian yang saling bertentangan dari
karyawan lainnya. Ini membutuhkan empati dan tingkat sensitivitas yang sulit
bagi beberapa manajer untuk mencapai. Pemimpin mendukung kemudian melatih
karyawan untuk menangani masalah mereka sendiri, yang muncul, mengandalkan
manajer ketika diperlukan tapi berurusan dengan masalah sendiri sebanyak
mungkin. Ini memerlukan investasi waktu yang signifikan oleh pemimpin.
Gaya kepemimpinan
suportif yang tidak kondusif untuk setiap lingkungan bisnis. Untuk perusahaan dengan
gaya organisasi datar dan karyawan yang harus kreatif dan mengelola proyek
sendiri, kepemimpinan yang mendukung dapat membantu perusahaan mencapai
tujuannya. Tapi bagi perusahaan lebih birokratis, di mana tugas yang mudah dan
sederhana, manajemen yang mendukung dapat berakhir menjadi buang-buang waktu.
Aspek pembinaan dan pelatihan dari gaya dapat membuang waktu untuk perusahaan
tersebut dan mengganggu proses pengambilan keputusan diterima jika karyawan
mengambil inisiatif tidak bertanggung jawab.
Teori kepemimpinan
mengakui kebutuhan untuk kepemimpinan mendukung dalam hampir setiap jenis gaya,
setidaknya dalam beberapa kuantitas. Tidak ada pemimpin, tidak peduli
kepribadiannya, dapat sepenuhnya menyerah pada gaya mendukung, mengabaikan
semua kekhawatiran karyawan dan memesan setiap detail. Tingkat pertimbangan dan
perawatan diperlukan untuk semua tingkatan manajemen dan kegiatan.[7]
D.
SOCIOLOGIC THEORY
Bidang sosiologi itu sendiri-dan teori sosiologi
dengan ekstensi-relatif baru. Kedua tanggal kembali ke abad ke-18 dan ke-19.
Perubahan sosial drastis periode itu, seperti industrialisasi, urbanisasi, dan
munculnya negara demokratis yang disebabkan terutama pemikir Barat untuk
menyadari masyarakat. Teori-teori sosiologis tertua berurusan dengan proses sejarah
yang luas yang berkaitan dengan perubahan ini. Sejak itu, teori-teori sosiologi
telah datang untuk mencakup sebagian besar aspek masyarakat, termasuk masyarakat,
organisasi dan hubungan.
Masalah teoritis Central Secara keseluruhan, ada konsensus yang kuat
mengenai pertanyaan teoritis pusat dan masalah sentral yang muncul dari
pertanyaan-pertanyaan seperti memberi penjelasan. Teori sosiologi mencoba
menjawab tiga pertanyaan berikut: (1) Apakah tindakan? (2) Apa tatanan sosial?
dan (3) Apa yang menentukan perubahan sosial? Dalam upaya segudang untuk
menjawab pertanyaan ini, tiga didominasi teori (yaitu tidak empiris) masalah
muncul. Masalah-masalah ini sebagian besar diwarisi dari tradisi teoritis
klasik. Konsensus pada masalah teoritis utama adalah: bagaimana menghubungkan,
mengatasi atau mengatasi "tiga besar" dikotomi berikut: subjektivitas
dan objektivitas, struktur dan lembaga, dan sinkroni dan diachrony. Penawaran
pertama dengan pengetahuan, yang kedua dengan agen, dan yang terakhir dengan
waktu. Terakhir, teori sosiologi sering bergulat dengan masalah
mengintegrasikan atau melampaui kesenjangan antara mikro, meso dan fenomena
sosial skala makro, yang merupakan bagian dari semua tiga masalah utama.
Masalah-masalah ini tidak sama sekali masalah empiris, bukan mereka
epistemologis: mereka muncul dari citra konseptual dan analogi analitis yang
sosiolog gunakan untuk menggambarkan kompleksitas proses sosial.[8]
E.
PSYCHOLOGIC THEORY
Teori psikologis penyimpangan menggunakan
psikologi menyimpang untuk menjelaskan motivasi dan dorongan untuk melanggar
norma-norma sosial. Dalam banyak hal, teori psikologis penyimpangan cermin
penjelasan biologis, hanya dengan penekanan ditambahkan pada fungsi otak.
Sedangkan penjelasan biologis sejarah, seperti yang disediakan oleh Sekolah
Italia, digunakan ciri biologis dari seluruh tubuh (misalnya, yang menonjol
rahang, telinga yang besar) sebagai penanda dari kecenderungan biologis untuk
perilaku kriminal, teori-teori psikologi hari ini penyimpangan menggunakan
biologi otak (dalam hal struktur otak, tingkat neurotransmiter, dan diagnosis
psikiatri) untuk menjelaskan penyimpangan.
Studi satu kasus dari teori psikologis
penyimpangan adalah kasus gangguan perilaku. Gangguan perilaku adalah gangguan
psikologis didiagnosis pada masa kanak-kanak yang menghadirkan dirinya melalui
pola berulang dan terus-menerus dari perilaku di mana hak-hak dasar orang lain
dan norma-norma yang sesuai dengan usia utama dilanggar. Gangguan masa kecil
ini sering dilihat sebagai pendahulu untuk gangguan kepribadian antisosial.
Menurut Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders-IV (manual
profesional daftar semua gangguan mental diakui secara medis dan gejala
mereka), melakukan gangguan menyajikan perilaku agresif dan tidak sopan.
Dibandingkan dengan kontrol normal, pemuda dengan onset awal dan remaja dari
gangguan perilaku yang ditampilkan tanggapan berkurang di daerah otak yang
berhubungan dengan perilaku antisosial. Selain itu, pemuda dengan gangguan
perilaku menunjukkan kurang responsif di daerah orbitofrontal otak selama
stimulus-penguatan dan reward tugas. Gejala-gejala ini psikologis gangguan
perilaku, baik dari segi neuroanatomy dan regulasi neurotransmitter, membantu
untuk menjelaskan hubungan jelas antara psikologi dan kejahatan. Selain itu, mereka
menunjukkan batas semakin cairan antara teori-teori psikologis dan biologis
penyimpangan.[9]
Banyak dari apa yang kita ketahui tentang pikiran dan perilaku manusia telah muncul berkat berbagai
teori psikologi. Misalnya,
teori perilaku menunjukkan bagaimana
pendingin dapat digunakan untuk mempelajari informasi dan perilaku baru. Mahasiswa psikologi biasanya menghabiskan banyak
waktu mempelajari teori-teori
yang berbeda. Beberapa teori telah jatuh dari nikmat, sementara yang lain tetap diterima secara luas, tapi semua telah memberikan kontribusi sangat untuk pemahaman kita tentang pemikiran dan perilaku manusia. Dengan belajar lebih banyak tentang teori ini, Anda dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam dan lebih kaya dari masa lalu psikologi,
sekarang dan masa depan.[10]
F.
AUTOCRATIC THEORY
Pemimpin otoriter yang sering disebut sebagai
pemimpin otokratis. Mereka kadang-kadang, tetapi tidak selalu, memberikan
harapan yang jelas untuk apa yang perlu dilakukan, ketika itu harus dilakukan,
dan bagaimana hal itu harus dilakukan. Ada juga membagi jelas antara pemimpin
dan pengikut. pemimpin otoriter membuat keputusan secara independen dengan
sedikit atau tanpa masukan dari seluruh kelompok. Pemimpin otoriter menegakkan
kontrol ketat atas pengikut mereka dengan langsung mengatur aturan, metodologi,
dan tindakan. Pemimpin otoriter membangun kesenjangan dan membangun jarak
antara mereka dan pengikut mereka dengan maksud menekankan perbedaan peran.
Jenis kepemimpinan tanggal kembali ke suku dan kerajaan awal. Hal ini sering
digunakan dalam hari ini ketika ada sedikit ruang untuk kesalahan, seperti
pekerjaan konstruksi atau pekerjaan manufaktur. kepemimpinan otoriter biasanya
menumbuhkan sedikit kreativitas dalam pengambilan keputusan. Lewin juga
menemukan bahwa lebih sulit untuk bergerak dari gaya otoriter dengan gaya
demokratis daripada dari bentuk demokrasi ke bentuk otoriter kepemimpinan.
Penyalahgunaan gaya ini biasanya dilihat sebagai pengendali, suka memerintah
dan diktator. Kepemimpinan otoriter yang terbaik diterapkan pada situasi di
mana ada sedikit waktu untuk diskusi kelompok.
Sebuah keyakinan umum dari banyak pemimpin
otoriter adalah bahwa pengikut memerlukan pengawasan langsung sepanjang waktu
atau mereka tidak akan beroperasi secara efektif. Keyakinan ini sesuai dengan
salah satu filosofis pandangan Douglas McGregor manusia, Teori X. Teori ini
mengusulkan bahwa adalah peran pemimpin untuk memaksa dan mengontrol pengikut,
karena orang-orang memiliki keengganan yang melekat untuk bekerja dan akan
menjauhkan diri dari itu bila memungkinkan. Teori X juga mendalilkan bahwa
orang harus dipaksa melalui kekuatan, intimidasi atau otoritas, dan
dikendalikan, diarahkan, atau diancam dengan hukuman untuk mendapatkan mereka
untuk mencapai kebutuhan organisasi. Dalam benak para pemimpin otoriter,
orang-orang yang tersisa untuk bekerja mandiri akhirnya akan tidak produktif.
"Contoh perilaku komunikatif otoriter termasuk seorang polisi mengarahkan
lalu lintas, guru memerintahkan siswa untuk melakukan nya tugas, dan supervisor
memerintahkan bawahan untuk membersihkan workstation."[11]
DAFTAR
PUSTAKA
No comments:
Post a Comment